2. koma tanpa titik

418 44 4
                                    

Saya ingat pertama sekali ketika netra bertemu sosok manusia begitu sempurna. Tuhan memberi porsi dengan cukup tanpa ada cacat jika serdadu menilik dan sepasang bola mata berfungsi selayaknya. Sebab sebaik apapun Dia melukis kita, pasti ada saja si bodoh yang mecibir kekuasaan sang kuasa. Semua akan tetap sama, bernilai hina dan tidak berguna. Meski Tuhan satu, tapi manusia berbeda-beda. Begitu unik ciptaan sehingga melupakan kesatuan.

Yang begitu dipuja berubah jadi sampah. Yang begitu dicinta menimbulkan sumpah serapah. Ini sudah biasa bagi mereka penghuni terlama. Saya mencari apa yang salah dari persepsi beberapa suku bangsa yang berkata anda dan teman perjuangan ialah insan tidak butuh roh kehidupan. Mungkin mereka buta atau hati sudah mati rasa. Liang perkataan itu tidak berat melempar pesan dosa. Mereka tidak mengerti sebelum banyak sorak datang, anda lebih dulu menabung selempang atas segala gagal yang tertantang.

Malam ini hampa, kali ini benar-benar suasana asing bagi sisi senyap dalam diri. Jika awal minggu sibuk menyambut dan akhir merayakan perpisahan namun beberapa bulan ini entah bisa dikatakan apa ributku. Ranjang, ranjang dan selalu berawal berakhir di sana. Seakan alur cerita maju mundur, begitupun setiap hari yang saya lakoni. Maju memasuki ruang lain jika bilik mulai menguap kebosanan lalu mundur kembali saat dunia luar seburuk angan.

Sehingga rembulan menampakkan wujud indah bersama sudut panca, tidak menyadari betapa temaram nabastala. Saya dan malam melaksanakan tugas dengan beberapa keperluan. Mengisi tenaga dan pastinya kembali ke ranjang. Ketika arunika dan swastamita saling bekerjasama melaksanakan tugas tapi daksa hanya dan hanya melekat pada ranjang, bodoh bukan? Mau apa dikata, bukan saya saja yang merayakan kemalasan tapi seluruh jagad raya. Bumi sedang lelah dan kami penghuni malah memberi jeda pada kisah.

Ku otak atik dunia maya, mana kala ada hal yang sesuai sebagai bahan bincang. Tepat, seketika suara tawa mulai mengudara. Saya melihat satu taruna dengan tingkah konyol terseok-seok, raut wajah persis seperti manusia idiot. Bahkan cocok semacam pelawak handal. Semakin gila sikap taruna dan saya semakin letih tertawa. Baju putih pun celana cream, dasi layaknya zebra cross dimana hitam kuning sebagai warna dengan balutan dwi warna surai.

Saat itu juga saya mulai menaruh rasa ambigu, semacam kagum tapi timbangan setara rasa candu. Taruna itu sukses membius rasa penasaran yang bergejolak. Hanya karena menggemaksan, saya keluar dari zona nyaman. Dahulu hidup begitu monoton, berjalan dalam nusantara tanpa perlu banyak tahu berita bahkan selera manusia luar. Mungkin lebih tepat dipanggil kuno. Kini, saya berani mencicipi selera asing untuk mata pun telinga.

***






Muara akan dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Muara akan dimulai. Ketika netra bersua manusia begitu spesial nantinya. Pemilik sepenggal angan namun kasta penghalang.




Kaset Horizon ; Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang