Enam.

104 4 1
                                    

Udara pagi ini begitu menyegarkan untuk Yoongi. Dengan menggunakan seragam sekolahnya ia menapaki jalan untuk pergi ke sekolah yang hampir sebulan ia tinggalkan.

Ketika sedang berjalan, seseorang menepak punggungnya dari belakang. Ia tahu siapa orang menyebalkan itu.

Yoongi menengok ke belakang dan tebakannya benar.  Hoseok tengah tersenyum lebar sambil menampakan barisan gigi rapinya. Pemuda bermata sipit itu mendengkus sebal.

"Bisakah, untuk tidak menepak punggungku dari belakang?!" sebalnya.

"Hei ... kenapa susah sekali untukmu menungguku, eoh. Apa bagimu kisah kita yang hampir sebulan itu tak berarti?" tanya Hoseok kesal.

Yoongi memasang wajah gelinya. "Kisah kita, gundulmu! Awas kalau kau bilang ke teman-teman, kita berdua kabur bersama," katanya memberi ultimatum.

"Kenapa? Kita 'kan memang kabur bersama."

"Hish, aku tidak mau mereka berpikir kalau kita ini pasangan gay yang meminta restu orang tua, paham?!"

Hoseok tertawa terbahak-bahak. "Iya-iya. Aku juga tidak mau di sangka gay. Biar pun jomblo aku masih suka sama manusia yang membawa melon di dadanya."

Yoongi berjinjit dan memukul kepala Hoseok. "Mesum!"

****

Ketika di kantin, Meilisa menghampiri meja Hoseok dan Yoongi. "Halo," sapa wanita manis bersurai hitam legam yang menjuntai sampai pinggang.

"Eh, Mei, apa kabar kamu?" Hoseok memandang Yoongi dengan tatapan menggoda. Yoongi telah bercerita jika ia menyukai Meilisia.

"Boleh duduk?" tanya wanita yang membawa sepiring berisi makanan.

"Tentu, dong," ujar Hoseok ceria.

"Terima kasih." Mei duduk di samping Yoongi.

"Ah, ada yang berdetak, tapi bukan jam," goda Hoseok dan berkat itu ia mendapatkan sebuah tendangan kecil di tulang keringnya.

"Sakit, Gi," protes Hoseok yang meringis kesakitan.

Yoongi tersenyum tanpa dosa. "Sorry."

"Oh ya, kalian berdua kenapa tidak masuk selama berminggu-minggu?"

"Ah itu, keluargaku dan Yoongi mencari wangsit di gunung Bromo, Indonesia," jawab Hoseok.

"Mencari wangsit untuk apa?"

"Rencananya, aku dan Yoongi akan mengikuti audisi HB yang akan dilaksanakan dua bulan lagi." Meilisia mengangguk.

Yoongi berdehem, ia menopang kepala dengan tangan dan megahadapkan pandangannya tepat di depan wajah Meilisia. "Kau kangen kami, ya?"

Wajah Meilisia langsung merah padam. Ia menunduk malu. "Maaf."

Yoongi berekreasi kesal ketika mendengar kata maaf yang keluar dari mulut Meilisia. Ia memposisikan tubuhnya seperti semula.

"Ck, memangnya kau itu salah apa, sampai harus minta maaf seperti itu, hm?" Hoseok hanya cekikikan melihat kelakuan dua insan itu. Ah, ia jadi penasaran bagaimana perasaan Meilisia pada Yoongi.

****

Yoongi dan Hoseok berjalan beriringan menuju rumah mereka. "Kenapa kau tidak menyatakan perasaanmu pada Meilisia, sih?" tanya Hoseok membuka pembicaraan.

Yoongi menggeleng kecil. "Bagaimana kalau dia menolakku?"

"Cuma lelaki cemen yang tidak menyatakan perasaannya, hanya karena takut ditolak, dan aku sungguh tak menyangka kalau kau termasuk dalam kategori itu."

Sope (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang