Jika Vero senang melihat perubahan pada Aria, demikian juga dengan Aria, ia merasa adrenalinnya selalu bergolak ketika bersama Tara. Dulu ia sering merasa hampa dan berakhir dengan minum di apartmentnya seorang diri. Kadang jika tidak bisa tidur, ia sampai harus membantunya dengan obat. Tetapi sejak tiga bulan lebih bersama Tara, ia sudah bisa tidur tanpa bantuan obat lagi. Minum beralkohol pun sudah ia tinggalkan. Hidupnya seperti kembali seperti semula, setelah hampir lima tahun ia merasa seperti berada di dunia lain. Ia memang sibuk dengan pekerjaan, salah satu caranya melarikan diri, tetapi kala ia kembali ke apartmentnya, kejadian lima tahun itu selalu membelenggunya. Kehadiran Tara secara perlahan mulai mengubah perilakunya.
Hari Sabtu yang cerah ini, setelah mereka sarapan, Tara mulai bersih-bersih kemudian mencuci. Setelah rutinas itu, Tara akan ke swalayan untuk belanja bulanan. Setiap awal bulan, Tara mengecek beberapa persediaan di dapur juga peralatan kebersihan, kain pel, pengharum lantai dan ruangan, keset dan lainnya. Aria keluar cerewetnya jika warna keset mulai pudar. Kadang Tara merasa sayang saja jika keset yang masih terlihat bagus tapi sudah minta diganti. Tapi ya sudahlah, yang punya apartment maunya begitu jadi Tara ikut saja.
Tara sudah bersiap menuju pintu keluar ketika Aria keluar dari kamar. Ia hanya memandangi Tara sebentar lalu menuju ke meja makan mengambil air minum. Dari penglihatan Tara, Aria sepertinya baru selesai mandi. Rambutnya masih sedikit basah. Aria hanya mengenakan kaos polos warna putih dan jeans. Jika berpakaian kasual begitu Aria kelihatan jauh lebih muda dari usianya.
"Pak, saya ke swalayan dulu ya?" pamitnya.
"Saya juga mau keluar, ntar barengan aja."
"Bapak mau ke mana?"
"Temanin kamu-lah ke swalayan," jawab Aria dengan santainya. Dia sudah berada di dekat Tara.
"Duh..., nggak usah ya Pak. Saya biasanya lama, ntar Bapak bosan nunggunya." Sungguh Tara tak enak jika Aria harus ikut menemaninya ke swalayan.
"Lha, emang kenapa? Kamu malu kalau saya ikut ke swalayan?"
"Bukan gitu Pak. Tapi masa sih Bapak temanin saya belanja urusan dapur? Apa Bapak nggak risih?" Bukan malu, tapi Aria kan bosnya.
"Tara, waktu saya kuliah di luar negeri, saya sering lho ke swalayan, trus saya bisa masak juga. Hal ginian tuh biasa aja." Tara tahu, Aria tipe pria yang tidak ragu untuk membuat sendiri minumannya, juga kadang membantunya bersih-bersih, tetapi ke swalayan?
"Udah, nggak usah protes. Yuk...!" Aria menarik tangan Tara keluar dari pintu apartment mereka. Tangan Tara baru ia lepaskan setelah tiba di mobil.
"Kamu biasanya ke swalayan mana?" tanya Aria setelah mereka meluncur di jalanan yang pagi itu tidak begitu padat. Maklumlah hari Sabtu, jadi jalanan sedikit berkurang dengan kendaraan para pekerja kantoran.
"Yang di Senayan Pak," ucap Tara yang menyebutkan salah satu swalayan luar yang berada di kawasan Senayan. Lokasi itu tidak jauh dari apartment mereka yang berada di kawasan Pakubuwono.
"Oke."
"Harus banget ya Pak ikut ke swalayan?" Tara masih bingung aja, jadi memastikan tujuan Aria yang sebenarnya. Baiknya kan Aria pergi ke tempat gym atau keluar bersama teman-temannya, hang out mumpung weekend. Bukannya malah belanja kebutuhan dapur. Tara harap, Ibu Natakusumah tidak marah jika tahu putranya ikut menemaninya ke swalayan.
"Harus banget gitu dibahas?" Aria balik bertanya, Tara terdiam. Ya sudah, tidak ada maanfaatnya berdebat dengan Aria, karena Tara sudah tahu hasil scoringnya.
Mereka sudah masuk kawasan Ratu Plaza. Setelah parkir, berdua lalu turun ke lantai basement. Tara mengambil trolley dan mulai menyusuri rak mencari kebutuhan mereka. Saat masuk tadi, Security yang memeriksa tote bag Tara agak lama memperhatikan Aria yang berada di sampingnya. Tara tahu, pasti Security itu heran melihat sosok pria seperti Aria yang mau datang ke tempat seperti ini. Dan Tara juga sadar diri, tampilan mereka pastinya sangat jauh berbeda. Yang satu tampilannya sudah bisa diduga jika ia majikan, satunya lagi seperti asisten rumah tangga tentu saja. Beberapa orang yang juga sedang berada di tempat yang sama, sering melirik ke arah mereka dan membuat Tara semakin insecure.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kabut Berarak (complete)
RomancePutus kuliah di saat beberapa semester lagi ia akan meraih gelar sarjana Arsitekturnya, membuat Tara mengubur semua impiannya. Kehidupannya hancur setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Satu per satu peninggalan orang tuanya habis d...