Turbulence

169 23 12
                                        

Masih di tahun pandemi. Masih Fey dengan penugasan di ruang isolasi. Juga Reno yang masuk dalam tim covid residen anak. Jam pulang dinas pun semakin panjang. Kadang Fey baru bisa pulang dua jam setelah jam yang seharusnya. Juga Reno bisa dua hari tidak pulang. Reno juga hanya mengirimi Fey pesan singkat, sekedar saling mengingatkan makan juga vitamin.

Meskipun kini satu apartemen tak membuat mereka bisa saling bertemu. Seperti sekarang ia hanya menatap lurus pintu apartemen milik Reno. Tampak sepi, hanya beberapa tumpuk paket depan pintunya. Begitulah kebiasaan disini, paket-paket memang dibiarkan didepan pintu apartemen masing-masing. Tak ada yang hilang bahkan berantakan, justru para penghuni saling menjaga privasi.

Fey memotret pemandang tersebut lalu mengirimnya ke Reno.

'Nggak pulang berapa hari?'

Setelah mengirimnya, Fey pun berjalan menuju lift. Ia bersiap berangkat ke rumah sakit. Selang beberapa menit kemudian ponselnya berdering. Gadis itu merogoh kantong celananya. Nama Reno terpampang di layar ponselnya. Fey tersenyum kecil.

"Hal..."

"Merindukanku cantik?" Tak perlu menjawab pertanyaan lelaki diseberang. Ia hanya berdecih kesal.

"Kasian paketnya aja sih si punya rumah nggak pulang-pulang." Hanya tawa Reno yang terdengar saat Fey memberikan jawaban itu.

"Masuk pagi kan? Selesai shift tunggu di parkiran mobil, kita pulang bareng."

"Yakin?"

"Semoga aja sih, Fey. Nanti aku telepon lagi. Hati-hati dijalan, aku mau ke poli dulu." Belum Fey menjawabnya, panggilan terputus. Fey hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Hanya butuh dua puluh menit Fey sudah berada di rumah sakit dan langsung menuju ruang ganti khusus petugas isolasi ruangannya. Ada Mbak Fajri yang baru selesai mandi.

"Udah mandi, Mbak?" tanya Fey seraya meletakkan tasnya diloker juga mengambil baju yang sudah disediakan.

"Iya, baru bisa keluar aku, Fey. Pasiennya jelek, saturasinya tadi sempet turun," terang Mbak Fajri.

"Loh iya? Aku ganti dulu ya, Mbak, nanti aku susul buat operan. Yang didalem ruangan pasien si Prima?"

"Iya, makanya aku cepet-cepet mandi. Belom laporan manajemen nih, aku tunggu ya, Fey!"

"Siap!" Fey segera masuk kamar mandi untuk ganti baju scrubnya.

Tak butuh waktu lama untuk Fey berganti baju, segera ia menuju nurse station yang berada di anteroom. Sepuluh menit Fajri menjelaskan kondisi pasien. Dari tempat mereka berdiskusi terlihat Prisma melambaikan tangan kemudian memberikan kode dengan kedua tangannya untuk rolling. Fey segera mengangkat jempolnya ke udara tanda oke. Ia segera menggunakan hazmat dan APD lainnya lengkap.

Kini Fey sudah berada di area pasien. Area pasien dimana petugas sudah harus menggunakan APD lengkap. Hazmat, masker berlapis, faceshield, handscoon berlapis juga sepatu boots. Rasanya panas dan pengap namun ia serta teman-temannya sudah mulai terbiasa dengan itu.

Antara ruangan pasien dan ruang petugas dibatasi kaca. Itulah yang membuat mereka seperti berada diruang kedap suara suara jika berada didalam ruang pasien apalagi saat menggunakan APD lengkap. Pada akhirnya mereka harus mempunyai kode sendiri agar saling memahami disetiap tindakan.

Di area pasien ada dokter yang masih memeriksa pasien. Sedang, Prima sudah keluar saat Fey masuk tadi.

"Bu Intan? Gimana pasien?" tanya Fey.

"Tanda vitalnya cuma segini, Mbak. Mepet banget," jelas dr Intan, residen jaga pagi saat ini.

"Tapi stabil?"

It's Okay, Love! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang