"Zar, kamu mau ke mana?" tanya Clara.
"Aku, mau hubungi Maurin dulu. Soalnya dari pagi aku, belom sempet kabarin dia. Takut dia khawatir," jawab Nazar. Membuat dada Clara sesak. Andai, kamu tahu Zar, aku menyayangimu lebih dari teman, lirihnya dalam hati. Jordi yang melihat kejadian itu, coba untuk menghampiri Clara.
"Hai, Cla," sapa Jordi.
"Hai, juga. Ada, apa, ya?"
"Kamu, shalat? Kalau shalat kita ke masjid, yu," ajak Jordi.
"Iya. Aku ambil kain mukena dulu," ujarnya lalu pergi.
"Zar, Jordi mana?" tanya Dika.
"Enggak tahu. Memangnya kenapa?"
"Masalah, makanan buat anak-anak sama panitia aman 'kan?"
"Aman. Tadi, gua liat di ruang rapat OSIS, banyak makanan. Mungkin, itu untuk makan nanti malam," jawab Nazar.
"Syukurlah. Yang lain, ada kendala enggak?"
"Engga Dik. Insya Allah, berjalan sesuai rencana sebelumnya."
"Aamiin. Gua, mau shalat dulu, lu kalau mau shalat, langsung saja. Ada beberapa anak osis yang cewek lagi halangan, jadi mereka yang bakal stand di sini. Selagi, yang lainnya shalat," ucap Dika, lalu pergi. Diperjalanannya ia menemukkan gadis cantik, yang selesai melaksanakan kewajibannya.
"Habis, shalat?" tanya Dika, kepada Karin.
"Menurut kamu?" tanya Karin balik, membuat Dika gemas padanya. Kalau saja bukan di sekolah, sudah ia cubit pupinya.
"Heee. Oh, iya. Aku baru ingat, bahwa hari ini kamu ada jadwal ke rumah sakit lagi."
"Iya, aku juga ingat. Tapi, mau gimana lagi, ini acara 'kan terakhir, yang wajib ikut," ujar Karin.
"Kalau memang ada sesuatu hal yang sangat penting, bisa juga tidak ikut. Asal ada keterangan yang logis saja," papar Dika.
"Nanti saja, setelah acara ini selesai nanti aku pergi ke rumah sakit."
"Iya, sayang. Nanti, aku antar kamu pergi. Sekarang kamu istirahat, ya. Kalau ada apa-apa langsung ke panitia atau telepon aku."
"Siap, Pak ketos," jawab Karin.
"Ya, sudah aku mau shalat dulu Kamu, hati-hati, ya," pamit Dika, dan hanya dibalas senyuman manis oleh Karin.
"Bang Dika, yang dikasih senyum. Gua yang meleleh lihatnya" ujar salah satu siswa.
"Iya. Manis banget, gila," sambung siswa lainnya. Karin, yang mendengarnya, tidak ada niat melirik apalagi menjawabnya. Ia langsung saja pergi, sesuai apa yang Dika perintahkan. Sesampainya di tenda kelompoknya, ketika ia sedang merapihkan kain mukenanya. Tiba-tiba, handphonenya berbunyi. Menandakan ada panggilan masuk. Lalu, setelah ia, melihat siapa yang memanggilnya. Ia dibuat kaget, kenapa dia telepon?
"Iya, Bis kenapa?"
"Enggak, cuman mau mastikan keadaan lu saja. Gimana? Acaranya, lancar?"
"Alhamdulillah, lancar."
"Syukurlah kalau begitu. Lu sudah makan?" tanya Bisma.
"Baru, mau makan roti ini."
"Ya, sudah lu makan dulu. Gua matikan teleponnya. Kalau ada apa-apa bisa telepon gua, ya."
"Iya, sudah dulu, ya," ujar Karin, dan mematikan teleponnya. Sesuai apa yang ia bicarakan tadi kepada Bisma. Ia sekarag tengah mencari roti yang Bisma belikan tadi. Setelah ia menemukkannya, lalu mengambil beberapa roti, dan pergi ke aula sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marindi
Teen FictionKarin dihadapkan dengan kenyataan bahwa lelaki yang sangat ia cintai, adalah anak dari wanita yang telah menghancurkan keluarganya. Di satu sisi, ia sangat mencintai Dika.Tapi disisi lain, ia tak bisa bersama dengan anak dari wanita yang telah meng...