6. bumbu perdebatan

60 11 0
                                    

Kalau hujan punya cara untuk mengeluh atas letihnya jatuh membasahi bumi mungkin matahari juga ingin menyerah melawan langit kelabu. Sama seperti saya, jika Tuhan memberi satu pilihan agar membuka kelopak dengan lebar maka saya juga punya cara lekas sembuh dari angan kehidupan.

Siklus yang katanya terus berputar seakan menuntut berpindah lapak. Bagaimana cerita ini tidak mau berlangsung lama jika alasan bertahan tidak masuk akal. Kata masyarakat, jatuh cinta bisa menjadi sukacita atau dukacita. Tergantung pada si pemilik belahan jiwa. Saya masih melakukan tahap pencarian arti dari sebuah jatuh yang sebenarnya.

Banyak pujangga kehilangan kata jelas dalam perjalanan cintanya. Entah salah tujuan atau memang kapal yang ditumpangi tidak paham penumpang hendak kemana.

Jika semesta bisa saya ajak diskusi, mungkin tuan waktu bisa memutar detik yang berlalu. Boleh saya tuang kritik atas perjumpaan tidak masuk akal itu? Atau hati saya sudah mati? Hilang fungsi?

Kalau mengutuk bukan sebuah dosa maka saya akan melakukan setiap hari tanpa takut masuk neraka. Wahai pencipta, mengapa banyak manusia menyalahkan rasa yang sudah sangat dalam menaungi hingga menghilangkan putus asa. Anda tahu sepatah apa hidup yang dulu. Maka jangan juga sebut semua ini salah.

Saya tidak lagi mengenal binasa sejak si tuan membawa sejuta harsa. Sungguh, saya seperti hidup kembali dengan mencari tujuan yang hilang.

"Nandi...," ujar puan yang tak lain ialah teman akrabnya.

Lantas, pikiran yang tadi kosong sekarang sudah kembali kedasaran. Nandi lagi dan lagi disambut dengan perdebatan ringan. Untuk kesekian kalinya beradu argumen dengan teman kecil yang tak bosan meminta agar lekas sadar dari dunia mimpi. Mengatakan bahwa cinta dan kagum bukan hal yang bisa disamakan.

"Wahai Meghana yang terhormat, anda tidak perlu repot-repot memberi nasihat kalau sendirinya paham segila apa saya mengagumi dia."

Mulut sudah tak mau diam. Otak mulai sejalan dengan emosi. Andai puan ini tahu bahwa saya juga lebih dulu punya niat yang sama. Tapi apa boleh buat jika hati ini punya sifat keras tak mau mengalah.

"Mau sampai kapan loe menutup semua pintu? Sesekali harus percaya sama manusia yang datang dengan serius."

"Gue selalu aja terima komentar orang lain yang bilang loe terlalu gila dengan idola. Bilang anehlah."

"Ndi, bahkan udah jalan setahun lebih loe nolak semua lelaki. Kenapa? Mereka gak semuanya jahat kok."

Lihatlah sebesar apa gagasan ada di kepala Meghana, dia juga tak mau kalah dalam lomba debat ini. Mereka sekarang jadi tontonan langit malam. Menertawakan topik aneh yang tak pantas dibicarakan.

"Gue tahu semua lelaki gak jahat, tapi gimana ya Meg... loe gak paham sama isi pikiran gue."

Setidaknya saya coba memberi jawaban meski belum puas untuk disimak. Entahlah, saya juga tidak mengerti akan mengatakan apa.

"Loe gak capek bahas ini terus? Udahlah Meg, gue aja capek ngomong alasan yang sama."

"Gak, sampai loe coba keluar dari zona nyaman," bantah Meghana masih dengan sifat keras kepala.

Kemudian, Meghana melepas seluruh pasokan udara yang sejak tadi ingin keluar. Ternyata untuk bicara saja butuh tenaga bukan hanya mengandalkan suara. Sedangkan Nandi hanya sibuk memandangi raut wajah dengan amarah masih belum selesai mereda.

"Cepat atau lambat, gue yakin loe pasti akan ketemu manusia kembaran Na Jaemin yang pantas untuk dimiliki. Lama-lama bisa gila gue ngingatin loe mulu."

Meghana belum berniat menghentikan perdebatan. Berharap jika manusia di depannya segera membuka pikiran. Agaknya otak Nandi masih mengambang di dunia khayalan.

Semoga Meg...

***

Kaset Horizon ; Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang