Terlalu sulit, bagimu. Tapi, bukan berarti tak bisa. Selagi mau berusaha, dan berdoa, sesulit apapun jalannya, pasti kamu akan mampu menggapai semua impianmu, asal jangan berhenti berjuang.
~~ Marindi ~~"Karin," sapa Bi Isma depan pintu.
"Iya, Bi"
"Bibi, boleh masuk?" tanya Bi Isma, dan dijawab dengan anggukan.
"Kamu, kenapa kemarin tiba-tiba pingsan?"
"Enggak tahu, Bi. Kepala aku, tiba-tiba sakit," jawab Karin.
"Hari ini jangan ke sekolah, ya? Bibi antar ke dokter gimana?"
"Enggak usah Bi. Sudah, enggak apa-apa ini," jawab Karin tersenyum manis.
"Bi," sambungnya.
"Iya, sayang kenapa?" tanya Bi Isma, mengusap lembut rambutnya. Karin, bingung. Apa ia harus menceritakannya?
"Kenapa, melamun?"
"Eh, a-anu bi."
"Anu apa sayang? Oh, iya tadi mau bicara apa?"
"Hm, enggak jadi deh Bi," jawabnya cengegesan
"Kamu, ya," omel Bi Isma dan dijawab senyum yang tak berdosa dari keponokannya.
"Ya sudah, lanjut istirahat saja. Nanti pas waktunya shalat subuh Bibi bangunkan," ujar Bi Isma sambil mengelus lembut rambut Karin. Gadis itu bersyukur karena mempunyai bibi dan paman yang sangat menyayanginya, layaknya anak sendiri. Mungkin karena putra mereka tengah ada di Yogyakarta untuk menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Gajah Mada. Universitas itu merupakan impian banyak orang namun tak semuanya mampu masuk ke sana. Hanya orang-orang yang mempunyai usaha yang sungguh-sungguh mampu menjadi mahasiswa di sana. Sama seperti mereka, Karin juga bertekad masuk ke UGM meskipun sulit, tapi ia berpegang teguh pada perkataan yang diucapkan ibunya dulu.
Terlalu sulit, bagimu. Tapi, bukan berarti tak mungkin. Selagi, mau berusaha, dan berdoa. Sesulit apapun jalannya, pasti kamu akan mampu menggapai semua impianmu. Asal jangan berhenti berjuang.
Lalu, ketika ia hendak memejamkan matanya. Tiba-tiba, handphonenya, berdering menandakan ada panggilan masuk.
Siapa, sih? Jam seginih telepon. Kaya, enggak ada waktu lain saja. Mana, no. enggak dikenal, angkat jangan? Hm, angkat saja lah, siapa tahu penting, ujarnya.
Belum ia mengucapkan satu kata pun, orang yang meneleponnya langsung saja berbicara layaknya, seperti petasan.
"Lu, kok lama angkat teleponnya?"
"Lu, masih sakit?"
Hening. Tidak ada jawaban, yang akhirnya membuat orang yang meneleponnya bertambah cerewet.
"Wey! Lu, dengar enggak gua ngomong?"
"Dengar," jawab Karin, membuat sang penelepon bertambah marah.
"Kenapa, enggak dijawab kalau dengar Cattlina Karin Anthony," ucapnya, penuh penekanan di saat menyebutkan nama.
"Pertama, lu nyerocos terus seperti petasan. Kedua, gua enggak kenal lu."
"Hah?! Lu enggak kenal gua?"
"Enggak, usah teriak. Sebut nama, atau gua blok no. lu," ancam Karin.
"Yeh, gitu aja marah. Iya, iya ini gua bilang, kalau nama gua itu ...."
"Hah!" teriak Karin
Nah, kenapa bisa sampai teriak-teriak? Hiks, ada yang bisa nebak? Don't forget vote, ya😁
Atau klik tanda bintang di bawah dan lihat apa yang terjadi;v
KAMU SEDANG MEMBACA
Marindi
Teen FictionKarin dihadapkan dengan kenyataan bahwa lelaki yang sangat ia cintai, adalah anak dari wanita yang telah menghancurkan keluarganya. Di satu sisi, ia sangat mencintai Dika.Tapi disisi lain, ia tak bisa bersama dengan anak dari wanita yang telah meng...