Call It Wound (Flashback)

7.2K 124 1
                                    

Demi Tuhan... apakah ini hari Senin?? Ini adalah hari terburuk setelah liburan di Paris minggu lalu. Ya... ini adalah hari pertama setelah libur semester 1. Dan upacara rutin pasti dilakukan.. sial... aku masih ingin tidur sampai siang, tapi rasanya mommy bakalan mengguyurku... oh sial.... kuputuskan untuk bangun dan membersihkan badanku.

Kini aku telah siap. Kusapa dady,  mommy, dan kakak angkatku Edwin. Kami sedang sarapan sekarang. FYI, kak Edwin adalah anak dari almarhum sahabat dady, kalo tidak salah nama beliau adalah Damian Celo. Kami bertetangga sebenarnya, saat itu kak Edwin kelas 4 SD dan aku kelas 3 SD. Kami berteman sampai sekarang, lebih tepatnya kamu seperti kakak adik.

" Morning mommy, dady, Kak Win...." sapaku pada mereka. Mommy dan dady tersenyum menatapku. Tidak untuk kak Win... :pнĭ°°нĭ°°нĭ°°нĭ°°:pнĭ°°нĭ°°:p dia memang tak suka dengan caraku memanggilnya. Kak win... kayak kawin kan kedengarannya?

" Dis... manggilnya jangan gitu napa " dia pura - pura ngambek, aku tau itu... aku tau tetang dia.

" Bodo.... " kujulurkan lidahku. Huh... dia memang imut bila pura - pura ngambek... you know that, I like it...

" Edwin... Disty... besok mommy ada jadwal pemotretan di L.A. dan dady juga ada tugas disana. Jadi Win... titip princess mommy ya Win... Disty... jangan manja. Jangan nyusahin Edwin... " aku mengangguk... oh god...

" Selama kami pergi, semua tanggung jawab ada di tangan Edwin. Understand...? "

" Ya Dad... i will protect your princess... " dady tersenyum puas.

" Dad... aku dan Kak Win berangkat dulu ya.. i will miss you dad... " ucapku memeluk dady... jujur saja.. aku dekat dengan mereka.

" Me too honey... so... go to school now... don't be late... " dady melepas pelukanku... owhhhh....

" Take care yourself, honey... i love you so much.. " ucap mami mencium pipiku... yah ini sering dilakukan. Kami berjalan keluar tak lupa menautkan tanganku dilengannya. Sumpah... kami hanya sebagai kaka dan adek, jadi ini WAJAR. Kami menuju mobil kak Edwin dengan langkah yang mantap. Dia sudah memiliki SIM, so.... dia gag ada masalah dengan ini - naik mobil pribadi -. Kami melesat bagai kecepatan angin. Wushhhhhhhhhh...............

                                 ***

Kakiku melangkah. Pandanganku ceria, aku merindukan sosok Dante Alvaro, kekasihku. Aku menuju kelasnya. Namun langkahku terhenti sejenak, pandanganku memburam, kakiku melemas, nafasku memburu, rahangku mengeras. Aku menangis sekaligus marah dengannya. Bagaimana bisa sahabat terbaikku dan kekasihku saling menautkan melukan yang sangat mesra itu... dan mengecup ringan sahabatku, aku saja yang kekasihnya tak pernah seperti itu, jelas... aku tak mau diperlakukan seperti itu. Aku kecewa.... mungkin aku sering melihatnya bersama teman perempuan yang kekurangan pakaian itu, dan lebih parah dari adegan ini. Aku sering memaafkan Dante apapun yang dilakukan. Namun semua itu takkan terjadi pada kasusnya hari ini. Darla Carlos... dia menghancurkan kepercayaanku. Kepercayaanku sekarang pergi berasama dengan rasa maafku pada Dante. Aku segera menghapus airmata sialan yang membasahi pipiku dan meminta penjelasan.

" Kalian sedang apa? Asik kah? " mereka melepas pelukan itu. Aku menatap sinis... so what?

" Disty... aku bisa jelasin... " Dante membuka mulutnya... aku hanya melihatnya kaku.

" Menjelaskan apa? Bagaimana rasanya mendapat mainan baru setelah aku? I'm stupid girl... aku merasa bodo... mau kamu manfaatkan sesuka hatimu... aku sadar... aku memang tak secantik Darla, oh c'mon.... this is wrong. Bukankah aku sudah bilang... jangan sentuh sahabatku. Mungkin aku salah sering memaafkan kamu. Dan ini keputusanku. Aku pergi dari hidup kalian... perempuan jalang dan lelaki mata keranjang? Cocok sekali!!!! " plakk.... tamparan itu melesat dipipiku. Dan itu tanparan dari Dante. Dan Dante menjambakku.

" Mulutmu mau aku sobek sekarang? Kami tak sehina itu BODOH.... dengar baik - baik... jika kamu masih seperti ini, dan berita ini bocor sampai ayahku, jangan takut... neraka kecil akan menghapiri hidupmu... " aku tersenyum kecil dan terkesan sinis. Mana mungkin bibir lancangku mengatakan kepada pak donatur terbesar - setelah dady - bahwa anaknya berbuat hal yang menjijikkan.. aku masih memiliki otak untuk menyampaikan berita ini. Dan bodohnya mereka tak menyadari... sekolah ini dipasang cctv setiap sudut. 

" Aku akan menunggunya Darla Carlos. Siapa yang akan menciptakan neraka kecil. Kamu akan membayar semuanya dan mencium kakiku. Kau lupa siapa aku? " senyumku sinis lalu meninggalkan mereka. Jujur... aku menangis sekuatku setelah langkahku jauh dari kelas Dante dan Darla. Aku melihat Kak Edwin mendekatiku. Seketika aku memeluknya dan pandanganku memburam dan aku tak tau apa yang terjadi setelah itu.

                                 ***

Cahaya masuk kemataku... perlahan - lahan mataku membuka. Kulihat kak Edwin duduk dan membersihkan darah yang ada diujung bibirku. Ternyata asmaku kumat dan aku pingsan.

" Adek udah baikan... apa masih pusing apa masih sesak nafasnya? " ucap kak Edwin halus. Aku memeluknya, aku menangis kembali. Kuakui... ini adalah tangisan pertamaku setelah kepergian kak Desta sekitar 10 tahun yang lalu. Dia mengalami kecelakaan bersama alm. Pak Tirto -supirkami-, mereka semua meninggal ditempat kejadian. Kembali kemasalahku, aku menyesal tak mendengar nasehat kak Edwin untuk tidak menjalin hubungan dengan Dante.

" Kak.... Dante pacaran sama Darla kak.... " ucapku lalu nemeluk kak Edwin. Aku nyaman... aku terlindung..... dan pelukan ini yang selalu membuatku tentram.

" Jadi sing playboy cap karung beras itu yang bikin adeknya kakak kayak gini... brengsek itu orang. Pokoknya kamu tenang aja selama ada kakak. " ucapnya dan mempererat pelukan kami. Kak Edwin terpaksa tidak mengikuti mata pelajaran hari ini. Kasian dia....

                                  ***

" Brengsek lo " bugggh.... hantam kak Edwin ke muka Dante.

" Apaan sih nih orang " Dante mencoba bangun, tapi tersungkur lagi karena dorongan Kak Edwin.

" Lo mainin adek gue, bangsat " ucap kak Edwi  berapi - api.

" Shit... mau lo apa? Lo cuma kaka angkatnya aja kan.... " buggh, tak mau kalah Dante turut memukuli kak Edwin. Tapi tetap saja kak Edwin yang menang, secara kak Edwin peraih sabuk hitam karate.

" Elo bego Dan... elo bego... nyakitin adek gue, elo itu udah ngelukain muka dia, elo punya otak gag? Dia itu cewe. Dia gag salah... kampret lo " ucap kak Edwin. Kurasa ini sudah cukup untuk lukanya. Bisa mati nanti si Dante.

" Kak... kita pulang " ucapku menarik tangan kak Edwin. Lalu kami berjalan menuju parkiran. Pukulan keras di lapangan belakang sekolah tadi membuatku takut. Ini sudah cukup. Aku kembali menangis. Aku beranjak pergi bersama kak Edwin ke rumah. Kepalaku pusing. 15 menit sampai, mobil kak Edwin melesat sekencang angin. Ini sudah sore. Tadi aku meminta untuk mengelilingi mall dekat sekolahanku. Aku sampai di kamarku. Kubuang semua barang pemberian Dante. Foto kami berdua kubakar sampai hancur lebur. Aku tak mau kenangan yang kujaga dan kurawat membuat luka yang semakin dalam. Kak Edwin tersenyum padaku. Kami meminta hot choco untuk memandang dan menangisi sebuah luka dan berharap tenggelam bersaman senja.

-------------------------------------------------------------

Hay...
sorry baru update. Ini adalah cerita pertanaku di wattpad. So leave comment and vote ya... biar semangat ngetiknya :pнĭ°°нĭ°°нĭ°°нĭ°°:pнĭ°°нĭ°°:p ok apabila ada kesamaan nama atau karakter... mohon dimaklumi. Ini unsur ketidaksengajaan. Don't copas... melanggar hak cipta. Ini 100% no copas lo aku... salam kenal semuanya

Player In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang