PART (9)

21 3 4
                                    


Karena, perpisahan yang paling menyakitkan ialah, ketika kita dipisahkan oleh alam yang berbeda.
Muhammad Dika Pradana

"Berisik," jawab Karin.

"Ya maaf, sekolah lu gimana? Banyak cogan enggak di sana? Tahu enggak? Di sekolah baru gua, gua sudah punya teman baru lu, dan gua juga sudah punya gebetan baru,” ucap Riska sangat antusias, sampai ia tidak sadar bahwa Karin tidak sendiri.

"Cowok terus dipikirinya. Ingat, sudah kelas 10 SMA bukan kelas 9 SMP lagi. Daripada mikirin cowok terus, mending belajar sana. Kasihan orang tua lu, sudah capek-capek cari uang buat anaknya sekolah, eh anaknya malah pacaran bukannya belajar."

"Siapa yang cowok terus? Orang pacaran cuman buat penyemangat aja. Enggak bakal ganggu ini."

"Penyemangat? Dasar bocah! Yang harusnya jadi penyemangat terbesar lu itu orang tua lu, cita-cita lu, bukan pacaran. Ingat, di luaran sana masih banyak orang yang mau sekolah, tapi harus berhenti karena biaya. Kita yang diberi kesempatan sama Tuhan buat sekolah, harus bersyukur. Jangan menyia-nyiakan kesempatan itu. Dan yang lu harus tahu juga, dunia terlalu jahat untuk orang miskin dan bodoh. Dan cara buat menghindari hal itu, ya dengan belajar," papar Karin.

"Setuju banget si, kalau kita pintar kita bisa keliling dunia dengan ilmu. Bahkan kita bisa mengubah dunia dengan ilmu," ucap Dika membuat Riska menatapnya.

"Siapa? Pacar Karin, ya?" tanya Riska.

"Ngaco lu, dia ketos di sekolah gua," ujar Karin.

"Kalau ia juga enggak masalah kali," ucap Riska membuat Karin menatapnya tajam. Dika yang melihat dan mendengar kejadian itu tertawa, dan tawa itu membuat seorang Karin terpesona.

"Eh, kenapa melamun lu? Kesambet baru tahu rasa," ujar Riska.

"Siapa yang melamun? Dik, mau langsung pulang atau mampir dulu?"

"Langsung pulang aja, sudah sore. Oh iya, orang tua kamu mana? Saya mau pamit," ujar Dika membuat raut wajah Karin berubah. Riska yang melihatnya, langsung menggenggam tangan Karin, untuk memberikan kekuatan padanya.

"Kenapa?" tanya Dika.

"Enggak apa-apa kok Dik, kalau mau pulang, pulang aja. Enggak usah pamit dulu," jawab Riska.

"Emang orang tuanya enggak ada? Ya sudah kalau begitu, saya langsung pulang saja."

"Orang tua gua, sudah meninggal sejak gua kelas 9 SMP," ujar Karin sendu. Hal itu, membuat Dika menatapnya. Karin tersenyum, berusaha mengisyaratkan bahwa ia baik saja-saja.

"Kalau mau nangis, nangis aja. Itu bukan berarti kita lemah," ucap Dika yang membuat air mata Karin turun membasahi pipinya.
Lalu, Dika menarik Karin ke pelukannya dan membisikan sesuatu yang membuat air matanya mengalir kian deras. "enggak selamanya kita harus tersenyum di saat hati kita sedang terluka. Menangislah sepuasmu, luapkan semua rasa sakit yang kamu rasakan. Setelah itu jangan lupa, hapus air matamu, dan tersenyumlah. Karena di dunia ini masih ada orang yang menunggu senyum manis dari bibirmu."

Dan, di saat itu Paman dan Bibinya keluar.

"Ris, Karin kenapa? Dan, dia itu siapa?" tanya Bi Isma.

"Masalah orang tua, Bi," jawab Riska sendu.

"Karin, "sapa Bi Isma. Karin yang mendengar suara itu, buru-buru menghapus air matanya.

"Iya, kenapa Bi?" tanya Karin.

"Kamu kenapa?" tanya Bi Isma.

"Enggak Bi, Karin enggak kenapa-kenapa ini," elak Karin.

"Serius? Jangan bohong sama Bibi,” ucap Bi Isma yang membuat pertahanan Karin runtuh kembali.

"Bi, kenapa sakit itu masih terasa begitu sakit, ya? Padahal Mamah sudah pergi hampir satu tahun, tapi hati Karin masih sakit Bi ..., " lirihnya di pelukan Bi Isma.

"Wajar sayang, enggak ada orang yang tidak terluka ketika kehilangan sosok yang paling ia sayang. Dan menyembuhkan luka, tidak dalam waktu sehari atau sebulan. Semuanya butuh proses. Sekarang yang kamu lakukan, berdoa sama Allah, minta diberikan kekuatan dan kesabaran untuk menghadapi cobaan ini. Jangan pernah berpikiran untuk mengakhiri hidup lagi, ya? Kamu enggak sendiri menghadapinya, kamu punya Bibi, Paman, dan Riska. Kami akan selalu ada untukmu, dan kamu punya Tuhan yang tidak akan pernah meninggalkanmu, di saat banyak orang yang meninggalkanmu. Tapi, Tuhan selalu ada untukmu,” papar Bi Isma

Dika hanya terdiam melihat  itu, ia paham betul gimana sakit yang dirasakan ketika kehilangan orang yang paling disayang selamanya. Karena perpisahan yang paling menyakitkan ialah, ketika kita dipisahkan oleh alam yang berbeda.





Hua🙃 ada yang nyesek baca part, ini?

dont forget vote☺

MarindiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang