Beberapa hari yang lalu Alin bertanya pada temannya akan mengikuti ekskul apa, dan hari kemarin adalah hari terakhir pengumpulan formulir pendaftarannya.
Alin dengan mulut yang tidak berhenti mengomel memasukkan bukunya ke dalam tas. Ia mengomeli Fajri yang bertanya dia sudah mengumpulkan formulir atau belum.
Niat Fajri baik, tujuannya mengingatkan Alin, tapi malah kena semprot. Karena ternyata gadis itu lupa mengisi formulir yang diberikan oleh wali kelasnya minggu lalu.
"Ya gue kan masih bingung mau ambil ekskul apa?!" Balas Alin tidak santai saat Fajri bertanya kenapa dia belum mengumpulkan.
"Ya udah, nggak ikut ekskul juga kan nggak apa-apa," ucap Fajri berharap Alin berhenti mengomel.
Alin menghela napas, "tapi gue mau ikut band, biar ketemu kak Fenly terus."
"Mau ikut ekskul biar dapet nilai tambahan, atau biar dapet gebetan?" Tanya Fajri.
"Kalau bisa dua-duanya kenapa harus satu?" Alin nyengir lebar menatap Fajri.
Fajri mengikuti ekskul basket karena olahraga itu menjadi hobinya sejak kecil.
Fiki mengikuti ekskul band, karena hobinya bermain musik dan menyanyi. Fiki juga punya cita-cita menjadi seorang personel boyband katanya.
Zweitson si anak kalem, ikut club olimpiade seperti ucapannya beberapa hari lalu. Dia juga ikut club fotografi karena ketertarikannya di dunia motret cukup besar.
Jesica ikut ekskul PMR, karena gadis itu punya cita-cita jadi bidan. Tapi malah masuk jurusan IPS.
Dan diantara teman-temannya hanya Alin yang tidak mengikuti ekskul karena keteledorannya sendiri. Padahal dari hari-hari sebelumnya Fajri sudah mengingatkan agar Alin segera mengisi formulirnya, tapi Alin malah menjawab, "nanti aja lah, gampang."
Giliran telat ngumpulin, Fajri yang kena omel.
Fiki dengan rusuh masuk kelas sambil berteriak, lalu cengengesan sendiri karena mendapat tatapan penuh hujat dari penghuni kelas.
"Sorry, gue terlalu bersemangat." Cengir laki-laki bertubuh bongsor itu.
Ia berdiri di depan kelas dengan memegang selembar kertas berwarna merah muda, laki-laki itu berdehem, "guys minta perhatiannya bentar."
"Jomblo banget Fik sampe minta diperhatiin gitu?" Ledek Aldo dari pojok kelas membuat seisi ruangan tertawa.
"Yeuu serius ini gue," Fiki mengabaikan ledekan Aldo.
"Ada apa Fik?" Tanya Zweitson dari kursinya.
Fiki menunjukkan kertas yang ia pegang, "jadi ini kertas gue dapet dari kakak OSIS, dua minggu lagi sekolah kita ulang tahun dan bakalan ngadain beberapa kegiatan."
Penjelasan Fiki membuat seisi kelas ramai karena excited.
"Ada lomba Fik?"
"Ada hiburannya?"
"Ada bintang tamu dari luar?"
"Acaranya berapa hari?"
"Ada kegiatan apa aja?"
Fiki mengetuk papan tulis pelan, "dengerin dulu dong." Kata Fiki tegas.
Oh iya, Fiki di kelas ini menjabat sebagai ketua kelas. Sebenarnya seisi kelas ragu saat Bu Rara—wali kelas memilih Fiki. Pasalnya laki-laki selalu berisik dan bertingkah random sejak pertama MPLS dulu. Tapi karena tidak ada yang mau mengorbankan diri untuk jadi ketua kelas, mereka tidak protes saat Fiki yang ditunjuk oleh wali kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle
Teen FictionKamu pernah merasakan cinta segitiga? Dan kamu tanpa sadar justeru menyia-nyiakan orang yang tulus menyayangi kamu, dan hanya menjadikan orang itu sebatas friendzone. Kamu malah mengejar orang yang jelas-jelas tidak pernah bisa kamu miliki. Karena...