[WY] 13. Dipertemukan Kembali

274 25 10
                                    

Wanita itu mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Rosa, ia sudah berada di dekat hutan tempat Licia menghilang. Belum keluar dari dalam mobil, ia masih sibuk menangisi sikap sang suami dan nasib anaknya yang begitu malang. Dari sebelum berangkat, Rosa berkali kali menoleh ke arah spion mobil, berharap jika Edgar mengikutinya secara diam-diam.

Namun sayangnya nihil, Edgar benar-benar tidak mengikutinya. Pria itu memang tidak peduli dengan Licia bahkan sebelum Licia menghilang pun Edgar tidak pernah peduli, yang ada selalu menyakiti. Bodohnya ia juga jarang membela sang anak.

Dengan berbekalkan nyali juga do’a, Rosa segera keluar dari mobil dengan tangan yang memegang ponsel. Dia melihat ke sekeliling yang gelap gulita dan sangat sepi. Udara dingin membuat suasana semakin terasa horor dan mencekam.

“Liciaaa!! Liciaaa, kamu di mana, Nak?! Ini Mama, Lici!! Liciaaa!!” Rosa mengerahkan seluruh tenaganya untuk berteriak, dia berjalan ke sana ke mari sembari meneriaki nama Licia dengan air mata yang masih terus mengalir.

“Liciaaa, ini Mama!! Kamu di mana, sayang?” Hening.

Rosa berteriak, melampiaskan kekesalannya. Kemudian dia menangis ditengah-tengah kegelapan yang diselimuti oleh kesunyian. Napas wanita itu naik-turun, dia kesal dan marah pada si pria bertopeng yang sudah membawa anaknya. Dalam hati, Rosa bersumpah tidak akan tinggal diam jika sudah bertemu dengan sosok itu.

“Pembunuh sialan, di mana kamu?! Ayo keluar dan tunjukan wujud kamu, saya tidak takut!” Seperti orang yang tidak waras, Rosa terus berteriak, semoga saja sosok itu datang malam ini.

“Pembunuh sialan, kamu pasti dengar suara saya ‘kan? Iya, kamu pasti dengar! Ayo muncul dan kembalikan anak saya, bajingan!! Pembunuh sialan!!” maki Rosa dengan terus berteriak sehingga suaranya nyaris habis. Wanita itu mengumpat dan kembali frustrasi karena sosok yang dicarinya tidak tiba juga.

“Permisi, apa butuh bantuan?” Rosa terperanjat kaget saat mendengar suara dari arah belakangnya, dia segera berbalik untuk melihat siapa orang itu.

“Aku dengar Tante berteriak tadi, apa Tante sedang butuh bantuan?” Seorang remaja lelaki bertubuh tinggi tegap itu bertanya.

Rosa mengangguk. “Saya …, saya sedang mencari anak saya.”

“Apa dia hilang di sini? Seperti apa ciri-cirinya kalau boleh aku tau?”

“Sebentar, saya tunjukan saja fotonya, karena siapa tau kamu pernah melihatnya.” Rosa membuka ponsel dan segera menunjukan foto Licia pada remaja lelaki itu.

“Licia? Anak yang hilang itu ‘kan? Jadi, dia anak Tante?”

“Iya, Licia anak saya, apa kamu pernah melihat dia sebelumnya? Apa kamu temannya?”

“Aku pernah melihatnya, tapi sebaiknya nggak aku beritahu di sini. Mungkin, kita harus pergi ke tempat lain?” tawar remaja itu, dan Rosa mengangguk setuju. Tidak mungkin juga mereka berbicara berdua di tempat yang sepi dan tidak ada penerangan sama sekali, selain cahaya dari lampu mobil milik Rosa.

++++++

"Maaf, ini sebenarnya kita mau ke mana, Aldo?” Setelah satu setengah jam perjalanan yang tidak kunjung tiba juga, akhirnya Rosa mengeluarkan pertanyaan yang sedari sebelumnya bersarang di kepala wanita itu.

Lelaki yang katanya bernama Aldo tersebut menoleh sekilas, kemudian kembali fokus mengendarai mobil milik Rosa. Karena sebelumnya mobil Aldo mogok di sekitaran hutan, alhasil Rosa menawarkan diri dan membiarkan anak itu membawa kendaraan miliknya.

“Nanti Tante juga akan tau,” jawab Aldo, kemudian dia tersenyum penuh arti.

Rosa hanya mengangguk saja, tidak ingin lagi banyak bertanya namun terus berharap Reinaldo bisa membawa petunjuk tentang adanya Licia. Lama menempuh perjalanan, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah yang sangat asing di mata Rosa.

Safety or DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang