"Aku iri padamu matahari!" Kata bulan saat mereka bertemu di waktu senja.
"Mengapa harus iri?'
" Karena Tuhan mengutusmu disaat manusia beraktifitas. Jadi pasti banyak yang kau saksikan. Sedangkan aku, tugasku hanyalah melihat orang-orang tidur lelap, sungguh membosankan."
"Tapi kamu enak Bulan, karena ada Bintang yang menemanimu saat bekerja. Sedangkan aku sendirian."
"Tapi hidupmu berwarna, karenanya kamu selalu punya banyak cerita untukku tentang polah manusia. Sementara aku, hanya bisa menatap mereka tengah berbaring ditemani mimpi."
"Tak perlu iri, biarpun aku yang menemani manusia, saat mereka beraktifitas, kamulah yang mereka tunggu."
"Ah, kamu jangan menghiburku!"
"Aku ngga bohong kok! Karena aku kerap melihat manusia bekerja sambil melihat jam, dan jika jam menunjukan waktu kamu akan segera datang, wajah lelah mereka langsung berubah ceria."
"Benarkah? Tapi aku juga sering melihat manusia melangkah gembira saat bisa melihatmu lagi."
"Aku tahu.. ." kata Matahari sambil tersenyum. "Sebenarnya, kita selalu punya tempat di hati manusia. Saat lelah, mereka ingin segera kamu hadir, hingga mereka bisa beristirahat. Namun jika mereka punya mimpi yang ingin segera diwujudkan, maka mereka ingin segera melihat aku. Sampai disini kamu mengerti kan Bulan?"
Bulan terdiam mendengar perkataan Matahari. "Ya, aku mengerti sekarang. Ternyata Tuhan membagi dengan adil tugas kita."
"Benar! Jadi kamu tak perlu iri. Kita berdua tetap memiliki tempat di hati manusia sesuai dengan porsinya masing-masing. Jadi Bulan, selamat bertugas! Temani manusia bermimpi, lalu esok akan kutemani mereka mewujudkannya."
Matahari perlahan pergi meninggalkan Bulan. Kali ini tak ada tatapan iri lagi dari Bulan. Justru kini dia bersemangat menjalankan tugasnya.
Grbgn, 5.3.21
𝓩𝓲𝓪𝓷𝓪 𝓐𝓫𝓲𝓪