Sembilan.

127 10 2
                                    

Resah dan gelisah, itu yang tengah di rasakan gadis manis bersurai panjang serta hitam legam ini. Rasa bersalahnya semakin mejadi saat mengetahui Yoongi berkelahi dengan Hoseok, hanya karena dirinya.

Andai semuanya berbeda, ia tidak akan pernah memisahkan dua sahabat yang saling menyayangi itu.

Ketika Meilisia tengah belingsatan di tempat tidur, suara bel pintu apartemen minimalis yang jauh dari kata mewah itu berbunyi. Gadis itu membawa langkahnya dan membukakan pintu.

Melihat wajah sang ibu, Mei langsung memeluk tubuhnya. Ia menengis sesegukan, menumpahkan beban yang  bersarang di hatinya.

"Kamu kenapa, Mei?" tanya ibu Meilisia bingung, pasalnya sejak kematian suaminya, Mei tidak pernah menangis seperti ini.

Kini Mei dan sang ibu duduk berdua ruang keluarga yang juga biasa berfungsi menjadi area makan. Meilisia menceritakan semua perlakuan Jisung pada dirinya serta bagaimana lelaki itu mengancam akan membuat ibu Mei dalam masalah jika berani melawan dirinya.

Ibu Mei begitu terkejut mendengarnya. Ia membelai rambut panjang sang anak. "Mengapa kau tidak bilang apa-apa pada Eomma, Nak?"

Mei menggeleng kecil. "Aku tidak mau membenani Eomma, tapi sekarang apa aku boleh meminta Eomma berhenti bekerja dengan orang tua Jisung?" tanya gadis itu penuh harap.

Ibu Mei mengangguk. "Baiklah, Nak." Tujuannya untuk mendapatkan uang hanya karena ingin Mei bahagia dan jika bekerja dengan orang tua Jisung membuat putrinya tertindas, lebih baik dia berhenti dan mencari pekerjaan di keluarga lain.

Dengan berhentinya sang ibu, Jisung tidak memiliki kesempatan untuk membuat ibu Meilisia berada dalam masalah, seperti ancaman yan ia layangkan pada gadis itu waktu itu.

Meilisia memeluk sang ibu. Satu kerikil di hatinya menghilang. Kini Meilisia hanya perlu jujur pada Yoongi, tentang semuanya.

****

Yoongi dan Meilisia tengah duduk berdua. Gadis itu menata kata-kata di dalam pikirannya dan setelah dirasa pas. Ia pun menghela napas, bersiap mengatakan semuanya.

"Yo-yoongi-ah." Yoongi yang sedang membaca buku pun mengalihkan pandangannya pada sang kekasih. Ia tersenyum manis.

"Ada apa?"

Kembali, Meilisia menghela napas. Jujur, ia takut akan konsekuensi yang akan didapatnya setelah berkata yang sebenarnya. "Kamu boleh putusin aku setelah ini. Aku tidak akan marah atau protes."

Yoongi terkekeh kecil saat mendengar penuturan Meilisia yang aneh. "Kenapa kamu bicara seperti itu?"

"Se-sebenarnya, Hoseok tidak bersalah. Aku telah memfitnahnya," kata Meilisia cepat.

Yoongi mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Maksud kamu?"

"Sebenarnya Hoseok tidak pernah mengajakku pacaran," kata Meilisia.

"Kamu tidak boleh terlalu baik jadi orang, Mei. Apa si brengsek itu menyuruhmu mengatakan ini padaku?"

Meilisia menggeleng. "Tidak Yoongi, Hoseok benar."

Waktu itu saat Meilisia meminjam ponsel Hoseok dengan dalih ingin menelpon sang ibu, sebenarnya ia berbohong. Mei menggunakan kesempatan itu menulis pesan seolah-olah Hoseok mengajaknya pacaran, lalu mengirimkan ke ponselnya. Setelah pesan tersebut terkirim Mei pun menghapus pesan itu dari ponsel Hoseok.

Hati Yoongi hancur saat mendengar pengakuan yang dilontarkan sang kekasih, ia tidak percaya jika gadis itu mampu melakukan hal jahat seperti itu, padahal Hoseok selama ini selalu bersikap baik dengan gadis itu.

Yoongi memandang wajah wanita yang begitu ia cintai dengan tatapan penuh kecewa. "Kenapa Mei?" Tak terasa air mata jatuh di pipi lelaki itu.

Batin Mei teriris saat melihat lelehan air mata yang keluar dari netra lelaki yang amat dicintainya itu. "Maafkan aku, Gi. Aku terpaksa melakukannya."

#flashback.

Jisung memandang Meilisia seksama, kemudian tersenyum miring. "Nampaknya kau sangat menyayangi pacarmu yang gay itu ya," kekehnya seraya mencibir.

"Bukankah aku bilang, kalau Yoongi itu bukan gay!" tekan Meilisia yang tak terima.

Jisung terkekeh licik. "Aku jadi ingin tahu siapa yang lebih kau sayangi, eomma atau pacarmu itu?"

Kening Meilisa berkerut. "Apa maksudmu?"

Jisung mengikis jaraknya dan Meilisia. Lelaki itu berhidung bangir itu, menunduk dan berbisik di telinga Mei. "Aku ingin kau mengancurkan pertemanan Yoongi dan Hoseok." Setelah mengatakannya, Jisung menegakan kembali tubuhnya. Lelaki itu tersenyum licik.

Meilisia menatap lelaki di depannya itu sengit. Ia tidak akan melakukan hal jahat seperti itu. "Kau gila! Aku tidak akan melakukan itu, paham?!"

Tawa renyah yang terdengar licik, keluar dari mulut Jisung. "Oke, tidak apa-apa jika kau tidak mau, tapi jangan salahkan aku jika nanti ibumu mendekam dalam penjara!"

Kembali, Jisung menggunakan ibu Meilisia untuk membuat gadis itu menurut. Logan tau jika wanita yang bekerja di rumahnya itu, sungguh berarti untuk Meilisia.

"Jadi begini rencananya, diam-diam aku akan menaruh perhiasan mahal ibuku di tas kerja ibumu dan saat ibuku sadar perhiasannya hilang, ia akan menggeledah ibumu dan ...." Jisung menjeda kalimatnya. "Kau pasti tau akhirnya," kata lelaki itu seraya tertawa.

Rasa sakit hati tak terlawan, itulah yang di rasakan Meilisia. Ia tidak mungkin membiarkan sang ibu mendekam di penjara. Maafkan aku Yoongi, ucap Meilisia dalam hati.

"Baik, Jisung, aku akan menurutimu. Berjanjilah untuk tidak membuat ibuku dalam masalah."

Logan tersenyum penuh kemenangan. "Tentu saja, Manis." Lelaki itu mengacau puncak rambut Meilisia sebelum pergi meninggalkan gadis itu.

#flashback end.

Meskipun telah mendengarkan alasan Meilisia, Yoongi tetap saja tidak bisa terima. Harusnya gadis itu menceritakan ancaman Jisung padanya, kemudian mencari jalan keluarnya bersama-sama. Yoongi beranjak dari duduknya.

"Aku sungguh kecewa padamu, Mei. Mulai sekarang kita putus."

Yoongi lalu meninggalkan Meilisia yang tampak sedih. Namun, ia mengerti kalau lelaki berparas manis itu memutuskannya.

****

Ketika melihat Hoseok berjalan sendiri, ingin rasanya Yoongi menyusul dan berjalan di sampingnya.

Ia merasa bersalah karena lebih percaya kepada orang yang baru ia kenal di banding Hoseok. Ia bodoh karena menganggap Hoseok seorang penghianat setelah semua yang telah mereka lalui.

"Maafkan aku, Seok," gumam Yoongi lirih.

Malam harinya, Yoongi mengambil kerikil di jalan dan melemparkannya ke jendela kamar Hoseok. Sekali dua kali melempar, Yoongi masih belum mendapat respon.

Ketika Yoongi melemparkan kerikil yang ketiga, Hoseok membuka jendelanya. Suka tak suka, batu kecil itu pun mengenai kening Hoseok. Melihat itu Yoongi meringis. Pasti sakit, batinnya.

Hoseok mengusap-usap keningnya. Ia memandang ke bawah dan melihat Yoongi yang menyengir kuda. Ia menunjukan raut masamnya.

"Aku akan menyirammu dengan air panas, jika kau melempar kerikil itu lagi ke jendelaku," kata Hoseok kesal.

"Turun dulu, Seok. Ada yang ingin aku bicarakan padamu," kata Yoongi setengah berteriak.

Hoseok menunjukan telunjuknya, lalu menggerakkannya ke kanan dan ke kiri, sebagai tanda kalau dia tidak mau. "Pergi dan jangan ganggu aku lagi, Penghianat." Setelah mengatakan itu Hoseok kembali menutup jendela kamarnya.

Melihat jendela kamar Hoseok yang tertutup, Yoongi pun menghela nafas panjang. Ia harus berjuang demi mendapatkan maaf Hoseok.










Sope (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang