Sepuluh (End.)

267 8 4
                                    

Hoseok memanglah pribadi yang humble dan ceria. Namun, itu tidak berarti ia memaafkan kesalahan orang lain dengan mudah, apalagi untuk seorang Yoongi yang tega menyebutnya penghianat bahkan menghajarnya hanya untuk orang lain.

Malam ini, Yoongi kembali menyambangi kediaman Jung, berharap Hoseok mau bertemu sehingga ia bisa menghantarkan maaf pada temannya itu.

Sebenarnya ibu Hoseok telah menyuruh Yoongi untuk langsung saja ke kamar anaknya. Namun, Yoongi menolak, ia tak mau insiden pengusiran Hoseok terhadapnya kembali terulang, seperti dua hari yang lalu. Jadi terpaksa ibu Hoseoklah yang harus memanggilkan anaknya.

Beberapa menit berlalu, ibu Hoseok menemui Yoongi yang duduk di ruang tamu. Wajah wanita itu menunjukkan kalau Hoseok menolak untuk bertemu dengan Yoongi.

"Maaf Yoongi-ah," sesal wanita paruh baya itu.

Yoongi tersenyum tipis untuk menutupi rasa kecewanya. "Tidak apa-apa, Bi. Kalau begitu aku pulang dulu ya."

Setelah mengantarkan Yoongi sampai ke depan, ibu Hoseok pun pergi ke kamar anaknya untuk membujuknya. Wanita berambut sebahu itu memgetuk pintu kamar sang putra. "Hoseok-ah." Tidak lama kemudian, Hoseok membuka pintu kamarnya setengah.

"Boleh Eomma masuk?"

Lelaki berbibir tipis itu membuka lebar pintu kamar untuk mempersilahkan sang ibu masuk, Hoseok kembali menutup pintu kamarnya, setelah sang ibu masuk.

Ibu Hoseok duduk di tepi tempat tidur sang putra. Melihat itu Hoseok  duduk di sebelah ibunya. "Ada apa, Eomma?" tanya lelaki itu.

Ibu Hoseok membelai rambut sang putra lembut, serta penuh perhatian. "Mau sampai kapan kamu bersikap tidak pada Yoongi, Nak. Kasihan dia."

"Dia jahat, Eomma, padahal aku sudah menganggapnya saudara, tapi apa, dia malah percaya pada orang lain dibanding aku."

Ibu Hoseok tersenyum. "Itu memang sering kali terjadi, Seok. Mungkin Yoongi memiliki bukti yang memberatkanmu."

Hoseok mendesah, ia jadi memikirkan perkataan Yoongi saat mengatakan kalau ia  membaca pesan tersebut. "Memang, sih, Eomma, tapi 'kan harusnya dia melihat pribadiku yang tidak mungkin menghiantinya."

Ibu Hoseok terkekeh. "Memang benar, tapi tidak bisa dipungkiri kalau kawan terdekat, yang kita anggap sebagai saudara pun, dapat berkhianat."

Hoseok menekuk wajahnya. "Jadi Eomma membelanya?" kesal lelaki itu manja.

Wanita paruh baya itu tertawa kecil akibat kelakuan sang putra yang seperti bocah umur tujuh tahun. "Ulu-ulu, bukan begitu maksud Eomma, Sayang. Maksud Eomma, tidak adil jika kamu tidak memaafkan Yoongi."

Hoseok mencerna omongan sang ibu dan ia mengerti. Jika ada bukti siapapun akan percaya. Kalau dia di posisi Yoongi, pasti ia akan melakukan hal yang sama. "Baiklah Eomma aku mengerti."

Keesokan paginya saat melihat Yoongi berjalan beberapa meter di depannya, ingin rasanya Hoseok menubruk punggung Yoongi kemudian melihat wajah kesalnya lalu berjalan beriringan sambil membicarakan hal-hal tidak bermanfaat, tapi sayang ia masih terlalu gengsi.

****

Malam sekitar pukul 19.00.

Yoongi berjalan menuju basecamp ia dan Hoseok, ia duduk di bawah pohon yang mereka tanam bersama-sama. Andai ia tidak menyukai Meilisia, semua ini tidak akan terjadi.

Lelaki berparas manis itu mengambil ponselnya dan mengirimi Hoseok pesan. Ia meminta Hoseok untuk datang dan jika Hoseok tidak datang, ia akan berhenti meminta maaf.

Tugasnya kini hanya tinggal menunggu Hoseok, ia berharap kalau lelaki itu mau memaafkannya sehingga mereka bisa kembali seperti dulu. Sejam dua jam berlalu sampai waktu menujukan pukul setengah sepuluh, tidak ada tanda-tanda datangnya Hoseok.

Sope (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang