Kabut Berarak #27

10.1K 776 20
                                    

Hai....

Semoga masih pada sehat aja dan nggak kebanjiran ya.

Tetap berhati-hati dan jaga kesehatan.

Biar nggak mumet, baca yang bikin senyum-senyum ini yuk.




Kepala Tara mau pecah melihat dua pria saling bertatapan tajam dengan gestur seolah ingin menjatuhkan satu sama lain. Tara maklum jika Yoga marah karena dia tak pernah memberi kabar. Namun, Tara punya alasan untuk itu. Mereka menjual rumah peninggalan orang tua tanpa sedikit pun meminta pendapatnya. Padahal rumah itulah satu-satunya tempatnya berteduh. Semua keputusan yang diambil tak pernah sedikit pun melibatkannya. Lalu apa dia harus bertahan jika mereka tak pernah menganggap dirinya ada?

Pada Aria, Tara tak berani meliriknya. Ia sangat tahu Aria pasti sangat kesal dengan kehadiran Yoga. Masa lalu Tara telah diketahui Aria jadi wajar jika lelaki itu punya aura ingin menghajar Yoga. Calon kakak ipar padahal. Apa tadi, calon suaminya? Tara hampir terjengkang saking terkejutnya, tetapi tentu saja itu tidak ia lakukan. Belum lagi menghadapi Yoga yang matanya sudah mendelik menatapnya begitu Aria mengucapkan kalimat tadi. Duh, semakin rumit masalah kalau begini.

"Benar dia calon suami kamu?" tanya Yoga pada Tara sambil menunjuk tepat di depan Aria tetapi matanya mengarah ke Tara.

"Emmm... itu..." Tara bingung. Melihat Tara yang tidak bisa menjawab pertanyaan Yoga, Aria yang menyahut dengan pongahnya.

"Jangan lupa lho Tara, bulan depan kita menikah." Rasanya Tara mau membenturkan kepalanya ke dinding yang berlapis marmer travertine yang berada di dekat meja mereka. Bisa-bisanya Aria bercanda di situasi genting begini. Baru juga jadian kemarin, apa iya bulan depan sudah mau menikah? Tara belum lupa ucapan Aria yang akan menunggu pasangannya menyelesaikan kuliah kemudian menikah. Jika saja situasinya tidak seperti ini, Tara akan mengingatkan Aria akan ucapannya dulu saat di Kota Tua. Sementara Yoga menoleh seolah ingin menerkam Aria saat itu juga. Sayang, mereka berada di tempat umum dan tempat mereka saat ini cukup ramai. Beberapa pasang mata mulai memindai mereka. Terlebih kapada Yoga yang posisinya sedang berdiri di samping Tara. Yoga mengeram mencoba meredam emosinya. Pria di depannya ini sombong sekali dan tidak ada sikap menghormatinya sama sekali. Jika pria itu ingin menikah dengan Tara, seharusnya dia menjaga sikapnya dan berusaha meraih simpatinya. Ini malah memancing emosinya di setiap ucapannya.

Ferry dan Yoga, kakak Tara yang lumayan jauh beda usianya dengan Tara. Antara Ferry dan Yoga selisih tiga tahun saja tetapi selisih usia Yoga dan Tara adalah sepuluh tahun. Jadi usia kakak pertama Tara hampir sebaya dengan Aria, beda setahun saja. Karena beda usia yang sangat jauh itu, Tara jadi tidak dekat dengan keduanya. Kelahiran Tara memang tidak diprediksi sama sekali oleh orang tuanya. Tetapi kehadirannya menjadi tempat curahan kasih sayang orang tuanya karena Ferry dan Yoga sudah sibuk dengan dunianya. Hal yang sama ketika keduanya menikah, Tara juga tidak dekat dengan kakak iparnya. Selalu saja ada ketidaknyamanan ketika berada di tengah kakak-kakaknya. Belum lagi obrolan yang tidak nyambung. Memang begitulah sikapnya, tidak mudah beradaptasi. Dengan kakaknya saja begitu apalagi dengan orang lain. Entah mengapa dengan Aria, Tara bisa cepat menyesuaikan diri. Yang sama dengan Ibu Natakusumah dan Ario. Tara sendiri tak paham dengan kondisi itu. Baginya, keluarga itu menerimanya dengan tangan terbuka tidak mempermasalahkan latar belakangnya bahkan mengusahakan kelanjutan studinya. Bahkan saat ini ia malah sudah berstatus kekasih Aria.

"Jadi benar ya kamu akan menikah dengan dia?" Sekali lagi Yoga bertanya pada Tara. Yang ditanya semakin bingung untuk menjawab.

Tara menghela napas. Agar tidak menjadi pusat perhatian orang yang berada di tempat itu, Tara meminta Yoga duduk dan akan menjelaskan semua padanya. Kondisi ini membuatnya malu pada Aria. Mereka baru jadian malah sudah dihadapkan situasi seperti ini.

Kabut Berarak (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang