Intermezzo : Artimu Bagiku

18.4K 761 40
                                    

Halloooo....

Masih pada sehat pastinya ya.

Yang kemarin belum puas dengan endingnya,

aku berikan ini aja sebagai penutup ya.

Jangan nagih-nagih lagi, pusing aku tuh.

Hehehe....

Selamat membaca.






"Tara, badan aku sudah nggak enak banget ini. Di lap aja ya?" Karena belum bisa mandi, Aria minta badannya di lap saja. Aria sudah dipindahkan ke ruang perawatan setelah dua minggu berada di ruang ICU. Walau Aria mengalami serangan jantung yang berat kali ini, bahkan nyaris kehilangan nyawanya, tetapi proses pemulihannya malah lebih cepat dari yang pernah ia rasakan lima tahun lalu. Sebenarnya, memasuki minggu kedua di ruang ICU, Aria merasa kondisinya sudah lumayan membaik dan minta dipindahkan saja ke ruang perawatan. Namun, dokter belum mengizinkan. Permintaan Aria ingin cepat-cepat pindah ke ruang perawatan yang sudah dibooking kantor sejak ia masuk, agar Tara lebih leluasa bergerak dan bisa beristirahat setelah balik dari kampus. Akhirnya, ia bisa melihat kekasihnya itu kembali mengejar cita-citanya. Mungkin ini juga yang mempercepat proses pemulihannya.

Setelah dipindahkan ke ruang perawatan hanya Tara yang boleh membersihkan tubuhnya. Aria sama sekali tidak mengizinkan orang lain, sekalipun perawat yang memang bertugas untuk itu. Semenjak Aria dipindahkan ke ruang tersebut, dia tidak mau ditinggal Tara barang semenit pun, kecuali ke kampus atau ke apartment mengambil perlengkapan Aria. Tara kembali ke apartment hanya untuk mengambil pakaian, bersih-bersih sebentar dan kembali ke rumah sakit. Semua kebutuhan kuliahnya juga berpindah ke ruang rawat inap Aria. Sampai menginap bahkan, karena ruang perawatan Aria kelas executive suite yang full fasilitas. Merepotkan, tetapi Tara menjalaninya tanpa rasa keberatan sama sekali. Menghadapi sikap manja Aria, ia juga biasa-biasa saja. Bahkan permintaan receh semacam menggaruk punggungnya yang gatal juga dikerjakan Tara dengan senang hati.

Awal-awal pindah ke ruang perawatan, Aria suka gelisah. Tiba-tiba terbangun tengah malam dan susah tertidur lagi. Kadang merengek minta Tara memeluknya sampai tertidur. Mungkin obat-obatan yang dikonsumsi berpengaruh pada metabolisme tubuhnya. Tara tidak mengeluh sama sekali. Ia sudah berjanji pada dirinya akan menemani Aria apa pun kondisinya.

"Saya siapkan dulu." Tara mengambil wadah dari stainless steel berbentuk bulat seperti baskom yang memang sudah tersedia di meja, berada di samping tempat tidur, mengisinya dengan air hangat di wastafel dan mengambil handuk kecil putih di kabinet. Setelah kembali ke sisi pembaringan, Aria sudah duduk dan bersiap membersihkan diri. Tanpa diminta, Tara menyuruh Aria mengangkat kedua tanggannya dan meloloskan kaos dari tubuhnya. Pakain kotor Aria, ia masukkan ke kantong khusus untuk nanti ia cuci ketika balik ke apartment. Tubuh yang pernah Tara lihat di kamar dulu dan membuatnya menjerit kini terpampang di depannya. Bobot tubuh Aria turun sejak dirawat. Namun, di mata Tara tak ada pengaruhnya karena tetap saja melihat bagian atas Aria yang polos, membuatnya sulit bernapas. Tangannya mengambil handuk kecil yang sudah basah, meremasnya hingga tak ada lagi air yang menetes, kemudian mulai mengelap badan Aria dengan pelan. Mata Aria memperhatikan setiap gerakan Tara dengan senyum penuh arti. Sepertinya tak ada lagi rasa canggung pada diri gadis mudanya itu. Sebaliknya, Aria juga sama sekali tidak merasa risih buka-bukaan di depan Tara. Terselip rasa bersalah di hatinya telah merepotkan kekasihnya itu.

"Kalau yang bawah gimana, Sayang?" tanya Aria setelah tubuh bagian atasnya selesai dibersihkan Tara. Baru juga merasa sehat, sudah mulai menggoda dia. Bukan memanfaatkan kesempatan, tetapi tubuh bagian bawahnya juga butuh dibersihkan. Mata Tara membulat sempurna namun, tidak berkomentar. Tangannya masih merapikan kaos yang kini sudah melekat di tubuh bagian atas Aria.

Kabut Berarak (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang