Disclaimer: gatau, puyeng sendiri nulisnya
___
"Putraku..?"
Subang Larang mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan apa yang dilihatnya kini adalah nyata.
"Bunda.."
Tak ada yang lebih menyenangkan bagi seorang ibu, ketika dapat berjumpa dengan anak yang sangat ia rindukan. Dengan cepat Subang Larang merengkuh tubuh putra bungsunya.
"Putraku Kian Santang.. benarkah ini dirimu, nak?"
"Ya.. ini aku, bunda." jawabnya lirih.
Subang Larang melepas pelukannya, lalu mengelus kedua pipi putranya yang mulus. Air mata bahagia mengalir deras dari manik wanita itu. Namun tiba-tiba, tangisannya terhenti.
"Putraku.. ada apa, nak? Apa kau tidak senang bertemu ibunda?" Tanyanya kala melihat si bungsu tak sedikit pun tersenyum.
"..bunda, aku lelah."
Kalimat pendek itu membuat Subang Larang bingung.
"Ada apa, nak?"
"Ibunda dan semuanya tenang saja.. aku sudah berdoa bahwa aku akan pergi dari kehidupan kalian. Semuanya takkan lagi menemukan anak pembawa bencana dan malapetaka di Padjajaran. Ibunda pun tak akan jatuh sakit lagi karena selalu memikirkanku, lalu mati tenggelam dalam kerinduan.."
Subang Larang yang masih tak mengerti dengan ucapan putranya, lantas bertanya kembali.
"Putraku, apa yang kau maksud nak? Mengapa kau berbicara seperti itu?!"
"Jaga diri baik-baik, jangan terus-terusan merindukanku.. aku menyayangimu, bunda.."
Tak lama kemudian tubuh Kian santang memudar, dan lama-kelamaan menghilang sepenuhnya.
"Putraku? Dimana kau nak..?!"
Subang Larang berteriak histeris melihat sosok Kian Santang sirna begitu saja di depannya. Ia menangis seorang diri dalam ruangan yang makin gelap itu.
"Bunda? bangunlah!"
***
"Bangun ibunda!"
Mendengar suara putrinya yang berteriak, Subang Larang pun terbangun dari tidurnya dan mengucap istighfar tiga kali.
"Apa ibunda mendapat mimpi buruk tentang Rayi Kian Santang? tadi, aku sempat mendengar bunda menggumamkan namanya." Tanya Rara Santang.
Subang Larang hanya mengangguk. Ia mengusap pipinya, menyadari bahwa dirinya mengeluarkan air mata ketika sedang tidur.
"Semalam.. aku pun mempunyai firasat buruk padanya, ibunda."
***
Subang Larang dan Rara Santang langsung memberitahukan kegelisahannya pada Siliwangi. Mereka memohon pada sang prabu untuk mencabut hukuman Kian Santang, sebab hampir genap setahun sudah pengasingan kian Santang berlangsung. Dan selama itu pula, Siliwangi berusaha menemukan pelaku sebenarnya. Namun jika sang prabu belum yakin putranya lah yang bersalah, mengapa Kian Santang tetap dijatuhi hukuman? Tentu saja karena desakan rakyat.
Keesokan harinya, Siliwangi dan seluruh punggawa istana telah menemukan pelaku yang sebenarnya. Betapa terkejutnya semua orang -termasuk rakyat- saat mengetahui si dalang adalah orang dalam istana.
Semua menyesal bahwa Kian santang terbukti tak bersalah. Mereka menyesal, sebab telah mengusir seorang pangeran yang sama sekali tak pantas mendapat hukuman. Mereka merasa bodoh, karena mudah sekali tertipu oleh fitnah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Scenarios [one - shot(s)]
RandomBeberapa penggalan kisah pendek tentang skenario kehidupan. Hampir semua story nya ber-sad ending.