Selimut Rapuh

645 64 46
                                    

Note: bacanya pelan-pelan biar ga bingung :v

___

Pernah merasakan titik terberat dalam hidupmu? Keadaan di mana fisik atau mentalmu sudah letih. Rasanya, semua yang ada dalam dirimu tak lagi hidup, segalanya tampak abu-abu oleh kehampaan. Pertahanan yang selama ini kau bangun runtuh begitu saja.

Seperti itulah yang kini terjadi pada seorang remaja bernama Ilham Alviano. Tengah berdebat seorang diri, ia menatap pantulan dirinya di sebuah kaca bangunan. Sorot netranya tampak rapuh, surai hitamnya berantakan, dan pipinya yang dibanjiri air mata.. memperparah kesan menyedihkan dalam sosoknya.

"Untuk apa aku dilahirkan.. jika tak ada seorang pun yang menyayangiku?"

Prak!

Ilham memecahkan kaca itu hingga jemarinya mengeluarkan darah. Ia tak peduli dengan rasa sakitnya. Bagi Ilham, sakit itu tak sepadan dengan luka batinnya.

"Drrt..! Drrt!"

Ilham mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia tak dapat melihat jelas siapa yang meneleponnya tengah malam begini. Matanya berkedip-kedip untuk jernihkan pandangannya yang buram.

"Ajeng..?"

Dengan susah payah Ilham pun mengangkat panggilan itu.

***

"Hamm! Kamu di mana?! Plis deh jangan buat aku khawatir!"

"Tolongin aku- Jeng! tolong..!"

"Hah? Kamu dimanaa? Kenapa?!"

"Dia.. dia mau ambil alih sepenuhnya.. Jeng, tolong sadarin dia-"

*Peep!*

***

"Ilham? Woi!"

Panggilan mendadak terputus sepihak dari Ilham. Ajeng yang sejak tadi menunggu di depan rumahnya menjadi semakin panik setelah mendengar suara Ilham yang meminta tolong.

Ilham tidak ada di rumahnya. Ajeng dapat menyimpulkan bunyi bising jangkrik dari telepon, bahwa Ilham sedang berada di luar rumah.

"Gila lo, Ham. Kenapa harus malam-malam gini sih?" Ujar Ajeng kesal sembari berlari menjauh dari rumah Ilham.

Rumah remaja laki-laki berusia 15 tahun itu.. sedang kosong tanpa penghuni dan tak satu pun ada lampunya yang menyala. Ajeng sangat tahu bagaimana suramnya hidup Ilham yang sering ditinggal kedua orang tuanya.

"Duh, Ham. Lo kemana? Lo beneran mau bunuh diri lagi..?"

Ajeng menghentikan langkahnya sejenak untuk berpikir kemana Ilham akan pergi.

"Hmm.. kalo Ilham mau bunuh diri tengah malam, kenapa ngga di rumahnya sendiri aja? Gantungin diri kek, atau apa gitu"

"Yang pasti dia lagi nggak di rumah. Terus di mana..?"

"Jalan raya? Keknya gamungkin deh, jam sekarang tuh sepi, mobil-mobil besar jarang ada yang lewat.."

"Nyeburin diri ke laut? Woi Jeng! Mana ada laut di sini? Sungai aja jarang, itu pun cetek"

"Jatohin diri ke jurang? Ngga, cara itu ga menjamin untuk cepet mati, yang ada malah patah tulang dan cacat"

Ajeng masih mencoba untuk melacak lokasi ponsel Ilham, namun nihil. Hasilnya selalu gagal. Maklum bukan ipon

Life Scenarios [one - shot(s)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang