Futurologi

1.4K 128 22
                                    

Kian santang memasuki ruang pustaka istana, kemudian menghampiri almari kayu yang menampung ribuan buku dan kitab. Manik cokelatnya bergerak membaca satu-persatu judul yang terdapat pada punggung buku.

"Nah, akhirnya dapat juga"

"Bruk!" Tepat setelah ia mengambil Kitab Babad Galuh, sebuah buku di sampingnya tanpa sengaja terjatuh.

"Astagfirullah, buku apa itu?" Kian santang meletakkan Kitabnya ke atas meja, lalu berjongkok memeriksa buku yang baru saja terbanting ke lantai. Ia mengelus dadanya lega, setelah mengetahui bahwa yang jatuh tadi bukanlah kitab.

Namun seketika ia tertarik pada buku itu. Sampulnya bergambarkan sebuah arloji, dan judulnya bertuliskan huruf yang sama sekali tak ia mengerti.

Sebentar, di jaman itu mana ada yang namanya arloji? Aksara pun masih belum ada abjad a b c d, melainkan huruf jawa. Baik, ralat.

Kian Santang bertanya-tanya, ilustrasi apa yang terlukis pada sampul buku itu? Kalau bisa dideskripsikan, sebuah benda berbentuk lingkaran dengan dua jarum panjang & pendek ditengahnya, lalu terdapat angka-angka romawi di sekelilingnya.

"Hm, sepertinya menarik" ia membuka buku itu, kemudian mendapati sebuah tuas kecil. Sebelah alisnya naik, ia semakin bingung dan penasaran.

Pada akhirnya didorong lah tuas itu. Dari sini semuanya pun mulai berubah.

"Zap!"

***

Sebuah cahaya yang menyilaukan matanya perlahan menghilang. Kian Santang mengerjap-ngerjapkan mata, lalu memandang sekelilingnya.

"Dimana aku?" Batinnya bertanya-tanya.

Saat itu yang ia lihat hanyalah sebuah danau luas, jembatan tua, dan rumah pohon kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat itu yang ia lihat hanyalah sebuah danau luas, jembatan tua, dan rumah pohon kecil. Tempat ini serasa begitu asing baginya.

"Hei, kamu gapapa?"

Seorang gadis mengejutkan dirinya yang sedang mondar-mandir tidak jelas di tempat itu. Kian Santang benar-benar seperti anak kecil yang tersesat dan tak tahu arah pulang.

Dengan menundukkan sedikit kepalanya, dan tangan kanan didekapkan ke dada kiri, Kian Santang bertanya balik pada gadis itu.

"Mohon maaf, siapa nisanak? Dan dimana tempat ini? Apakah nisanak tahu letak pajajaran?"

"Hah? Ngomong apaansi ni anak? Aneh banget" batin anak perempuan itu.

"Eh jangan pake bahasa baku gitu dong. Namaku Ajeng. Kamu siapa?"

"Ah- aku Kian Santang, putra dari Prabu Siliwangi"

Ajeng yang mendengar penjelasan Kian Santang hanya melongo.

Life Scenarios [one - shot(s)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang