Anak Kecil Jangan ke Luar Malam

9.2K 734 55
                                    

Hari ini aku berniat untuk bertemu Indra dan Fahrul. Sudah beberapa hari kami tidak main bersama.

Aku pun berjalan ke luar rumah. Baru sampai di halaman depan, beberapa warga datang menghampiriku.

"Eh Dani," sapa Bu Icah.

Terpaksa kuhentikan langkah, membalas sapaannya.

"Dani, kemaren beneran ketemu Nek Ipah?" tanyanya.

Jujur, aku sangat terkejut mendengar ucapannya. Abah bilang tidak ada yang tau mengenai cerita itu.

"Dani?" Bu Icah melambaikan tangannya di depan wajahku yang masih kebingungan.

"Iya," balasku singkat.

"Bentuknya gimana? Serem gak?" tanya Seorang warga lainnya.

"Serem."

Sebelum mereka bertanya lagi, aku pun memilih pergi ke rumah Indra. Mereka tidak mengerti, kejadian beberapa hari lalu itu masih menyisakan rasa trauma di diriku. Pertanyaan-pertanyaan mereka malah membuatku kembali mengingat kejadian menyeramkan itu.

"Indra!" panggilku di depan rumahnya.

Indra pun muncul dari balik pintu.

"Dani dah sembuh," ucapnya menyambutku.

Kami pun mengobrol sebentar lalu aku pamit pulang. Baru sampai di halaman depan.

"Dan!" panggil Indra yang berdiri di dekat pohon mangga.

"Apa?" sahutku.

"Nanti malem maen ke masjid, Yuk!" teriaknya.

Aku ragu mengiyakan ajakannya itu. Tiba-tiba, ibu muncul dari samping rumah.

"Gak apa-apa, Dek. Maen aja ke masjid," ucap Ibu memberi dukungan. Sehingga aku pun merasa yakin.

"Yuk, sama siapa aja?" tanyaku.

"Fahrul sama Jana," balasnya.

Aku pun setuju, lalu masuk ke dalam rumah.

*

Sekitar 30 menit sebelum adzan magrib berkumandang, Fahrul dan Indra sudah ada di depan rumah. Aku pun menghampiri mereka.

"Samper Jana dulu, baru ke masjid," ucap Fahrul.

Aku pun tersenyum lebar.

"Kenapa, Dan?" tanya Fahrul bingung.

"Kalau ke rumah Jana berarti gak lewat lapangan," jelasku.

"Oh, takut ada Nek Ipah, Ya?" ejek Indra diikuti tawa.

"Ah, kalau kamu liat juga pasti nanti ketakutan," balasku.

"Udah buruan, malah bahas begituan," potong Fahrul.

Kami berjalan menuju rumah Jana. Jaraknya tidak begitu jauh, hanya berselang lima rumah saja. Dari sana, bisa melewati gang kecil di dekat rumahnya. Selain lebih dekat ke masjid, setidaknya saya tidak melewati lapangan alias rumah Nek Ipah.

*

Aku ingat sekali kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan anak-anak di tahun 90'an di masjid. Dari hanya sekadar lari-larian di pekarangan depan masjid, saling menganggu saat sholat, sampai adegan dorong-dorongan. Sehingga kami sering mendapat teguran, tapi tidak pernah sekalipun ada jamaah yang mengusir kami.

Sehabis Isya, aku mengajak teman-teman lain untuk pulang. Soalnya ada acara televisi favoritku.

"Pulang Yuk!" ajakku.

TEROR NEK IPAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang