9

722 106 4
                                    

Ia menerima surat itu. Sang gadis menegakkan kepala, menatap sang pemuda dengan sebuah senyuman. Tanpa peduli pada gadis itu, [M/n] merogoh saku almamater. Mendapat apa yang dicari, ia segera mendekatkannya pada kertas digenggaman. Api membara di tangan kirinya. Ia membakar surat itu tepat di depan gadis yang memberikannya. Tanpa mengucapkan sepatah kata, [M/n] beranjak dari bangku, meninggalkan gadis yang baru saja dibuat patah hati.

"Lha? Bro! Mau kemana?"

"Eh? jou-chan, gim―"
Pertanyaan Tsubasa terhenti kala atensi melihat pemandangan tak mengenakan. Bagaimana ia mengetahuinya? Karena Tsubasa sering ditolak.

"Mutsuki-kun no baka!"
Si gadis berteriak histeris. Ia tak terima jika gadis imut sepertinya akan ditolak dengan mudah bahkan dengan cara menyakitkan.

"Ano.. Jou-chan! Mungkin [M/n] belum mau pacaran."

"Dia belum buka hati buat orang lain, jou-chan."

"Dia mau fokus belajar, jou-chan."

"Lha? Emang iya?"
You dan Arata saling tatap dengan melontarkan pertanyaan yang sama. Tsubasa menghela napas. Ia menggeplak kepala berisi otak miring itu cukup kencang hingga sang empu mengaduh.

"Anta-tachi no baka!"
Gadis itu berlari keluar kelas dengan air mata mengalir deras.

"Napa kita dikatain bego?"

"Walau kita emang bego, sih."

"Marahnya ke [M/n], tapi kita juga kena! Hadeh."
#Tsubasalelahmaumatiaja //nggak.

☆☆

"Gimana rasanya ditolak? Kau terlalu percaya diri, bodoh. Kau pikir wajah imutmu itu bisa membuatku luluh? Tidak! Rasakan itu, bodoh!"
Rui menatap sang kakak heran sekaligus takut. Apakah kakaknya kerasukan ketika perjalanan pulang? Kenapa ia terus tertawa seperti psikopat?

"A-aniki? Kau kenapa? Apa kepalamu terbentur batu?"

"Ku tunggu target selanjutnya!"

"Target apa, [M/n] sayang?"
Kekehannya terhenti karena suara familiar. Menolehkan kepala, Iris violetnya bertemu dengan milik sang ayah.

"Target game, kok, tou-san."
Mengangguk paham, Hajime menuju kamarnya.

"Kenapa kau nggak bilang ada tou-san, Rui?"

"Kau bahkan nggak denger aku, aniki."

"Dikira gila, dah, gua."

"Tapi kau masih waras, kan, aniki?"
Merangkul kepala Rui, [M/n] mengusapnya dengan kencang berulang kali guna melampiaskan kekesalan pada sang adik. Bukannya mengeluh, remaja tahun pertama menengah pertama itu justru terlihat senang.
































Anta : kamu (Kansai Ben/ dialek Kansai) //Salah? Bilang, ya.

Makasih udah baca

Jangan lupa vote dan comment

「Liar」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang