Ketika Sang Aktor Sakit

1 0 0
                                    

Bab 9
Ketika Sang Aktor Sakit

Aku tidak menyangka Bu Safitri setega ini. Kenapa jadi begini sih? Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Bagas, kamu ke mana? aku butuh bantuan kamu.

Di saat yang genting seperti ini, aku tak tahu harus berbuat apa. Rasanya mau menangis saja. Mama, Maura butuh Mama sekarang. Ya Allah, bagaimana ini?

"Ayo, Maura!" Bu Safitri menarik lenganku dengan paksa.

"Bu, saya mohon jangan, Bu! Saya gak mau nikah dengan Pak Rizal. Saya mohon, Bu!" pintaku mulai terisak.

Dengan terpaksa aku mengikuti Bu Safitri ke meja tempat di mana Pak penghulu dan Pak Rizal menunggu. Aku pasrah sekarang, apa pun yang terjadi. Tangisan ini percuma rasanya, tidak akan mengubah keadaan.

"Pak, bisa dimulai akadnya sekarang?" tanya Penghulu.

"Silakan, Pak! Lebih cepat lebih baik," jawab Pak Rizal.

"Tunggu! Apa akad ini sah, sementara tidak ada wali mempelai wanita?" tanyaku pada Pak Penghulu.

"Ayahanda Neng sudah meninggal, 'kan? Jadi, bisa diwakilkan dengan wali hakim," jawab Pak Penghulu sambil menunjuk seseorang.
Aku harus berbuat sesuatu untuk mengulur waktu.

"Pak Rizal, bisakah saya merapikan dandanan dulu?"

"Tidak perlu, begini saja sudah cukup, kamu tetap cantik."

Tiba-tiba saja terdengar suara gaduh dari bawah. Lama-lama semakin jelas terdengar. Suara itu, Bagas. Ya, Bagas datang. Aku bangkit, lalu berlari menuju tangga, kulihat Bagas sedang berkelahi dengan dua orang.

"Bagas ...! Aku berlari menuruni anak tangga, Bu Safitri berusaha mencegah, namun tak berhasil.

"Bagas! Cukup, hentikan! Hentikan!" Aku berusaha melerai mereka.

"Maura, kamu sebaiknya lari. Cepat lari cari pertolongan!"

"Tapi, kamu gimana?"

"Gak usah mikirin aku, cepat lari!"

Bu Safitri berlari ke arahku. Aku harus cepat ke luar dari sini. Secepat mungkin berlari, menjauh dari rumah yang lebih mirip neraka ini. Meminta pertolongan pun percuma, tak akan ada yang mendengar, yang terpenting sekarang harus terus berlari.

Dengan napas yang masih memburu, aku berhenti sejenak, melihat ke belakang, aman. Bu Safitri tak bisa mengejarku. Bagas, bagaimana keadaan kamu sekarang? Tadi saja kamu kelihatan sangat payah. Aku harus memesan ojek online sekarang ke rumah Bagas, mengabari Kak Bella.

*

Begitu sampai di rumah Bagas, aku langsung menceritakan kronologi kejadian di rumah Pak Rizal. Kak Bella tidak habis pikir dengan kelakuan pasangan suami istri itu. Ia berusaha menenangkanku, memelukku erat sekali sambil membisikkan kata-kata yang membuatku tenang. Seketika aku seperti mendapat suntikan semangat.

Aku memutuskan untuk kembali ke rumah Pak Rizal, dengan Kak Bella tentunya. Sepanjang perjalanan, hanya doa yang bisa kupanjatkan untuk keselamatan Bagas. Semoga Allah melindunginya.

Setibanya di dalam perumahan, Kak Bella memarkirkan mobilnya dekat mobil Bagas. Melihat ke dalam lewat kaca, ternyata Bagas sudah di dalam. Dia pingsan. Dengan susah payah Kak Bella dan aku membopong Bagas, memindahkannya ke mobil Kak Bella. Kami membawanya ke rumah sakit terdekat.

*

Bagas terbaring dengan selang infus di tangannya. Dia masih belum sadar. Aku menunggu di sisinya, masih khawatir dengan kondisi lelaki berusia tiga puluh tahun ini. Walau dokter bilang tak ada luka dalam, tapi luka di tubuhnya banyak sekali. Aku tidak menyangka akan seperti ini jadinya. Bagas, dia sudah rela berkorban untukku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jodoh Sang PenulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang