17. Indah's Husband

681 84 70
                                    

Sudah satu tahun Dewa meninggal. Tak perlu dikisahkan lagi karena hari-hari Indah, sang peran utama kita, tak ada yang menarik untuk dikisahkan. Hidupnya begitu-begitu saja, diliputi duka lara, air mata, dan delusi yang belum berkesudahan.

Namun, 6 bulan belakangan ini, Indah sudah lebih baik kondisinya. Tak lagi melakukan self-harm dan tak lagi suka mengamuk histeris tiba-tiba. Berkat pengobatan dan terapi yang ia jalani bersama dokter jiwa andal.

Sampai suatu hari... Indah ikut dengan papanya untuk keperluan bisnis di Rungkut, Surabaya, tepatnya di pabrik tekstil milik Pak Sudira, Indah bertemu salah seorang pekerja di sana. Seorang lelaki yang langsung saja membuatnya jatuh cinta.

Bukan, bukan karena Indah sudah sembuh lalu move on kepada lelaki itu, namun karena...

Lelaki itu berwajah mirip seperti Dewa.

Indah dibuat tak karuan selama kurang lebih 4 hari, setelah bertemu dengan lelaki asing itu. Ia kembali liar setelah 6 bulan tak lagi liar. Bersikeras mengatakan orang itu adalah Dewa meski orang itu sendiri sudah mengatakan nama aslinya, berulang kali mengatakan dirinya bukan Dewa, bahkan kenal dengan Dewa pun tidak.

Satu dunia sudah mengatakan orang itu bukanlah Dewa, namun pikiran Indah mengatakan orang itu adalah Dewa. Dan kita sudah tahu... Indah hanya akan menuruti pikirannya saja.

***

"Halo, Om?"

"Halo."

"Om Masih di Surabaya, ya?"

"Iya, mungkin bulan depan baru bisa pulang ke Jakarta."

"Oh, iya iya. Ada apa nih Om nelepon?"

"Ini... Om mau ngabarin. Indah udah nikah, Gib."

Mata Gibran pun semakin bulat mendengar pernyataan amat sangat mencengangkan tersebut. Apakah Indah sudah sembuh?

"Maaf, Om... tapi... nikah sama siapa? Memangnya, Indah udah sembuh, Om? Kok tiba-tiba banget?" Gibran bertanya hati-hati.

Tak langsung dapat jawaban. Lama-kelamaan, terdengar suara menangis yang pelan dari Pak Sudira. Maklum, sejak Indah sakit, beliau memang jadi lebih sensitif hatinya.

"Om?"

"Indah cuma jadi istri kedua, Gib," ungkap Pak Sudira begitu lesu.

Melebar lagi kedua mata Gibran. "Is-istri kedua? Kok bisa? Siapa sih itu laki-laki? Kok bisa-bisanya...." Gibran mulai emosi.

"Gibran, jangan marah dulu. Dia karyawan baru Om. Dia pria baik-baik, apalagi istrinya. Dia juga cuma terpaksa menikahi Indah... dia gak mau menikah lagi, sama sekali."

"Terus, Om?" Gibran semakin menggebu dengan ekspresi yang masih kaku.

"Om sendiri yang paksa dia untuk menikah sama Indah. Meski cuma jadi istri kedua... meski dia gak cinta sama Indah, gak apa-apa, yang penting dia mau nikah sama Indah." Terbata lagi pria itu akibat tersedak air matanya sendiri.

Pak Sudira merasakan dilema besar. Ia sedih Indah hanya menjadi seorang istri kedua dari seorang laki-laki yang 100 persen tidak ingin menikahinya. Ia pun merasa bersalah sudah melukai pernikahan lelaki itu dan istri pertamanya.

Mendengar Pak Sudira sedikit kesulitan menjelaskan tanpa menangis, Gibran menjadi iba. "Om... pelan-pelan aja ceritanya, aku nungguin, kok. Aku lagi gak sibuk, cuma lagi duduk-duduk aja di showroom." Gibran berucap lembut.

DEWA-NYA INDAH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang