🎑Perisa Mie🎑

154 14 4
                                    

"Au tega ya kamu bilang mau kesini dua hari lagi, udah seminggu juga!" Suara Echa merajuk ditelepon.

"Maaf Cha, ini aku sibuk beberes soalnya Mama Papa mau kesini minggu depan." Aku membalas dengan nada cepat.

"Pengen nambah libur ospek deh aku Au, wkwk." Topik Echa beralih.

"Libur terakhir Cha, rada sedih tapi semangat juga mau kuliah bentar lagi." Wajahku mengekspresikan berbagai emosi saat ini.
Benar sekali, ini libur terakhir yang aku dapatkan sebelum menjadi mahasiswa baru. Minggu ini ospek jurusan akan diadakan, dan setelahnya sudah tertebak bukan? Kuliah tatap muka. Haha. Exited sekaligus ngeri sedap.

Perbincanganku dengan Echa melibatkan banyak topik, salah satunya mengenai keadaan Tante Diah yang sudah membaik dan sudah dibolehkan pulang kerumah. Aku menanyakan kabar Reyga yang terakhir kali kulihat tidak dalam kondisi bagus. Echa mengatakan kalau Reyga juga baik-baik saja, hanya saja dia sangat marah pada Arav teringat kejadian terkahir dia menyeretku.

"Cha bilang sama Reyga, aku baik-baik aja kok. Anggap aja aku lagi sial, eh apa ya pilihan kata yang bagus yang bikin orang-orang ga cemas?" Aku mengerjapkan mata beberapa kali menemukan jawaban.

"Ga percaya Rey itu Au. Mending kamu main kesini deh." Echa berbicara seperti memohon.

"Kamu tau lah Cha, aku ga bisa kesana, yaa karna itu.. hmmm" Aku mencoba menolak dengan tenang.

"Kak Arav tidak pulang kerumah setelah kejadian itu Au." Terdengar suara Echa yang khawatir.

Aku menghela nafas dalam, prilaku Arav semakin diluar kendali. Echa juga menyebutkan kalau tante Diah sering menangis karena merasa dia sudah kehilangan Arav. Aku hanya terdiam mendengar semua cerita Echa. Aku tahu seberapa khawatirnya tante dengan putra sulungnya itu.

Tidak sadar jam, kuhitung sudah dua jam lebih kami berkomunikasi. Aku menutup telepon sambil menitipkan salam buat tante Diah. Echa masih memohon mengajakku main kerumah agar tante Diah juga ikut tenang. Tapi aku masih belum bisa melupakan kejadian kemarin, bagaimana jika nasib ku buruk saat disana, bagaimana jika saat aku berkunjung Arav pulang dengan Ghea disisinya? Oh No. Ga kebayang ngerinya.

Setelah beberes, aku turun kelantai satu menuju dapur, mencoba mencari susu dingin yang sudah lama tidak aku santap. Mataku menyipit saat tidak menemukan objek yang kucari, sepertinya Bibi tidak membelinya karna tidak melihat aku minum akhir-akhir ini. Aku kembali kelantai atas, meraih kardigan hijau mint dan mengambil dompet.

Dengan langkah santai aku keluar gang menuju minimarket terdekat. Setelah mengelilingi rak-rak susu dan kue, aku tidak menemukan susu yang kucari. Dengan wajah lempeng aku hanya mengambil beberapa cemilan. Dalam hati aku ingin sekali ke indojuli untuk membeli susu itu. Setelah membayar dan keluar dari mini market aku berjalan disisi jalan sambil memasukkan uang kembalian kedalam dompet.

"TIIIIIIIIIIITTTTTTT." Terdengar suara klakson mobil dengan sangat keras.

Dompet yang kupegang dengan setengah hati terlepas dari tangan. Aku berbalik mencoba mengontrol wajah setenang mungkin. Siapakah gerangan yang mengusikku ini?

"Auuumyyy Domini firisi sikiti yuhuuu." Suara yang sangat kukenal menyapa. Mobil sedan merah berhenti tepat disampingku. Zayn dengan keadaan kepala dikeluarkan dari jendela melambai dengan wajah tak berdosa.

"Batu mana batu?" Aku sok sok mencari batu disekitar.

"Buat apa batu sama Ay? Mau bangun rumah tangga? Eh rumah maksud Ey." Zayn memonyongkan mulutnya.

"Ya Allah sabarkan aku." Aku menghembuskan nafas berat.

"Ay, Ey telpon-telpon ga diangkat, Ey mau ke indojuli mau beli kokicrunch." Zayn berkata sambil menunjuk sesuatu.

PRECIOUS WOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang