🌷 Sepuluh. Dorong Motor🌷

30 3 0
                                    

Untuk pertama kalinya Chantika merasa was-was bukan karena nilai yang takutnya turun walaupun itu turun satu angka. Tapi sekarang rasa was-was Chantika melebihi itu semua, bagaimana tangannya mendekap erat Atlan yang fokus membawa mereka menjauh dari mobil Avanza yang masih saja setia di belakang mereka.

Sesekali mata gadis itu di tutup erat untuk menahan rasa perih karna debu masuk ke matanya. Sekitar 10 menit lebih motor itu melaju kencang dan Chantika masih tidak tau kemana mereka pergi,rasanya mustahil untuk menghindar. Juga tidak mungkin untuk menyerah.

"Astaga...." Kaget Chantika saat merasakan kalau jalanan yang sekarang mereka lalui rusak, bodoh karna sedari tadi Chantika hanya menutup mata karna takut-takut saat dia membuka mata sudah menemui ajal.

"Ini dimana??" Tanya Chantika sembari melirik kebelakang dan tidak menemukan mobil yang mereka hindari itu.

Yang gadis itu lihat juga sawah dan jalan setapak yang sama sekali jauh dari kata layak, banyak batu kerikil dann becekkkkkkk.

Mengabaikan pertanyaan dari Chantika, motor yang dikendarai oleh Atlan malah mati membuat Chantika over thinking. "Motor lo kenapa?" Tanya Chantika lagi, dan masih saja di abaikan. Sok dingin!

"Turun Tik." Perintah Atlan dengan nada suara rendah.

"Ha?" Heran Chantika dengan mulut terbuka yang tidak dilihat Atlan. "Kok turun?"

"Bensinya habis." Jawab Atlan tanpa perasaan, yang benar saja. Jadi bagaimana nasib mereka sekarang?

Ayolah,ini di tempat yang tidak diketahui oleh Chantika. Jakarta mana yang masih ada sawah dengan jalanan rusak seperti ini?

"Turun,jangan diem. Motornya mau gue dorong." Perintah Atlan yang akhirnya Chantika turuti. Dengan hati-hati gadis itu turun sembari memperhatikan jalan mana yang masih layak untuk ditapaki supaya sepatutnya tidak kotor, namun melihat jalan ini sepertinya akan susah mencari setitik jalan yang bagus.

Setelah Chantika turun barulah Atlan juga turun dan mulai mendorong motornya. Chantika dibuat melongo karna Atlan sama sekali tidak menghiraukan sepatunya, cowok itu menapaki jalan becek yang juga berlubang itu.

Chantika mengangkat bahunya,toh yang kotor sepatu cowok itu kenapa dirinya pusing.

Baru dua menit tapi rasanya dua jam, Atlan mendorong motor seperti mendorong rumah. Berat...

"Dorong motornya lebih cepetan dikit nggak bisa? Kita sampe pom bensin nya jam berapa?"keluh Chantika sembari memperhatikan lebih baik jalanan yang tidak terlalu parah.

Atlan mendecak,siapa juga yang ingin hal ini terjadi. "Lo pikir ini motor ringan ha? Ditambah jalanan kayak gini ya susah. Katanya lo pinter tapi paham situasi aja nggak." Cerocos lelaki itu, Atlan sudah rela sepatu mahalnya terkena lumpur. Jadi dia mohon supaya Chantika tidak menambah masalah.

Gadis itu ikut mendecak, apalagi saat melihat ujung sepatunya terkena lumpur.

Sinar matahari siang, ditambah keberadaan mereka tepat dibawah sinar matahari sungguh membuat kedua ingin mati saja rasanya. Chantika gerah, badannya juga sudah terasa lengket, ditambah puncak kepala gadis itu yang terasa panas dan berat.

Setelah sepuluh menit mendorong motor, salah seorang petani yang menggunakan topi caping (topi berbentuk kerucut yang terbuat dari anyaman bambu) dan cangkul ditangan menghampiri Atlan dan Chantika dengan tatapan heran. "Mas sama mbaknya mau kemana?" Tanya sang petani dengan lembut.

Atlan berhenti mendorong motor, lelaki itu memasang standar motornya lalu menggerakkan tangannya yang terasa pegal. "Kita nyasar Pak, motor saya juga habis bensin. Pom bensin deket sini ada nggak ya Pak?" Tanya Atlan sesopan mungkin.

AtlanTika or AntarTikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang