𝑇𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑑𝑢𝑛𝑖𝑎 𝑓𝑎𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖, 𝑖𝑛𝑑𝑎𝘩 𝑛𝑎𝑚𝑢𝑛 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎. 𝑆𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑢𝑛𝑢𝘩 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎.
Gelap, dingin, lembab, hitam, namun disinilah Sungjin. Seorang photographer handal yang selalu berburu tempat-tempat eksotis demi kontennya yang berbeda dengan orang lain. Dengan hanya bermandikan cahaya bulan purnama yang menyelinap di sela-sela kabut di malam hari, ia berjalan dengan berhati-hati menelusuri tanah yang lembut demi menemukan tempat yang dikatakan Jae, orang yang merekomendasikan tempat ini. Pria jangkung berkacamata yang merupakan seorang jurnalis tersebut mengatakan bahwa di tempat ini terdapat kawah yang bersinar di malam hari, tepatnya di bawah pantulan sinar rembulan. Tentu saja seorang Park Sungjin tidak akan berpikir panjang untuk menghampiri daerah yang masih jarang dijamah manusia tersebut. Bertepatan hari ini bulan menampilkan dirinya yang penuh, pikirnya pastilah lebih indah.
Kedua kaki berbalut sneakers yang kotor akibat lumpur itu terus melangkah. Namun langkah kakinya terhenti saat matanya menangkap sebuah cahaya yang lebih terang dari sang rembulan. Rasa ingin tau menguasai dirinya sehingga gerakannya mendekat ke sumber cahaya tersebut. Ah, ternyata sebuah gerbang. Tapi tempat apakah di tengah kawasan perbukitan seperti ini? Kamera yang sedari tadi digantungnya di leher diangkatnya untuk membidik pemandangan di hadapannya ini. Semakin mendekat, pemandangan gerbang tersebut semakin jelas, ada yang berbeda dari tempat ini tak hanya sebuah gerbang.
Mulut Sungjin ternganga saat dirinya tepat berada di tempat yang daritadi dibidiknya melalui lensa bulat tersebut. Pemandangan yang akan terasa sangat sayang jika hanya dirinya sendiri yang menikmati. Karena tepat dibalik gerbang tersebut, sang purnama bersinar lebih terang, bintang bertaburan menghasilkan kilauan tak terelakan, langit yang sedari tadi dilihatnya berwarna hitam, entah bagaimana bisa berwarna biru. Apakah mungkin pengaruh sinar rembulan? Tapi mengapa bisa langit terbelah seperti ini? Ah sungguh itu tidak penting, karena yang lebih penting adalah mengabadikannya ke dalam memori yang tersimpan di beda kotak dengan tonjolan bulat di bagian depannya ini. Sungjin sangat yakin, ia dapat memenangkan penghargaan fotografer terbaik tahun ini.
Rasa penasarannya makin besar, langkah kakinya membawanya melewati gerbang tersebut demi mendapatkan sesuatu yang lebih spektakuler. Langkahnya lagi-lagi terhenti karena sesuatu yang lebih menakjubkan. Bayangan seperti... manusia, namun Sungjin dapat melihat jelas ada tonjolan di kepalanya dan sesuatu yang melambai. Detak jantungnya bekerja dua kali lebih cepat, antara penasaran dan takut. Namun ia memilih untuk berdiri sembari bayangan tersebut mendekatinya. Semakin dekat, semakin dirinya penasaran, ternyata seorang manusia. Tapi sepertinya tidak dapat dikatakan manusia juga. Rambut merah terang dengan dua telinga di kepalanya serta sesuatu yang panjang dan berbulu melambai-lambai dari balik punggungnya berwarna selaras dengan rambutnya. Apakah itu? Ekor kah? Lalu makhluk apakah ini? Siluman kucing? Rubah? Tapi wujudnya sungguh manusia, dengan kaos dan celana mirip seperti yang Sungjin gunakan.
Makhluk tersebut semakin mendekat, kali ini Sungjin dapat melihat wajahnya di bawah sorot sinar rembulan yang memancarkan keindahannya. Seorang pria bermata tajam berwarna coklat bening seperti rubah, hidung mancung bagaikan perosotan, dan senyum manis yang terukir pada bibir tipis berwarna merah muda. Tidak ada yang janggal padanya, kecuali telinga dan ekor itu. Makhluk tersebut tepat berhenti dua langkah di depan Sungjin, membuat pria 27 tahun tersebut tidak bisa bergeming. Satu kata yang berputar di kepalanya, indah. Walau tak semua tau, namun beberapa rekan terdekat Sungjin tau betul bahwa ia lebih tertarik pada lelaki manis dibandingkan perempuan manis, seperti yang dihadapannya saat ini.
Beberapa menit ditatap tepat di mata oleh makhluk menyerupai rubah ini, akhirnya Sungjin angkat bicara. "Ehem" dehamnya sekilas untuk membersihkan tenggorokannya. "Anda si..apa?" "Harusnya saya yang bertanya, Anda siapa? Dan ada apa kemari di jam seperti ini?" tanya makhluk tersebut. Suaranya, sungguh merdu hingga tak dapat dideskripsikan. "Ah itu, saya fotografer, ingin mengambil beberapa gambar atas saran teman." jawab Sungjin dengan suara yang agak bergetar. Entah karena takut, gugup, atau terkesima. "Mau diantar? Saya yang bertanggung jawab atas daerah ini." tawaran manis dengan senyum yang tak kalah manis dibalas Sungjin dengan anggukan kecil yang sesaat setelahnya, Sungjin merasakan tangan dingin menggandengnya, lalu menariknya untuk jalan ke dalam tempat tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Never Ending: Kumpulan Sungbri Oneshoot🔞
Fiksi PenggemarKumpulan oneshoot Sungbri, di upload melalui akun twitter @lakoona. Read by your own risk, happy reading!🔞🔞