🎑Rumah Sakit🎑

138 15 0
                                    

“Tanganmu tidak apa-apa?” Azam melirik tanganku yang memerah.

Aku mengangguk. Azam mencoba mendekat dan menjulurkan tangannya untuk menghapus air mataku, tapi dengan cepat aku mundur.

“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.”Aku merasa bersalah telah menempatkan Azam disituasi buruk tadi.

“Aku tidak akan bertanya.” Azam mengompres lebam ditanganku.

“Terim kasih.” Ucapku pelan.

***

Azam mengantarkanku sampai kerumah, aku berterima kasih kepadanya karena telah menolongku. Akupun merasa malu, sosok Azam yang begitu hebat telah melihat sosok lemah hidupku. Entahlah.

“Jika kamu memiliki masalah, aku akan bersedia mendengarkan ceritamu. Jangan sungkan.” Azam menawari bantuan.

“Terima kasih sekali lagi Kak, maaf telah membawa Kakak ke suasana yang seperti tadi.” Aku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

“Non, Non Bapak Non, Bapak kakinya kena pisau. Tolong bawa kerumah sakit Non.” Mbak Ina tergopoh-gopoh kearahku memberitahu kalau Pak Adi kena pisau saat menolong tetangga memperbaiki saluran air dengan pisau.

“Biar saya bantu ya mbak.” Azam bergegas memasuki rumahku.

***

Aku menunggu Pak Adi di ruang tunggu rumah sakit terdekat. Kata dokter, kaki Pak Adi akan dijahit karena lukanya lumayan besar dan dalam.

“Pisaunya ketancep gitu Non, jatuh dari atas meja dapur kena kaki bapak.” Mbak Ina menutup wajahnya. Aku menggelinjang mendengar pilunya kejadian Pak Adi, kisah yang seperti itu membuat perutku kicep. Aku benci istilah ketancep, luka dalam dsb.

“Mbak sabar ya, Pak Adi akan baik-baik saja kok.” Aku menenangkan.

Aku dipanggil untuk melakukan pembayaran, Azam masih setia bersamaku. Sudah kusuruh dia pulang tapi dia bersikeras menunggu hasil Pak Adi dulu.

“Ini totalnya dek.” Pegawai administrasi  didepanku menyodorkan blanko yang akan aku tanda tangani.

Azam duduk menungguku dikursi seberang. Langkahku terhenti saat akan menghampiri Azam, sosok wanita yang kukenal duduk disebelah Azam. Aku melangkah pelan dan mencari posisi yang pas untuk melihat keduanya. Ghea 'silembut' kutemukan disana. Sebuah kursi roda diletakkan disisinya.

“Azam kamu sakit?” Dia mengenal Azam.

“Kak Ghea. Tidak Kak, aku menemani keluarga teman yang sakit.” Azam membalas dengan ramah.

“Kakak sendiri gimana? Bagaimana keadaan Tante?” Mereka kembali berbicara.

“Masih sama. Tidak ada peningkatan.” Ghea merebahkan kepalanya disisi Azam. Aku lantas terkejut dan menutup mulutku kaget. Azam hanya diam.

Ponselku berbunyi disaat yang tidak tepat, dengan cepat kupalingkan wajahku dari Azam. Aku melarikan diri menjauhi mereka berdua.

Langkah kaki berlari terasa dibelakangku. Tangan hangat seseorang menggapai tanganku. Aku menatap kearah belakang dan menemukan Azam disana dengan wajah panik.

“Ada apa? Pak Adi baik-baik saja bukan?” Azam menanyaiku.

“Hm.” Aku mati kutu.

“Terus kenapa kamu berlari setelah melihatku.” Skak mat.

“Maaf aku tidak sengaja mendengar ucapan Kakak dengan hm ...” Aku jujur.

“Dia adalah Kakak kelasku dulu. Kami satu sekolah.” Azam memotong ucapanku cepat.

PRECIOUS WOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang