🎑Jus Monopoli🎑

168 18 0
                                    

"Kamu nyari mati?!" Suara si wanita didepanku membuatku sadar akan keadaanku saat ini.

Pintu pengemudi terbuka, Arav turun dari mobilnya. Aku memejamkan mataku cepat, Tuhan apa yang aku lakukan barusan?

"Oh Kamu ternyata. Teman barunya Zaynal." Tangan si wanita menunjuukku kepada Arav.

"Ghea, Kak Arav, wah kalian hampir jadi penipuan korban tabrak lari." Kali ini muncul singondrong yang menggangguku tadi dikantin.

"Eh eh, si geulis. Anak baru ganas." Si gondrong lagi-lagi mendekatiku yang masih terduduk di aspal.

Aku memberanikan diri menatap Arav didepanku. Rautnya tampak sangat marah. Aku memaki diriku sendiri.

"Kak tadi Ghea diganggu sama dia dikantin. Padahal masih anak baru kelakuannya sudah tidak baik." Wanita yang menyebut dirinya Ghea itu membuat pose sok teraniaya didepan Arav.

Wait? Ghea? Dia menyebut dirinya Ghea? Ghea? Ghea? Ghea?
Impossible, Ghea tunangan Arav?

What the ... Serius Arav mau nikah sama perempuan tengik satu ini? Aku tiba-tiba emosi sendiri menahan amarah tidak setuju.

Dia bilang apa? Aku, kamu. Cih. Tadi dikantin saja dia lo gue - lo gue. Dasar licik.

"Ghea kamu masuk ke mobil." Suara Arav memerintah.

Si gondrong berjalan bersama Ghea kearah mobil sambil memasang senyum jahat menatapku.
Tanganku mulai terasa terbakar setelah lumayan lama bertumpu pada aspal yang panas.

Aku menatap Arav yang masih menatapku dingin. Apakah dia tidak akan membantuku untuk berdiri? Dimana mannernya?

Aku berdiri sendiri pada akhirnya, dan menepuk-bepuk jeans ku cemas. Apa yang akan dikatakan oleh Arav padaku kira-kira? Ghea dan si Gilang (gondrong) menatapku dari kejauahan.

"Kamu ingin mencelakai orang?" Perkataan Arav sukses menyayat hatiku. Benar-benar Arav yang kukenal, dingin tak berperasaan.

"Maaf, aku hanya tidak melihat dengan fokus." Aku tak bisa melawan. Hatiku terasa sesak dengan sendirinya.

"Kalau tidak fokus jangan keluyuran dijalan. Bisa membuat orang lain terluka!" Arav memandangku dengan sorot sedingin es.

Wah, aku benar-benar speechless dibuatnya. Tidk bisakah dia menanyai apakah aku baik-baik saja dulu? Selalu menyalahkanku, selalu saja berkata tajam padaku. Dia kira aku tameng yang sekuat baja bisa dengan mudah mencerna kata-kata kasarnya. Begini-begini aku juga sudah dewasa, tahu diri mana yang baik dan yang buruk untuk kulakukan. Lagian aku tak mengira mobilnya akan berbelok kearahku. Bukan salahku juga berarti. Aku mulai muak berdebat dengan pikiranku sendiri. Lebih baik kuungkapkan saja seperti dulu.

"Kakak tidak ada tatakrama sedikitpun? Setelah hampir menabrakku, Kakak tidak menanyakan keadaanku? Satu lagi sepertinya Kakak juga lupa meminta maaf padaku terakhir kali. Kakak meninggalkanku sendiri ditepi jalan raya. Membuat para begal berbaris hendak menyantapku hidup-hidup. Apakah Kakak benar-benar membenciku? Segitu bencinya?" Mataku mulai berkaca-kaca setelah mengungkapkan isi hatiku pada lelaki didepanku.

Arav hanya memalingkan wajahnya dariku. Aku mendesis marah melihat reaksinya. Benar-benar tak berperasaan.

"Menyingkirlah." Arav memberikan tanda minggir padaku.

Aku menggigit bibirku kecewa. Percuma berharap akan sikap keramah-tamahan pada sosok seorang Arav. Tidak mungkin terjadi.

Arav kembali masuk kemobilnya dan melewatiku begitu saja. Ghea yang berada didalam mobil tersenyum menghinaku.

PRECIOUS WOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang