Teror di Rumah Pak Karya

8.6K 699 30
                                    

Sepulang sekolah, aku dan Indra mengobrol di balai dekat pohon mangga.

"Makan bareng yuk!" ajak Indra. Makan bersama memang sudah menjadi kebiasaan kami dari dulu.

"Ajak Fahrul juga?" tanyaku.

"Ayo, dia ada gak di rumahnya."

"Coba liat yuk!"

Kami pun pergi ke rumah Fahrul.

Sedikit membahas tentang Fahrul. Ia seorang anak keturunan batak bermarga Pasaribu. Ayahnya menjadi juragan becak dan ibunya membuka warung kecil-kecilan. Rumahnya memanjang, bagian depannya menghadap jalan utama ke arah stasiun kota, sedangkan bagian belakangnya berbatasan dengan halaman rumah saya.

Bagian belakang ini digunakan untuk menyimpan becak, dengan pagar kayu yang sangat tinggi. Biasanya kalau siang hari, semua becaknya sudah ke luar dari kandangnya, sehingga pagar belakang pasti dikunci. Jadi, kami tidak bisa lewat pintu belakang. Harus jalan keluar gang mengarah ke jalan utama.

Di depan rumah Fahrul, terlihat Tante Maya, ibunda Fahrul sedang melayani pelanggan di depan warung.

"Tante, Fahrulnya ada?" tanya Indra.

"Ada di kamar, masuk aja!" balasnya sambil melayani pelanggan.

Kami pun masuk ke dalam warung, tercium aroma minyak tanah di pintu depan. Jalannya agak sempit, karena terlalu banyak barang-barang tidak tersusun rapih.

Setelah terbebas dari tumpukan barang itu, kami langsung berada di ruang tamu berukuran kecil tapi memanjang ke belakang. Di samping kirinya ada tiga kamar berjajar, kamar Fahrul ada di tengah.

Kami pun membuka pintu kamar, Fahrul sedang tertidur di kasur.

"Bangun!" teriak kami bersamaan.

Fahrul kaget dan langsung terbangun.

"Kenapa sih siang-siang kemari!" ucapnya kesal.

"Makan bareng yuk! Di tempat biasa,"
ajak Indra.

"Makan apa?"

"Apa aja, emang gak ada makanan?"

"Ya gak tau, belum liat ke dapur." Fahrul bangkit, lalu berjalan ke dapur, yang letaknya di ujung belakang dekat kamar mandi.

"Yah ... gak ada apa-apa, cuman nasi doang," ujarnya dari dapur.

"Ah payah, tante gak masak," sahut Indra kecewa.

"Tadi liat ada kerupuk putih di warung. Makan itu aja," ucapku.

"Gak berani ah." Fahrul menolak.

"Suruh si Dani aja yang bilang, pasti boleh." Indra mengeluarkan senyuman licik di wajahnya.

"Oke, siapa takut," balasku.

Kami berjalan ke depan, Fahrul sudah membawa sepiring nasi.

"Tante boleh minta kerupuk gak? Kita mau makan bareng di belakang," pintaku.

"Ambil aja, Dan! Tapi jangan banyak-banyak," balas Tante Maya.

"Iya tante, paling cuman tiga," balasku seraya mengambil tiga buah kerupuk ikan berwarna putih, di wadah berbentuk kotak, terbuat dari kaleng dan berwarna biru.

*

Aku membawa telur dadar yang sudah dipotong menjadi tiga bagian dan sebotol kecap. Indra membawa sayur kangkung dan tiga gelas orson. Menuku dan Fahrul sama, telur dadar, kerupuk dan kecap. Sedangkan Indra, telur dadar, kerupuk dan sayur kangkung.

Kami pun makan bersama di bawah rindangnya pohon mangga itu, yang kalau malam berubah menjadi menakutkan.

"Siang-siang gak ada setan kan, Dan?" tanya Fahrul.

TEROR NEK IPAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang