Disclaimer
Cerita ini tak ada sangkut-pautnya dengan sejarah, maupun sinetron RKS!
.
.
.
.
.
Malam hari. Terlihat seorang pangeran yang tengah berkeliling ditemani teman perempuannya. Mereka berada di hutan jauh dari istana Padjajaran. Tempat itu sangat indah, banyak tumbuhan-tumbuhan cantik yang tertanam di sana."Kau tampak gelisah," Kian Santang berucap memecahkan suasana keheningan di sana. Sepasang iris cokelatnya menatap tanpa kedip gadis yang tengah berjalan di sampingnya itu.
"Ada apa, Sekar Arum?"
"Aku tidak apa-apa, raden" Sekar Arum membalas cepat. Ia menghindari kontak mata dengan Kian Santang, walau bisa dirasakannya tatapan pangeran itu masih terus mengawasinya.
Kian Santang berjalan mendekat lalu berbisik di dekat telinga Sekar Arum. "Apa kau sedang menunggu waktu yang tepat untuk memberi kode pada pasukanmu?"
Bruk!
Sekar Arum terperanjat. Saking terkejutnya, ia sampai tersandung karena tak melihat ada batu di dekat kakinya.
"Apa maksudmu, Raden?"
"Jangan gugup," Kian Santang kembali bergumam. Tatapannya masih terarah pada Sekar Arum, meski sesekali lirikannya dialihkan pada rumput-rumput.
(Gaboleh ngelirik cewe mulu, zina mata:v)
"Kau tidak ingin membuat rencana pamanmu gagal, kan?"
"Ba-bagaimana kau bisa tahu?" Sekar Arum ikut berbisik. Kedua kakinya gemetar, setelah ia bangkit karena tadi tersandung.
(Udh ga ditolong, malah diajak ngomong mulu, cowok ga peka, buaya pula:v)
"Aku sudah tahu sejak awal," ucap Kian Santang tenang.
"Aku tahu kau sudah mempersiapkan pasukanmu untuk menyerangku."
"Ka-kau sudah tahu, raden?" Sekar Arum kembali membelalak terkejut. "Kalau begitu, kenapa kau tetap bersikap normal setiap kali bersamaku? Kau tidak khawatir aku akan_"
"Membunuhku?" Kian Santang mengukir senyum di sudut bibirnya.
"Mengajakku berjalan-jalan di hutan saat malam hari agar kalian bisa mudah membunuhku, seperti yang sudah direncanakan pamanmu?"
Sekar Arum menggigit bibirnya. Ia tak akan pernah sanggup lagi menatap mata Kian Santang. Ternyata sejak tadi pangeran itu sudah menyadari tujuannya.
"Maafkan aku, Raden," ucap Sekar Arum lirih.
"Mengapa harus meminta maaf?" Kian Santang mengangkat satu alisnya.
"Kalau kau menyetujui rencana pamanmu, kau pasti sudah tahu akibatnya, kan? Atau kau sekarang berubah pikiran, tak sanggup untuk membunuhku karena sudah terlanjur jatuh cinta padaku?"
Degh
Sekar Arum sekali lagi dibuat terkejut. Kali ini ia mendongak dan menatap langsung kedua netra Kian Santang yang tenang-tenang saja. Biasalah mata fakboy.
"Hei! A-apa apaan?" Sekar Arum tergagap panik.
"Sejak dulu kau benar-benar tak bisa menyembunyikan sesuatu dariku, nyimas," ucap Kian Santang sambil menunjukkan wajah tanpa ekspresinya.
"Sejujurnya aku heran mengapa pamanmu itu menyuruhmu, kau 'kan tak pandai menyembunyikan sesuatu. Kau tahu? pamanmu itu pengecut sekali. Kalian semua pengecut." Kian Santang tertawa pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Scenarios [one - shot(s)]
RandomBeberapa penggalan kisah pendek tentang skenario kehidupan. Hampir semua story nya ber-sad ending.