Berharap belum pada tidur ya.
Oke, sebelum mengakhiri hari Sabtu, baca part ini dulu.
Happy reading.
Semenjak berstatus menjadi pasangan kekasih, Aria tak pernah alpa melakukan kebiasaan pagi yang sudah menjadi rutinitasnya, mencium kening atau pipi Tara kala mereka bertemu di ruang makan untuk sarapan. Sesekali Aria melabuhkan kecupan di bibir yang selalu nampak merekah. Rutinitas yang sama saat mereka akan masuk kamar masing-masing untuk beristirahat. Semua kegiatan rutin tersebut dilalui Aria dengan rasa bahagia yang selalu membuncah saat melakukannya. Tak pernah terbesit sekalipun dia dapat mencapai tahapan ini dalam hidupnya. Saat bersama Finola saja Aria belum sepenuhnya merasa memiliki gadis itu. Ada saja yang membuat hatinya meragu saat bersamanya. Dan puncaknya melihat adegan menjijikkan Finola dan Ario di apartmentnya. Entah apa yang merasuki dua makhluk itu sehingga nekat berbuat asusila di tempatnya. Peristiwa itu pula yang hampir saja membawanya kehilangan semua hal yang susah payah bisa dicapainya. Saat ini, setelah menemukan kembali orang yang mampu menerbitkan asa, Aria berjanji akan mempertaruhkan segalanya, bahkan nyawanya sekalipun. Tak peduli jika dia harus melalui luka yang perih, masa yang sulit demi mempertahankan orang yang dicintainya.
Tara sudah bergerak seperti biasanya menjelang siang itu di ruang tengah dan dapur. Setelah sarapan dia membereskan meja makan kemudian berkutat dengan mesin cuci. Lembar pakaian yang masuk mesin cuci tak banyak jadi kegiatan di area itu bisa disambinya dengan kegiatan mempersiapkan makan siang. Beberapa bahan makan sudah ia pilah-pilah untuk makan siang dan makan malam. Sementara Aria, setelah tadi membantu Tara bersih-bersih ia ke ruang kerja dan sesekali keluar menghampiri Tara, memberinya kejutan dengan pelukan dan ciuman. Hari ini mereka full di apartment sembari menunggu kedatangan Ibu Natakusumah yang infonya sore nanti akan menemui Aria dan Tara untuk membicarakan persiapan pernikahan. Menikah? Sekali lagi, Tara tersentak jika mengingat hal tersebut. Sepertinya roda kehidupan begitu cepat berputar tahu-tahu dia sudah sampai pada tahapan yang tak pernah terlintas dalam benaknya bisa dicapainya secepat ini.
Tinggal bersama Aria memberi ruang bagi Tara untuk berekspektasi seluas-luasnya. Aria mengingatkan Tara akan kedua orang tuanya yang senantiasa memberinya support, melindunginya dari hal-hal yang akan membuatnya terjatuh dan membuka semua peluang yang bisa dimasukinya. Tak putus Tara bersyukur pada Tuhan telah dipertemukan dengan Aria. Mungkin tak ada lagi pria yang bisa menyamai Aria. Namun, terkadang Tara berpikir, bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya jika Aria tidak bersamanya lagi? Mungkin saja akan ada masanya mereka terpisah oleh jarak dan waktu. Walau itu masih sebatas pemikiran yang sekilas melintas di kepala, Tara tidak bisa mengabaikan.
"Tara, Sayang, sudah selesai nggak sih beres-beresnya? Jangan lama-lama, sepertinya aku nggak bisa jauh-jauh dari kamu deh." Kembali Aria menghampiri Tara yang sedang sibuk menata hasil olahan masakannya di atas meja makan. Hampir mabok Tara mendengar ucapan Aria. Sudah mirip perangko aja yang maunya nempel melulu.
"Sudah selesai kok. Tapi Tara mau mandi dulu, gerah nih Pamas." Aria mendengkus. Dari tadi Tara sibuk melulu di dapur dan tidak memperhatikan dirinya. Mendadak Aria cemburu dengan peralatan yang ada di dapur yang selalu mendapat perhatian Tara.
"Ya sudah, cepetan, aku tunggu di ruang baca ya." Kenapa jadi tidak sabaran begini sih? Aria mengeluh tindakannya yang tak bisa jauh dari Tara. Dia sepertinya lupa, jika mulai minggu depan Tara akan menghabiskan sebagian besar hari Sabtu dan Minggunya di kampus.
Tara mengayunkan langkahnya dengan cepat memasuki kamar yang tak jauh dari ruang makan. Selain gerah karena bergerak ke sana kemari tadi, dia juga gerah dengan ulah Aria. Kadang Tara dibuat tidak berkutik jika Aria memeluknya, menghujani pipinya dengan ciuman. Belum lagi sesekali bibir Aria mengulum bibirnya penuh hasrat. Tindakan seperti itu, mereka harus bisa meredamnya dengan kuat agar tidak berlebihan. Sesampai di kamar Tara menghela napas lega. Gila, dia juga bisa lepas kendali kalau setiap saat harus menerima perlakuan Aria seperti tadi. Tara menepuk kepalanya agar tidak berpikir terlalu jauh. Setelah menaruh seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya ke dalam keranjang pakaian kotor, buru-buru Tara melesat ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya di bawah shower. Kalau dia saja bisa saja lepas kendali, bagaimana dengan Aria? Pria yang sudah menjadi kekasihnya itu pastilah merasakan hal yang lebih parah dari Tara. Meredam hasrat yang akan meluap tentunya membutuhkan tenaga ekstra. Tetapi mau bagaimana lagi, mereka belum punya status resmi sebagai pasangan yang boleh melakukan tindakan lain selain pelukan dan ciuman. Beberapa kali Tara mendapati Aria menyeret langkahnya, setengah berlari menuju kamar setelah selesai mencium Tara dengan menggebu-gebu ketika pria itu balik dari kantor. Dan tentu saja tindakan Aria tersebut menyisakan tanya pada Tara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kabut Berarak (complete)
RomancePutus kuliah di saat beberapa semester lagi ia akan meraih gelar sarjana Arsitekturnya, membuat Tara mengubur semua impiannya. Kehidupannya hancur setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Satu per satu peninggalan orang tuanya habis d...