05. Dewa's Problems

540 103 111
                                    

Sabtu sore ini, dua pria yang satunya masih muda dan satunya lagi sudah bisa dibilang tua, sedang bermain tenis meja di sebuah ruangan indoor. Bukan di GOR atau semacamnya, melainkan di dalam rumah. Rumah Pak Sudira.

"Yess!"

"Adooh."

Yang satunya puas, yang satunya menyesal, sebab bola yang dipukul oleh Dewa, orang yang mengatakan "yess!" tak dapat ditangkis dan dikembalikan oleh Pak Sudira, orang yang mengatakan "adooh".

"Duh, Dew... udahlah," ujar Pak Sudira lelah, menumpukan dua tangan pada meja tenis meja yang sedari tadi jadi arena permainannya dengan Dewa.

"Kenapa, Pa? Masa nyerah? Katanya, mau ngalahin aku, ini mah seri aja belom." Dewa tersenyum lebar nyaris terkekeh.

"Mata Papa suka gak ngeliat bolanya." Pak Sudira beralasan.

Dewa tertawa.

Pak Sudira melipat bibirnya sebal, menatap Dewa yang sedang tertawa itu dengan jelingan sinis. "Mulai kan, songong."

"Hehe. Peace, Pa." Dewa menunjukkan jari peace-nya. "Ya udah, kita duduk dulu, Pa," ajaknya kemudian, mengalah saja pada yang lebih tua.

 "Ya udah, kita duduk dulu, Pa," ajaknya kemudian, mengalah saja pada yang lebih tua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pak Sudira yang sudah ngos-ngosan pun setuju. Mulai berjalan menuju bangku yang ada di dekat area lapangan indoor itu, disusul Dewa yang berjalan ke tempat yang sama.

"Haahh." Suara tanda kelelahan disuarakan oleh Pak Sudira, seraya mendudukkan badan. Dewa ikut duduk di sebelanya.

"Dew." Pak Sudira memanggil sambil menepuk paha Dewa.

"Ya?"

"Ih keringatan."

Dewa tergelak. "Lagian Papa... udah tahu habis main, pasti keringetan, lah," ucapnya setelah Pak Sudira mengeluhkan pahanya yang berkeringat. Pemuda itu hanya mengenakan celana sport selutut, jadi saat duduk, celana itu akan terangkat dan menampilkan seperempat paha putihnya.

"Kamu, tuh." Pak Sudira mendorong Dewa pelan. "Eh omong-omong, Papa mau nanya serius sama kamu," lanjutnya, tiba-tiba berintonasi dan berekspresi serius.

Raut Dewa ikut berubah serius. "What is it, Pa? Asek." Ternyata tidak serius-serius banget.

"Kamu katanya mau tunangan sama Indah?"

Dewa tersenyum segera. "Iya, Pa. Sebenarnya aku pengin langsung nikah aja, tapi aku mikir... kayaknya belum bisa kalau dalam waktu dekat ini. Soalnya aku masih sibuk banget ngurus pembangunan showroom yang di daerah Puncak, ada masalah tanah di sana."

"Masalah tanah?" Pak Sudira mengernyit kaget.

"Iya, ada yang ngeklaim itu tanah kakek-neneknya gitu, padahal aku udah beli tanah itu dari tahun lalu, terus aku udah punya sertifikatnya juga, tapi tiba-tiba sebulan lalu, ada beberapa orang yang protes pas aku mulai bangun showroom di situ," papar Dewa.

DEWA-NYA INDAH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang