Chapter 6. Penyelamatan Kilat

2.4K 801 921
                                    

Kamu tahu, saat tak ada satu pun manusia yang peduli.
Saat kamu merasa hanya debu tiada arti di dunia ini. Aku
datang. Menawarkan pelukan hangat kepada jari jemarimu
yang beku, dan ucapkan; kamu bisa melewati itu.

(Malaikat Magang —Raja)

Di  ruang  perawatan  intensif  Rumah  Sakit  Tara  Health,  Naya berjuang sendiri antara hidup dan mati. Napasnya tersengal- sengal. Masker oksigen yang terpasang hampir lima bulan, tiba-tiba hampir lepas. Tubuhnya bergetar hebat. Kurang dari dua puluh menit, Naya bisa mati karena kekurangan oksigen.

“Bang Jago. Gaswat!” teriak Raja panik memanggil Bang Jago dengan kode kegawatan tingkat satu. Dia tak punya banyak waktu.

Bang  Jago langsung  datang  ke  kamar perawatan  diikuti  Pais dengan wajah tegang karena mendengar kode tingkat satu.

“Ada masalah apa, Ja?” tanya Bang Jago.

“Kurang dua puluh menit Naya bisa mati!” Raja bangun dari kamar perawatan rumah Bang Jago dengan dada naik turun.

“Kita ke Tara Health sekarang?” tanya Pais khawatir.

‘Tolong bantu gue, Is. Habis nyelametin Naya, gue harus langsung travel ke Sasvata lagi. Roh Naya di sana sendirian menunggu proses factory reset. Jangan sampai waktu koma Naya di dunia bertambah,” ucap Raja tegas. Entah kenapa saat terdesak, Raja semakin terlihat keren.

“Pakai ini. Jangan sampai ada manusia yang curiga dan mengingat wajah kalian,” pesan Bang Jago serius, sambil memberikan masker dan hoodie yang diambilnya dari lemari kaca di ruang perawatan. “Sekali saja identitas kalian diketahui manusia selain target, kalian harus berganti fisik.”

Raja mengangguk. Dia paham. Tubuh manusianya ini hanyalah topeng. Seperti baju yang bisa diganti sesuka hati setelah misi dengan target selesai.

“Is! Buka atap sekarang!” perintah Bang Jago kepada Pais yang enak buat diperintah.

Pais pun menekan tombol merah bertuliskan OPEN di pusat panel ruang perawatan Jago House. Atap pintu darurat yang seperti cerobong asap itu pun terbuka. Raja dan Pais mengangguk ke arah Bang Jago sebagai tanda pamit, kemudian mereka memelesat seperti cahaya.

Gue nggak boleh telat.

Gue nggak boleh dipecat.

Gue nggak boleh mati cepat.

Raja merapal mantra itu dalam hati. Bukan hanya hidup Naya yang genting. Nyawanya juga. Jika tugasnya gagal, dia pun akan mati. Ini bukan hanya tentang keselamatan Naya, tapi juga demi keselamatan dirinya sendiri.

Tak ada satu menit, Raja dan Pais telah mendarat tepat di titik tengah helipad Tara Health. Mereka mengikuti waktu Sasvata, tak heran mereka bisa secepat itu. Lalu, mereka berlari seperti angin menuju ruang Naya. Tangga darurat adalah pilihan Raja. Dengan terbang, itu lebih memangkas waktu daripada menunggu lift pengangkut manusia.

Setelah sampai di pintu tangga darurat lantai ruangan Naya, Raja menutup kepalanya dengan tudung hoodie. Dia sudah bersiap masuk, tapi ternyata masih harus melewati meja perawat untuk bisa sampai di kamar Naya yang berada di tengah lorong. Untuk jalan normal sebagai manusia, itu sangat tidak mungkin. Naya bisa mati kehabisan napas.

“Lo tunggu di luar, Is. Jaga raga gue kalau gue balik travel ke Sasvata,” pesan Raja sebelum menuju ruang Naya. “Terpaksa gue harus pakai sayap, nih.”

“Nekat lo, Ja!” cegah Pais panik.

“Nggak ada waktu lagi.”

Pais hanya bisa menelan ludah. Ini pertaruhan konyol. Tapi, Raja logis. Manusia mana, sih, yang bisa menahan napas selama itu kecuali penyelam?

FACTORY RESET (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang