“Jangan menaruh harapan lebih untuk orang yang datang dengan maksud tertentu.”
Happy Reading
“ECHA!!!”Suara panggilan di sertai ketukan pintu yang begitu keras membuat Echa langsung terbangun dari tidur nyenyaknya. Dengan terburu-buru, gadis itu langsung membuka pintunya dengan muka bantalnya.
Ceklek.
“Mau sampai kapan kamu tidur terus? Ini sudah jam berapa Echa?!” bentak Sarina— Ibu tiri Echa, wanita separuh baya itu menatap Echa begitu tajam.
“Kalau bukan Ayah kamu yang menyuruh saya membangunkan kamu, saya tidak sudi melakukannya,” terang Sarina dengan wajah merah padamnya.
Echa menundukkan kepalanya, kedua tangannya meremas baju tidurnya, menyalurkan rasa takutnya.
“Kamu mau di situ terus? Jam berapa kamu mau ke sekolah Echa?!” Sarina kembali membentak Echa, “Buang-buang waktu saya tahu nggak,” lanjut wanita paruh baya itu kemudian berlalu meninggalkan kamar Echa. Meninggalkan Echa yang sekarang gemetar ketakutan.
Echa memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam kemudian di embuskan kembali. Ia harus terbiasa dengan keluarga barunya, dengan pelan Echa kembali menutup pintu kamarnya dan berjalan gontai menuju kamar mandi.
✨✨✨
Waktu telah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit, ketika Echa hendak diantar oleh Mang Odi seperti biasa, Ibu tirinya malah menentang.
“Kamu jalan kaki! Itu hukuman buat kamu karena sudah menyusahkan saya!” perintah Sarina ketika menghampiri Echa di depan rumah.
“Tapi....“
“Nggak ada tapi-tapian,” sentak Sarina tanpa rasa iba.
Mang Odi hanya bisa terdiam, tak bisa membantah keputusan majikannya, lelaki berseragam hitam khas sopir itu menatap iba ke arah Echa.
“Maaf ya Neng,” ucap Mang Odi dengan rasa bersalah.
Echa tersenyum manis ke arah Mang Odi. “Nggak pa-pa kok, Mang. Saya berangkat dulu nanti makin telat.” Echa langsung berlari keluar dari gerbang rumahnya berharap masih ada angkot yang lewat depan kompleks perumahannya.
Peluh membanjiri pelipis dan leher Echa, gadis itu terus celingukan mencari angkot. Echa bernapas lega ketika melihat angkot yang hendak lewat, dengan segera Echa langsung melambaikan tangannya sebagai tanda agar angkot tersebut berhenti.
Kurang lebih membutuhkan waktu dua puluh menit hingga angkot yang di tumpangi Echa berhenti di depan gerbang SMA Gelantik yang sudah tertutup rapat.
Echa berdiri di depan gerbang, semoga guru piket segera datang agar gerbang terbuka. Meskipun harus menerima hukuman, bagi Echa itu tidak masalah.
“Ekhem.” Dehaman seseorang di belakang Echa membuat gadis itu langsung membalikkan badannya dan melihat tubuh tegap Alden.
“Ka..., kakak terlambat juga?” tanya Echa tergagap.
“Gue kesiangan,” balas Alden sontak menarik Echa agar mengikuti langkahnya.
Echa yang belum siap dengan pergerakan tiba-tiba dari Kakak kelasnya langsung menahan pekikannya.
“Sorry, gue buat lo kaget,” aku Alden.
“Iya Kak, nggak pa-pa,” balas Echa, kedua matanya membulat melihat tembok yang menjulang tinggi di depannya.
“Kita manjat,” ujar Alden mengerti arti tatapan Echa.
“Tap..., tapi aku nggak bisa, Kak,” tutur Echa pelan, “Kakak aja yang manjat, aku kembali ke gerbang aja,” lanjut Echa hendak melangkah menuju gerbang depan. Namun, terhenti ketika Alden mencekal tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Strong[Echa] AND
Ficção Adolescente[Awas emosi!] "Hidup ini indah. Tapi, dimana letak kebahagiaan itu?" Resha Ratu Tresyia. Panggil saja Echa, gadis berhati baja yang selalu menunjukkan wajah cerianya meski takdir sedang mempermainkannya. Hidupnya tak seindah dengan harapannya. Menga...