Almost

151 18 10
                                    

Reno menghentikan acara masaknya, ia menoleh ke arah kamar mandi. Sudah satu jam berlalu namun belum ada pergerakan pintu itu akan terbuka. Setelah mematikan kompor, ia berjalan menuju depan kamar mandi.

"Fey? Are you okey?" tanya Reno dengan suara agak ditinggikan. Hening. Tak ada jawaban dari balik pintu kamar mandi, hanya suara gemericik air.

Saat Reno hendak mengetuk pintu kamar mandi, pintu berwarna putih itu akhirnya terbuka. Ia pun menghembuskan nafas lega.

"Mas," lirih Fey. Gadis itu menatap sendu Reno. Berantakan. Bisa Reno tangkap kehadiran laki-laki berseragam itu masih cukup membuat gadis yang ia sukai ini kacau.

Reno maju selangkah lalu memeluk tubuh rapuh Fey. Fey yang awalnya diam karena terkejut kemudian membalas pelukan Reno. Gadis itu Menyurukkan wajahnya di leher dokter umum yang menempuh PPDS itu. Tangis yang awalnya masih tersisa mendadak berhenti. Ia merasakan kenyaman yang ia butuhkan. Fey seperti menemukan rumahnya.

"Aku di sini, Fey," bisik Reno.

Entah seajaib apa kalimat dari Reno, membuat Fey terhenyak. Ia sadar kebodohannya untuk menangisi lelaki jahat yang telah membuatnya jatuh. Fey kembali menangis. Bukan untuk lelaki brengsek itu, melainkan menangis haru karena masih ada sosok yang mau berdiri disisinya. Ia merasa tak pantas menyakiti lelaki yang ia peluk ini.

"Maaf," bisik Fey lembut. Reno yang mendengarnya melepas pelukan mereka. Ia menatap intens Fey.

"Maaf? Buat apa Fey? Bukan salahmu juga ini?" Reno memegang kedua bahu Fey. Membuat Fey mau tak mau menatap wajah lelaki itu.

"Maaf karena aku masih aja nangisin lelaki brengsek itu. Padahal ada kamu di sini, aku malah nangis karena laki-laki lain," ujar Fey lirih, sempat matanya tak berani menatap kedua manik hazel milik Reno.

Reno tersenyum tipis, ia bersyukur kehadirannya tak diabaikan oleh gadis ini. Apakah ia sudah diterima?

"Its, Okey, Fey. Pelan-pelan aku nggak akan pergi kok," ucap Reno masih bisa menyisipinya dengan candaan. Fey hanya memukul ringan dada lelaki itu.

"Terus, untuk tadi, kenapa harus pura-pura jadi calon suami?" tanya Fey.

"Biar dia gak deketin kamu lagi. Kan, kamu calon istriku, Fey."

"Hah? Serius deh, Mas!"

"Aku dua rius Felichia," Reno mendekat ke arah Fey. Menatap tajam kedua mata gadis itu. Ia mendekatkan wajahnya, hingga Fey memundurkan langkahnya. Namun, ia lupa. Ia berada di pojok dapur.

"Mas."

"Aku nggak pernah seserius ini, Fey. Asal kamu tahu. Kamu uda nempatin tempat istimewa di ujung hatiku. Udah lama banget sejak kita ketemu pertama kali di IBS. Namamu bahkan uda wajib disebut dalam setiap doaku," terang Reno sungguh-sungguh. Ia mengurung Fey dengan kedua tangannya.

"Tapi, Mas. Posisiku? Aku takut kamu hanya sebuah pelarian," lirih Fey.

"Kamu akan nemuin jawaban itu, nanti. Sekarang mari kita nikmati kebersamaan kita," ucap Reno lalu menepuk ujung kepala Felichia.

"Its okey, love. Take your time," bisik Reno kemudian.

❤️❤️❤️

Reno menyandarkan tubuhnya di sofa ruang residen. Ia baru saja selesai jam jaga. Sebelum ia kembali ke apartemen ia ingin mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Ia tadi sudah mandi setelah masuk area pasien isolasi covid. Sebelum ia pulang nanti pun, ia juga mandi lagi.

Reno mengambil ponselnya berniat menghubungi tetangga yang juga gadis yang ia sukai.

"Halo," jawab suara lembut Fey dari seberang membuat Reno tersenyum.

It's Okay, Love! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang