e n a m

61 12 0
                                    

Sudah dibilang kan pada bab sebelumnya, Alin hanya dengan modal tekad dan niat, berani mengejar kakak kelasnya yang bernama Fenly.

Kenapa dibilang hanya modal tekad dan niat? Karena Alin dengan gagah berani mendeklarasikan bahwa ia jatuh cinta pada Fenly, hanya dengan modal tiga hari melihat laki-laki itu di sekolah.

Tanpa ada sesi chat panjang lebar terlebih dahulu, tanpa mengobrol banyak terlebih dahulu, tapi gadis itu bisa langsung jatuh cinta pada kakak kelasnya. Ajaib.

"Lo gimana sama Zweitson?"

"Hah?" Jesica tersedak kecil saat Alin bertanya. Ia meraih air minumnya, lalu membuang muka saat Alin menatapnya dengan tatapan menyebalkan.

Alin tertawa melihat Jesica yang salah tingkah, "santai dong Je, kenapa salting gitu?"

"Apa sih? Gue nggak salting ya," ketus Jesica.

"Ya udah jawab," ucap Alin.

"Apa?" Tanya Jesica pura-pura tidak mengerti.

"Lo sama Zweitson gimana?" Tanya Alin lebih jelas.

Jesica tampak salah tingkah, lagi. "Nggak gimana-gimana. Yang ada, lo tuh yang gimana sama kak Fenly?" Jesica bertanya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Alin mencebikkan bibirnya, "ya gitu, belum ada perkembangan lebih dekat lagi."

"Kemarin kan gue nyamperin dia, niatnya nih buat berduaan gitu sambil pdkt. Eh temen-temennya malah dateng, gagal deh," lanjut gadis itu.

Jesica tertawa, "udah nih, segini doang berjuangnya?"

Alin menggeleng kuat-kuat. "Nggak lah, ya kaleee. Ini belum apa-apa ya, gue yakin pasti bisa dapetin kak Fenly," ucap Alin mantap.

"Nice." Jesica mengacungkan dua jempolnya pada Alin. Jesica akui, Alin tipe cewek yang pemberani dan pantang menyerah.

Nggak semua cewek mau ngejar cowok duluan kan? Kayak Jesica misalnya, dia kalau suka duluan sama cowok pasti lebih milih buat memendam perasaannya itu. Kalau perasaannya dibalas ya syukur, kalau bertepuk sebelah tangan ya resiko. Namanya juga cinta dalam diam.

Tapi tidak bagi Alin, selagi cowok itu belum ada pacar, Alin bakal berusaha. Tapi masih ingat batasan, tidak sampai main dukun juga.

Mereka mengabiskan waktu istirahat dengan lanjut makan di kelas. Tadi Alin mengajak Jesica makan di kantin, tapi gadis itu ternyata membawa bekal. Jadi Alin menemani Jesica makan di kelas setelah membeli makanan untuk dirinya sendiri.

"Enak banget ya punya ibu yang setiap hari bisa masakin buat kita." Alin tersenyum melihat kotak makan yang ada di depan Jesica.

Jesica menatap Alin penuh arti. Walaupun mereka baru kenal, tapi karena Alin tipe orang yang terbuka, jadi gadis itu sudah bercerita banyak pada Jesica. Tentang kondisi keluarganya juga, "nanti lo harus main ke rumah gue, Mami gue bakal seneng ketemu lo karena kalian sama-sama cerewet."

"Lo juga cerewet, bege." Alin mencubit  tangan Jesica membuat gadis itu tertawa.

"Lin,"

"Apa lo?!" Ketus Alin.

"Dih masih marah? Ya elah marah mulu lo kayak ibu kost." Fiki berdiri di sebelah kursi Alin.

"Gue minta maaf Lin, janji deh nggak gitu lagi." Fiki memelas pada Alin karena gadis itu tidak kunjung memaafkannya. Padahal kemarin Fiki sudah spam chat untuk meminta maaf pada Alin.

Iya, Alin masih marah pada Fiki karena masalah dihukum guru sejarah kemarin.

"Nggak mau," ucap Alin ketus.

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang