"Toilet cowok disana, bukan disini!" Tunjuk Chantika pada bangunan bercat putih yang jaraknya sekitar tiga meter dari mereka.
Cowok yang diberitahu oleh Chantika hanya menatap dengan wajah datar. "Lo denger nggak sih?! Sana pergi... Gue mau masuk." Usir Chantika dengan raut wajah kesal.
"Masuk yah masuk aja, ngapain ngusir gue. Toh gue nggak akan ngintipin lo juga." Balas cowok dengan dagu diangkat tinggi.
"Nggak paham yah gue sama lo." Ujar Chantika dengan gelengan tak percaya. "Lo nunggu siapa didalam ha? Nggak puas sama Gisel? Masih belom cukup? Atau mau nambah lagi? Bejat banget sih lo jadi cowok." Chantika berujar dengan santai, mencoba menetralkan perasaannya supaya cowok yang ada didepannya ini tidak menganggap remeh dirinya.
Cowok itu Antar dan dia hanya menatap Chantika yang merepet tidak henti itu. Lalu setelah gadis itu diam, barulah Antar bereaksi. Cowok itu mencondongkan tubuhnya kedepan, menatap penuh pada dua bola mata Chantika yang juga menatapnya.
"Selama gue masih hidup,gue nggak puas. Atau lo mau jadi selanjutnya?" Tanya Antar dengan nada suara datar tapi penuh tekanan.
Chantika tersenyum simpul,cewek itu melipat kedua tangannya lalu mendorong tubuh Antar untuk mundur. "Jangan harap... Gue nggak sehaus itu untuk mau jadi korban lo. Satu hal yang gue sayangkan dari lo, lo nggak punya rasa empati sama wanita. Inget, lo di lahirkan dari rahim wanita bukan monyet. Seenggaknya lo beradab dikit." Ucapan pedas itu mengusik Antar, gadis ini sudah cukup lantam berbicara padanya. Antar tidak suka dan tidak terima dirinya dihina begitu halus oleh Chantika, gadis yang sudah dia kenal dari kelas satu itu.
Antar menggeleng pelan,cowok itu memijat pelipisnya yang terasa pusing. "Gue kenal lo,gue tau lo cewek pinter yang selalu bawa piala kalo ikut olimpiade. Gue sama sekali nggak tertarik sama lo walaupun lo cantik, gue hanya tertarik sama cewek bodoh yang pikirannya terlalu dangkal yang bisa di bayar dengan rayuan cowok. Tapi sekarang gue mulai menyukai mulut lo itu,apa mulut itu masih bisa bicara kalo lo udah terjebak sama gue." Antar bukan tipe cowok yang bicara banyak, karna hanya dengan diam saja dia bisa menggaet puluhan wanita. Tapi sekarang dia malah mengucap puluhan kata untuk mengultimatum gadis yang membuat Antar terusik.
"Gue cukup tersanjung karna lo kenal gue, bahkan lo muji gue." Ujar Chantika dengan senyum manis yang dibuat-buat. "Tapi sayang gue nggak tertarik sama lo,bahkan sama satu helai pun rambut lo. Menjijikkan."
Antar tertawa pelan merespon ucapan Chantika yang sudah melewati batas. "Gue nggak perlu banyak bicara sama lo,kita lihat aja Gabriela Chantika." Ujar Antar lalu pergi meninggalkan Chantika yang menatap punggung Antar dengan kesal.
"Seumur-umur gue nggak pernah ngomong sekasar itu sama orang, lo emang bikin emosi Ntar." Ujar Chantika tak habis pikir.
✨✨✨
Chantika membuka pintu bercat coklat itu dengan pelan, pelajaran hari ini cukup membuat gadis itu lelah apalagi ditambah dengan Antar yang menguras emosinya.
Setelah masuk ke rumah, gadis itu langsung mendapati abangnya yang sedang menonton televisi. Udah pulang dari Rumah Sakit, pikir Chantika saat melihat abangnya itu.
"Udah pulang?" Tanya Samuel dengan senyum penuh kasih pada adiknya itu.
"Kalo udah dirumah berarti udah pulang." Balas Chantika tanpa menatap abangnya itu.
Wajah Samuel yang tadi sumringah langsung berubah datar mendengar jawaban super cuek adiknya dan Samuel tau apa penyebabnya.
"Maafin abang yah." Ujar Samuel mendekat pada Chantika yang berdiri tegap.
Chantika tidak membalas,gadis itu hanya diam. "Abang udah bikin kamu susah, abang udah bikin kamu menderita. Maafin abang." Samuel berujar tulus, cowok itu merasa bersalah karena sudah membuat adiknya menderita karena penyakitnya.
"Jangan benci abang Tik, kamu adik yang paling abang sayang."
Chantika langsung menoleh pada Samuel yang menatapnya pilu. "Sayangnya aku udah benci sama abang, abang udah bikin semuanya berubah. Bunda sama Ayah udah nggak pernah perhatian lagi sama aku,semua sama abang. Bahkan Bunda nampar aku karna abang!!! Nggak salah kan kalo aku benci sama abang!" Chantika tidak lagi bisa menahan emosinya, ucapan itu dikatakan Chantika dengan rasa sakit di hati. Tamparan Jesika dua hari lalu masih menjadi bekas paling menyakitkan yang pernah gadis itu rasakan.
Samuel menggeleng tidak percaya,cowok itu sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Bundanya akan menampar Chantika karna dirinya.
"Aku pengin kayak dulu,pengin abang sehat, pengen bisa main bebas sama abang. Aku sayang sama abang, tapi semua udah beda sekarang. Abang udah jadi prioritas Bunda, nggak aku. Kalo abang nggak bisa sembuh, jangan pernah coba buat deket sama aku. Karna ngeliat Bunda sama abang bikin hati aku makin sakit,aku ngerasa kalo aku bukan siapa-siapa disini." Chantika mencoba menetralkan degup jantungnya yang berpacu cukup cepat, gadis itu bahkan berusaha supaya air matanya tidak tumpah. Kalau kalian pernah merasakan menahan tangis, pasti kalian tau betapa sakitnya hal itu.
Gadis itu langsung melangkah pergi meninggalkan Samuel yang semakin merasa bersalah. Penyakitnya menghancurkan semua.
"Kalo gue udah nggak bisa sembuh, gue mati aja Tuhan... Jangan bikin adik gue makin menderita."
✨✨✨
"Gimana hari pertama sekolahnya?" Wanita paruh baya yang sedang membaca koran bertanya sambil mengelus rambut anaknya yang tiduran dipangkuannya begitu masuk kekamar wanita itu.
"Nggak gimana." Jawab cowok itu yang ikut membaca koran yang Bundanya pegang.
"Lho kok gitu?" Tanya Sahira heran dan menutup koran itu dan diletakkan diatas meja yang ada disamping tempat duduknya.
"Apa?" Tanya cowok itu sama herannya.
Sahira mendegus pelan. "Atlan,Bunda nanyanya serius kok jawabnya gitu." Eluh Sahira dengan wajah masam.
Atlan merubah posisinya dan duduk disampingnya Bundanya. "Gitu apa Bunda?" Tanya Atlan dengan nada suara pelan.
"Seru enggak? Udah dapet teman baru? Anak-anak disana baik-baik nggak sama kamu? Atau kamu udah dapet kenalan gitu?" Tanya Sahira menggoda putranya, tapi cowok itu malah bersikap ogah-ogahan.
"Apasih Bunda... Nggak jelas banget." Ujar Atlan beralih memijat lengan Sahira hati-hati.
Sahira tersenyum tipis namun cukup memberi arti kalau wanita itu lelah. "Bunda nggak usah pikirin semuanya. Atlan nggak akan bersikap ceroboh lagi sekarang. Atlan janji ini akan jadi sekolah terakhir yang akan Atlan kunjungi. Capek tau ganti-gantian kelas mulu." Kekeh Atlan di akhir ucapannya.
Sahira turut tersenyum, diambilnya tangan Atlan yang memijat lengannya. "Bunda hanya mau bilang,jangan pernah debat atau bahkan cari masalah sama Antar. Bunda nggak mau Ayahmu murka lagi." Sahira memberi peringatan pada Atlan yang di angguki segera oleh cowok itu.
"Atlan akan coba, tapi kalo semua nggak sesuai sama kemauan Bunda maafin Atlan."
"Kamu bisa. Bunda yakin." Tegas Sahira penuh harap.
Atlan mengangguk tegas lalu mengecup punggung tangan wanita itu. "Tapi Bunda harus tau, untuk satu hal yang selalu jadi alasan aku debat sama Ayah nggak bisa Bunda larang. Sampai semua kembali pada posisinya Atlan akan selalu memberontak."
Keduanya hanya diam, Sahira maupun Atlan tidak akan yang bersaksi. Diam,itulah jawaban dari semuanya.
"Bunda nggak tau kapan semua akan kembali, kalaupun tidak Bunda nggak apa-apa. Selagi kita masih bisa bersama Bunda terima kok, dendam dalam hati ini." Sahira menepuk dada Atlan pelan. "Jangan sampai menyakiti pemiliknya,jangan sampai mengubah kamu jadi orang lain."
"Bunda mau,warna itu tetap sama. Jangan sampai berubah walaupun setitik warna di campurkan padanya."
"Jadilah putih selamanya,jangan sampai hitam atau bahkan abu-abu. Bunda nggak mau, si baik ini jadi jahat karena dendam."
Atlan mengangguk patuh, cowok itu sangat patuh pada apapun ucapan Bundanya, karena Atlan tau. Hanya Sahira yang bisa mengubah warnanya.
"Putih ini akan tetap putih. Bunda yang jadi kendalinya."
✨✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
AtlanTika or AntarTika
Fiksi Penggemar"Atlan boleh stop nggak? Ini berlebihan!." Tegas Chantika tidak terima Atlan menoleh pada Chantika, gadis yang entah bagaimana bisa-bisanya mengganggu pikirannya. "Lo yang stop,gue udah bilang dari awal kan?" ... "Tik, nggak harus gini kan? Ucapan l...