in between

20 3 1
                                    

Tanganku yang memeluk erat tubuh atletis itu mulai mengendor, mencoba mengalihkannya dengan cara menepuk-nepuk lembut bak belum sadar siapa subjek yang aku rangkul. Tatapanku bertemu dengan mata terbelalak Echa, wajahku meringis menahan malu, marah, gengsi dan perasaan random lainnya dihadapan Echa yang lebih mematung dariku.

Echa berdehem memecah kesunyian beberapa detik. Arav masih mendekapku erat. Otakku dengan cepat mencari cara bagaimana melepaskan diri tanpa raut wajahku terlihat oleh makhluk didepanku yang aku rasa sudah sangat bangga atas perkataan ceplas ceplosku.
Apakah aku pingsan saja? Atau pura-pura amnesia? Atau bertindak seperti tidak terjadi apa-apa? Oh my God, tolonglaaaaahhh.

"Tidak perlu banyak tingkah klise atau tingkah upgrade konyol kamu lagi. Semuanya sudah jelas." Suara nada rendah nan indah itu terdengar. Ralat, suara nada rendah tanpa kata nan indah.

"Oh giniiiii, apa ya Kak, sebenarnya ituu. Hmm, aduhhh" mulutku komat kamit mencari ide.

"Bentar ya kak, Aumy keknya lagi sakit." Echa menarik tanganku cepat kearah dalam rumah. Bak pembalap menikung musuh, aku diselamatkan Echa tanpa ba-bi-bu mempermalukan diri didepan sepupunya itu.

"Parah sumpah, aku ga tau kamu seceroboh itu, Au". Here, we go, Echa mulai berceramah.

"Salah siapa yang barengan datangnya. Serius, aku malu. Berasa confess cuma-cuma. Hilang sudah paras cuekku." Aku menutup wajah frustasi dengan kedua tangan yang terasa dingin.

"Sekarang mau gimana lagi coba? Apakah aku harus pulang, kamu mau ngomong dulu sama Kak Arav?" Bacotan Echa membuat darahku naik kembali.

"Gila kamu, ga lah, ga mau. Malu, males, mampus. Aaaaaaaa." Aku merengek seakan duniaku sudah habis.

"Terus?" Echa menaikkan alisnya bertanya.

"GA TAUUUUU." Aku frustasi tingkat dewa.

----
Aku menarik rambut Echa yang mulai terombang ambing akibag mengantuk mendengarkan cerita detailku selama 3 jam. Respon Echa hanya tinggal anggukan kepala, tapi hati daj mulutku masih semangat ingin brrcerita.

"Aku pulang kampung aja kali ya? Bisa gila tinggal disini dengan keadaan begini." Aku mencapai batas imajinasiku bercerita.

"Hm, bo ... Leh. Hm, iyaaa, besok besok." Echa memberikan senyuman biasa tapi dengan mata tertutup. Tega, dia tertidur mendengar kisah naasku.

---

Tanganku mencoba menggapai kain hangat yang rasanya tak ada lagi menyelimuti tubuhku. Masih dengan mata tertutup aku meraba-raba kesamping mencari selimut. Tak kutemukan.

TO BE CONTINUED~

Mohon maaf untuk pembaca yang menunggu kelanjutan cerita ini, penulis akan berusaha untuk melanjutkan kisah Precious Wound sampai selesai.
Untuk chapter ini belum full part ya, nanti akan di up versi lengkapnya. Terimakasih bagi yang sudah sabar menunggu, see you so soon✨

Mohon pengertiannya 🙏

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PRECIOUS WOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang