Kabut Berarak #6

18.8K 1.5K 27
                                    

Pagi itu, Aria kembali lagi ke apartment dengan tergesa-gesa. Ia masuk ke kamar, kemudian keluar dengan travel bag di tangan dan ransel yang sering di bawanya jika ke kantor. 

"Ra, hari ini saya mendadak mau keluar kota. Kalau ada apa-apa, dan susah untuk hubungi saya karena mungkin di sana saya akan sibuk banget, kamu putuskan saja sendiri ya. Pokoknya, semua saya serahkan ke kamu. Oh, ya, duit belanja atau ada yang kamu perlukan, kamu ambil aja di atas meja kerja saya. Sudah ya, saya pergi dulu. Kamu hati-hati."

Pintu di tutup. Tara melongo. Keluar kota? Kotanya saja Aria nggak sebutin tadi, saking buru-burunya. Dering telepon menyentakkan Tara yang masih memikirkan kepergian Aria. Walaupun sudah jamannya telepon genggam, tetapi di apartment ini masih tersedia jaringan telepon kabel dan Aria tetap memanfaatkannya untuk urusan pekerjaan atau lainnya.

"Hallo, selamat pagi!" sapa Tara.

"Selamat pagi! Bisa bicara dengan Pak Aria?" terdengar suara pria di seberang sana. Nadanya bicaranya sepertinya menyiratkan jika yang akan dibicarakannya adalah hal sangat penting.

"Pak Aria baru saja pergi, Pak. Infonya akan keluar kota. Maaf, dengan siapa ya Pak?"

"Saya, Indra, dari kantornya Pak Aria."

"Apa Pak Aria nggak info sebelumnya ya Pak, akan keluar kota?"

"Beberapa hari yang lalu sih sudah info, tapi saya lupa menanyakan waktunya. Tahunya hari ini berangkatnya. Bagaimana ya? Apa Pak Aria ada titip pesan?"

"Nggak ada Pak. Beliau nggak titip pesan apa-apa ke saya sebelum berangkat tadi."

"Aduhh, bagaimana ini?" terdengar nada gusar. Tara hanya diam mendengarkan.

"Begini, ada konsep desain yang sedang dikerjakan Pak Aria dan hari ini harus diperlihatkan ke klien kami. Boleh tolong cek di kamar beliau, kalau ada tolong di bawa ke mari. Apa Anda bisa?"

"Bisa Pak, ntar saya cek di kamar kerjanya," jawab Tara. Terdengar hembusan lega di ujung telepon.

Setelah menutup telepon, Tara ke kamar kerja Aria. Di meja ada sketsa sebuah gedung yang masih belum selesai. Ada tiga sketsa dengan desain yang berbeda. Mungkin sketsa ini yang dimaksud, pikir Tara. Sketsa-sketsa  tadi dimasukkannya ke map biru, kemudian Tara mengganti pakaian dan pergi ke kantor Aria. Walaupun Tara belum pernah ke sana, ia tahu alamatnya dari kartu nama Aria. Sepertinya gedung kantor Aria tidak akan sulit ia temui, karena berada di jalan utama Jakarta Pusat.

"Selamat pagi. Mau bertemu dengan siapa Mba?"

Receptionist menyambut Tara saat tiba di Lobby.  

"Selamat pagi. Saya mau bertemu dengan Pak Indra."

"Silahkan di isi dulu di sini, kemudian saya minta KTPnya ya."

Setelah menukar ID, Tara diberikan access card untuk ke lantai 12, tempat Pak Indra. Tiba di lantai 12, Tara disambut seorang wanita cantik, sekretaris Pak Indra.

"Bisa bertemu pak Indra?" tanya Tara

"Mba dari mana? Apa sudah janji untuk bertemu Beliau?" 

"Saya bekerja di rumah pak Aria dan Pak Indra meminta saya membawa sketsa ini." Tara menunjukkan dokumen yang di bawanya.

"Oh, mari silahkan!"

Wanita itu mengantar Tara hingga ke depan pintu ruang Indra. Setelah di ketuk dan terdengar sahutan dari dalam, Tara kemudian masuk.

"Waduh, konsepnya belum selesai ya? Padahal harus diserahkan ke klien kami siang ini, " ucap Pak Indra setelah melihat sketsa yang di bawa Tara. Keningnya mengkerut. Bisa gawat jika project ini gagal hanya karena konsep desain yang mereka siapkan belum diselesaikan.

Kabut Berarak (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang