Bagian 10 : Kebumen

67 12 1
                                    

'Kebumen' of Kanebo Kering!

Baca pelan-pelan biar ngerasa, ya. Maaf baru bisa update. Niat hati mau revisi lagi sebentar sebelum up, tapi ternyata di luar dugaan revisinya seharian. Ini efek dari udah lama nggak baca ulang tulisan sendiri, jadi saat aku baca lagi kemarin pagi, kok alay?

Akhirnya putar otak lagi, deh, dan berakhir seperti ini. Selamat membaca😊

 Selamat membaca😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

●□●

Pukul 3 sore lebih sedikit, Takim dan Ichis sampai di Kebumen. Perlahan, mobil Takim masuk ke halaman rumah yang Ichis rasa paling bagus dan besar di antara rumah-rumah lainnya. Terlihat sederhana, tapi apik untuk ukuran rumah orang desa. Berhalaman luas, terasnya pun ikut luas dengan keramik putih gading bersih. Pintunya tinggi nun cokelat mengkilap, dua pilar besar berdiri di teras paling depan. Lalu tanaman cabai, singkong, dan beberapa tanaman lainnya berbaris rapi di sisi rumah, menjadikan terlihat lebih hijau dan bersih.

Gadis itu turun setelah mobil Takim masuk gerbang. Lihatlah, bahkan hanya rumah ini yang memiliki gerbang dan pelindung tembok. Ichis curiga, mungkinkah suaminya orang terkaya di desa ini? Jika iya, Ichis harap suaminya tidak medit. Apalagi untuk urusan belanja bulanannya nanti.

Ichis harap begitu.

Ia melirik kemudian mulai mengikuti langkah suaminya menghampiri teras. Di sana sudah berdiri beberapa orang yang semuanya sempat Ichis temui di hari pernikahan kemarin. Mereka adalah orang tua, kakak, keponakan, dan adik ipar Takim.

"Assalamu'alaikum," Takim dan Ichis beruluk.

"Wa'alaikumusalam."

Keduanya lantas menyalimi satu per satu orang yang ada di sana.

"Alhamdulillah anak-anak ibu sudah sampai. Ayok, masuk masuk," ucap Alifah, ibu Takim, sembari merangkul bahu Ichis dengan satu tangannya untuk mengajak memasuki rumah tersebut.

Ichis mengangguk memamerkan senyumnya. Sementara suaminya kembali ke mobil untuk mengambil barang bawaan mereka.

Di ruang tamu, Ichis didudukan di sofa panjang dengan dikelilingi keluarga Takim.

"Ning Bilqis cantik sekali. Di-makeup dengan tidak di-makeup tidak ada bedanya, sama-sama cantik." Nika sang adik ipar bersuara. Ichis terlihat tersenyum malu-malu di singgahan.

"Alhamdulillah, terima kasih, tapi itu berlebihan, Nika. Jangan panggil saya Ning. Panggil saja Ichis, sepertinya kita seumuran," timpal Ichis. Bersyukur ia meminta diingatkan lagi nama saudara suaminya di jalan tadi.

Kanebo Kering!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang