Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Eunbi menunduk memperhatikan sepatunya sambil bermain-main dengan salju yang ia injak, beberapa menit yang lalu Chan meminta wanita itu untuk menemuinya di tempat biasanya mereka bertemu – di sebuah taman kanak-kanak di dekat pohon.
Gerp!
Sebuah pelukan hangat menyambut tubuh Eunbi, wanita itu tau jika Chan yang melakukannya, “Aku merindukan mu.
“Jangan ngegombal, basi tu!”
“Aku lagi gak ngegombal kok, beneran!” ujar Chan melepas pelukannya dan menatap Eunbi. Di pegangnya bahu Eunbi lembut, Eunbi tersenyum simpul percaya bahwa yang di katakan Chan itu apa adanya. Lagipula Eunbi tadi hanya bercanda.
“Kenapa tidak bicara melalui telepon saja? Lagipula bahaya jika kita sering-sering bertemu seperti ini,” peringat Eunbi yang kini tangan nya di genggam oleh Chan. Chan tersenyum simpul, ia memperhatikan jari-jari nya yang kekar bertautan dengan jari-jari indah Eunbi.
“Kurasa bicara dalam telepon saja tak cukup, hari ini lebih baik ke cafe atau ...”
“Ayo ke apartemen milikku dan makan samyang nanti!”
“Kurasa itu lebih baik, kajja!” ajak Chan sambil menarik Eunbi.
***
“Lo mau ngomong apaan, Yeon?” Chaeyeon memeluk erat bantal empuknya, menatap Sakura ragu atas pertanyaan barusan.
“Tiba-tiba gue belom siap buat nikah,” Sakura mengerutkan alisnya bingung.
“Maksud lo? Lo mau nunda pernikahan kalian? Tapikan tinggal beberapa minggu lagi Yeon!” ujar Sakura yang benar-benar tak menyangka jika Chaeyeon akan mengatakan hal itu.
“Iya gue tau, tapi ... hati gue gak yakin untuk saat ini buat nikah.”
“Apa yang buat lu gak yakin?” Chaeyeon diam, tak yakin akan memberitahukan alasannya pada Sakura.
“Lo masih suka Yoshi, Ra?” Sakura tercekat di tempat, ia melirik kesana kemari seperti mencari alasan.
“Gue gak pernah benci sama dia, Yoshi kan temen gue Yeon. Sama kek lo, lo juga temen gue.” Chaeyeon menghela nafas, “Gue tanyanya lo suka apa enggak, bukan benci ato enggak, Ra.”
“Yeon, gue dah lupain perasaan gue sama Yoshi. Dan gue pengen lu bahagia sama dia, tolong jangan kecewain dia.” Kata-kata Sakura barusan seperti menusuk hati Chaeyeon, tapi bagaimana bisa Chaeyeon membiarkan pernikahan tanpa adanya rasa cinta yang tulus? Bagaimana bisa Chaeyeon akan membiarkan Yoshi mengalami cinta sepihak dalam pernikahan mereka? Apakah itu lebih baik daripada mengungkapkan jika Chaeyeon butuh waktu sedikit lagi untuk meyakinkan dirinya sendiri?
“Gue pulang duluan, Yeon. Gue rasa lu butuh waktu sendiri buat renungin ini semua. Dan lagi, pernikahan itu bukan sesuatu yang main-main. Jangan hanya menuruti hati sendiri dan membuat hati orang lain terluka, gue harap lo bisa dewasa Yeon menyikapi hati lo yang masih ragu-ragu,” ujar Sakura sebelum pergi dari kediaman rumah Lee itu.
Sakura ada benarnya, pernikahan bukanlah hal yang bisa di sepelekan atau menganggap itu hanyalah sebuah penyatuan antara dua manusia. Entahlah, Chaeyeon pusing sekarang ini. Ia merebahkan dirinya dan menatap langit-langit kamar.
***
Srak ... Kresk ...
Banyak kertas berserakan di lantai, bukan kertas baru atau masih bagus. Kertas yang baru saja di sobek dari buku lalu di remas sampai kusut lantas di buang begitu saja. Jisung berkali-kali melakukan hal itu.
Srak!
Di remasnya kuat-kuat kertas itu, menatap marah ke arah depan. Suasana hatinya benar-benar tak baik hari ini, dan hyung-hyung nya juga pergi – Chan yang pergi berkencan dengan Eunbi, lalu Changbin yang masih di studio musik.
Brak!
“ARGHH! SIAL!” Jisung memporakpranda meja kerjanya, meluapkan segala amarah yang tertahan. Memberantakkan kasur dan berakhir meremas rambut sendiri kuat-kuat di dekat ranjang.
Jisung kelihatan kacau, tak ada gunanya menangis bahkan ia tak berniat untuk menangis tadinya. Tapi siapa sangka jika air mata jatuh tanpa ia minta.
“ANAK-ANAK MANAGER KALIAN YANG BAIK INI DATANG!!!” teriak Minho yang baru datang langsung berteriak dari ruang depan. Jisung segera menghapus air matanya dan bangkit, ia keluar dari kamar.
“Lah lu?” Minho mencoba melihat ke dalam kamar Jisung namun pemuda itu segera menutup pintu kamarnya.
“Yang lain mana?” tanya Minho lagi, Jisung menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal.
“Sedang keluar hyung, memangnya ada apa?”
“Ini ada ayam, ayo makan bareng!” ajak Minho yang memilih berjalan ke arah dapur mendahului Jisung. Jisung mengangguk saja dan mengikuti Minho.
“Lo ada masalah ya, Sung?” Jisung menggeleng acuh.
“Hey! Aku managermu sekarang! Jika ada sesuatu katakan saja!” ujar Minho, Jisung mengangguk tapi tak kunjung membuka suara untuk cerita. Minho jadi penasaran di buatnya.
“Dia udah tunangan, dan beberapa minggu lagi bakal nikah.” Minho terdiam sesaat, “Udah gue bilang buat ikhlasin dia kan, sekarang mungkin bakalan susah buat lu ngerelain dia buat yang lain.”
“Gue cuman pengen dia bahagia hyung, dengan atau tanpa gue. Mungkin itu yang terbaik, cuman gue masih ... kecewa.”
“Wajar aja lu kecewa, dia pergi tanpa pamit dan balik setelah sekian lama tapi dah jadi milik orang lain. Gue yakin suatu saat nanti, lu bakal nemuin gadis yang bisa bahagiain lu Sung.” Jisung diam mendengarkan Minho, ia sedang tak ingin berbicara sekarang ini.
***
“Eomma dengar kau menemui pemuda itu,” Chaeyeon berhenti memotong daging, saat ini mereka sedang berada di meja makan sambil menyantap makan malam.
“Siapa?”
“Han Jisung, eomma peringatkan buat kamu Chaeyeon jauhi pemuda penyebab trauma mu itu. Jangan berhubungan lagi dengannya, ingat kamu punya Yoshi sekarang!” ujar Yoona dengan tenang, Chaeyeon melirik ke arah adiknya dengan tatapan sinis sedangkan yang di tatap menikmati makanannya tanpa gangguan.
“Eomma sudah susah payah menjauhkan dia denganmu agar kamu bahagia, Yeon. Jangan buat trauma mu kembali hanya karena pemuda bodoh itu!”
Brak!
Chaeyeon berdiri, “Jisung bukan pemuda bodoh eomma! Dan Chae gak pernah nyangka kalo eomma yang ngelakuin ini semua ... jauhin Jisung dari aku? Dengan alasan biar Chaeyeon bahagia?” Yoona hanya diam, Chaeyeon membuang nafas pendek ke udara – sedikit meremehkan.
“Sejak awal, Chaeyeon cuman nurutin apa kata eomma. Sekarang, Chaeyeon udah dewasa dan tolong biarin Chaeyeon ambil keputusan Chaeyeon sendiri!” Chaeyeon pergi meninggalkan meja makan.
“Dewasa? Dengan meninggalkan meja makan dengan keadaan marah merupakan tindakan dewasa?” sindir Yoona yang tetap tenang dengan duduknya, sementara Chaeryeong sudah kaget bercampur takut.
“Aku udah selesai,” ujar Chaeyeon yang kemudian benar-benar pergi dari sana.