🌷Satu. Gabriela Chantika.🌷

139 7 2
                                    

"Mariaaa...Maria.... Tunggu, aku akan jelaskan semua. Riana bukan siapa-siapa ku, dia hanya orang yang baru saja aku tolong. Kamu salah lihat, ayolah percaya padaku." Maria melepaskan tangan Riko yang hendak menariknya berhenti.

"Stop Riko!!! Stop!! Kamu pikir aku nggak liat gimana kamu peluk dia dengan hangat dan memberi kecupan di pipinya?? Kalo dia memang orang yang baru kamu kenal, nggak mungkin kamu tau nama dia!" Maria menggeleng tegas,air mata sudah mengalir di pipi wanita itu. Pacarnya sungguh tidak pandai mencari alasan.

"Mari...." Layar tv yang tadi menampilkan drama romantis kini sudah diganti dengan layar hitam karena pemiliknya sudah mematikan tv.

"Lebay.... Flim apasih?" Keluh gadis itu dengan gelengan.

Gabriela Chantika, gadis yang kini beralih pada handphonenya mengabaikan tugas yang harus dia kerjakan karena besok akan dikumpul. Bodo amat, pikir gadis itu.

Chantika, gadis itu sering dipanggil Tika. Tidak Gabriela, Gabby, Ela dan juga Chanti. Yaps, sepertinya orang-orang lebih suka dengan nama itu walaupun terdengar kampungan. Chantika  juga merasa seperti itu, tapi yasudah lah.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam tapi Bundanya sama sekali belum pulang. Kenapa? Hahaha.. semua pasti sudah tahu apa alasannya. Bundanya itu pasti sedang merawat kakak penyakitan nya itu. Samuel. Cowok itu sudah mengubah segalanya sejak dua tahun lalu. Orangtuanya yang kini semakin jauh dengannya, kakak perempuannya yang sudah tidak tinggal dirumah lagi. Itu semua karna Samuel dan Chantika benci akan hal itu.

Chantika yang sibuk menscroll instagramnya menoleh pada pintu yang terbuka. Ternyata Bundanya sudah pulang dan pasti ayahnya yang berganti menjaga Samuel di Rumah Sakit.

Jesika membuka pintu rumahnya dengan pelan. Jam sudah menunjukkan jam 10 malam. David menyuruhnya untuk istirahat dirumah. Putra mereka akan sadar besok pagi karna Dr. Bima menyuntikkan obat tidur pada putranya.

Jesika masuk dengan langkah pelan dia tidak ingin menganggu putrinya yang mungkin sedang tidur.

Namun yang dia bayangkan musnah saat melihat putri bungsunya sedang duduk di ruang tamu dengan handphone ditangan.

"Belum tidur?"

Chantika yang sedari tadi menatap Bundanya yang berjalan mendekatinya menjawab. "Belum,Bunda nggak liat?" Tanya gadis itu cuek.

Jesika menggeleng pelan lalu duduk disamping putrinya. "Ko belum tidur? Ini udah jam berapa. Besok kamu sekolah lho " peringat Jesika dengan suara lembut

Chantika nyengir, dan memeluk erat Bundanya. "Kangen Bunda." Hal ini jarang mereka lakukan karna Bundanya sangat sibuk dengan pekerjaan dan abangnya yang terus sakit-sakitan.

"Kamu kenapa nggak perhatiin abang sih Tik? Kamu tau kan kalo abang punya penyakit parah?" Tanya Jesika masih dengan posisi memeluk anaknya.

Chantika mendengus, baru bertemu setelah tiga hari kenapa Jesika malah menanyakan Samuel? Kenapa tidak dirinya? Chantika bahkan menantikan Bundanya menanyakan dirinya sudah makan atau tidak.

"Abang udah besar, Bun. Nggak harusnya aku jaga-jaga. Seharusnya abang yang jaga aku." Jawab Chantika sinis.

"Tika!" Tekan Jesika. Tidak suka dengan jawaban Chantika. "Abang kamu lagi sakit!"

Chantika melepas pelukan, menatap Bundanya dengan tatapan tidak suka. Tidak suka dengan bahasan ini!

"Aku tau Bun! Abang juga tau kalo dia sakit! Seharusnya abang jaga diri sendiri. Dia seharusnya tau batas kemampuan dia. Abang sendiri yang nyakitin dirinya sendiri. Tika nggak perlu repot-repot buat perhatiin atau bahkan perhatian sama abang!"

"Tika!!!" Ujar Jesika kini lebih tegas, bahkan wanita itu kini berdiri. Ditatapnya putrinya dengan tatapan super tajam.

"Apa!? Bunda mau marah sama aku?"

"Kamu seharusnya jaga bicara kamu!"

"Kenapa sih Bun?! Kenapa harus abang yang nguasain perhatian dan kasih sayang Bunda? Bukan cuman abang doang anak Bunda, ada aku ada Kak Claire juga! Aku tau kalo abang punya penyakit parah, tapi seharusnya Bunda tau buat bagi perhatian Bunda sama aku!" Chantika meluapkan emosinya, sudah sangat muak dengan drama penyakit abangnya.

Jesika terdiam, kenapa Chantika selalu mempermasalahkannya?

"Abang butuh perhatian lebih banyak"

"Iyah aku tau, tapi Bunda nggak pernah tuh perhatian sama aku. Bunda bahkan nggak pernah nanya aku udah makan atau belum"

"Kamu bukan anak kecil lagi. Nggak haruskan Bunda nyuruh makan baru kamu makan."

"Aku kecewa sama Bunda." Nada suara Chantika menelan, menahan sesak dalam dadanya.

"Iya, aku tau kalau aku bukan anak kecil lagi. Tapi abang? Bunda selalu tanya apa abang udah makan apa belum, udah ngerjain tugas kuliah apa belum. Bahkan Bunda selalu ke kamar abang buat pastiin abang udah tidur, pastiin abang pakai selimut apa enggak."

"Udah jelas banget kalau abang anak emasnya Bunda, sedangkan aku nggak dianggap apa-apa."

"Nggak gitu, Bunda sayang kam__"

"Asal Bunda tau, aku selalu doain supaya Tuhan ambil nyawa abang aja."

Plak..

Suara tamparan terdengar memenuhi ruang tengah ini. Wajah Chantika bahkan terhuyung kebelakang karna tamparan Jesika yang bisa dibilang keras.

Chantika dibuat mematung ditempatnya, tidak menyangka kalau Jesika mampu melakukannya. Sudah jelaskan kalau keberadaan Chantika di hidup mereka adalah kesalahan?

"Pantes aja Kak Claire nggak pulang, kalau pun kakak pulang, kakak nggak akan pernah dapet perhatian dari kalian." Ujar Chantika susah payah, dadanya sangat sakit. Helaan nafas gadis itu memberat. Pelupuk matanya sudah dipenuhi oleh air mata yang ingin keluar.

Jesika menatap tangan kanannya, tangan yang ia gunakan untuk menampar pipi putrinya. Jesika menggeleng, wanita itu duduk disamping sang putri yang kini ingin berdiri.

"Maafin Bunda, Bunda nggak sengaja." Ucap Jesika dengan nada ketakutan.

Chantika tidak menyahut, di ambilnya handphone yang tergeletak diatas meja dan berjalan menjauh dari sang Bunda. Gadis itu menaiki anak tangga.

Tika menyentuh bekas tamparan Jesika, panas. Pipinya panas karna tamparan Jesika yang keras dan baru kali ini dia rasakan.

"Bunda.... Sakit..."

✨✨✨

AtlanTika or AntarTikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang