[WY] 18. He's a Psychopath

239 16 5
                                    

Carla tiba di rumah bersama Ganendra, ia mengajak masuk lelaki itu dan menyuruhnya menunggu di ruang utama. Sementara ia sendiri berlari mencari kedua orang tuanya serta Licia untuk meminta tolong sebab ia harus kembali pergi. Selagi menunggu Carla, Ganendra memperhatikan dengan detail setiap sudut rumah gadis itu.

Mata Ganendra menatap sebuah foto keluarga yang terpajang di dinding. Di sana hanya beranggotakan tiga orang. Tidak lama, Carla kembali bersama Rosa dan juga Licia. Hanya mereka, karena Edgar sedang ada keperluan di luar. Melihat Licia, bola mata Ganendra melebar. Tubuh lelaki itu juga menegang.

Sama seperti Ganendra, Licia juga tidak kalah terkejutnya melihat wajah lelaki itu yang lebam-lebam. Licia menatap Ganendra dengan raut khawatir. Kemudian dengan langkah tertatih dia mendekati lelaki tersebut dan duduk di sampingnya. “Ganendra, apa yang terjadi?” tanya Licia, ia menangkup wajah Ganendra.

“Kak Lici kenal dia?” Carla bertanya, sedikit terkejut.

Licia menjauhkan tangannya dari wajah Ganendra, ia beralih menatap Carla yang duduk berhadapan dengannya. “Iya, Carla. Ma, dia yang menyelamatkan aku dari pria bertopeng itu.” Beritahu Licia, membuat Rosa sekaligus Carla shock dengan apa yang baru saja Licia katakan.

“Benarkah?! Bagaimana ceritanya?” Rosa dan Carla kompak bertanya. Mereka terlihat sangat kepo dengan cerita yang sebenarnya. Ini benar-benar sangat mengagumkan bagi Rosa.

“Ah nanti saja aku ceritanya, tolong buatkan air hangat untuk Ganendra dulu, Ma.”

“Ah iya, aduh Mama sampai lupa. Tunggu, ya, Ganendra, tante buatkan dulu.” Rosa segera pergi ke dapur dengan buru-buru, dia tidak sabar ingin mendengar cerita dari Licia.

“Oh iya, Kak, ini kotak obatnya.” Carla memberikan kotak P3K pada Licia, gadis itu segera membukanya. “Aku juga baru ingat harus pergi lagi, teman-temanku sedang menungguku. Jangan lupa nanti cerita padaku, ya, Kak!” Carla berlari ke halaman rumah, kembali masuk ke dalam mobilnya dan segera menancapkan gas.

Setelah Carla pergi, Ganendra menatap Licia dengan intens. Sehingga Licia dibuat gugup saat hendak mengobati luka lelaki itu. “Cukup katakan bahwa kamu lupa kejadian yang sebenarnya ketika aku menolongmu.” Mungkin Ganendra mengatakan itu dengan santai, namun sorotan matanya terlihat tajam dan sedikit membuatnya takut.

“Ken—napa?”

“Aku cuma nggak mau ada orang yang tau perihal kebaikan yang sudah aku lakukan padamu, bukankah lebih baik jika hanya Tuhan saja yang tau, Lici?” kata Ganendra, lembut.

++++++

Tidak terasa hari sudah kembali malam. Rosa dan Edgar malam ini akan pergi ke sebuah pesta yang diadakan oleh rekan kerja mereka. Sementara Carla, gadis itu belum pulang hingga saat ini. Tidak heran, si bungsu memang sering menghabiskan waktu bersama dengan temannya dan jarang berada di rumah.

Meski keduanya memang sering dikekang, namun Carla masih bisa mendapatkan kebebasan dari Edgar. Berbeda dengan Licia, temannya hanya satu; Raja, pergi main pun diberi batasan waktu. Edgar lebih sering menyuruhnya untuk belajar.

“Hati-hati, Pa, Ma!” teriak Licia sebelum mobil milik Edgar melaju pergi meninggalkan kediaman mereka. Ganendra yang berada di samping Licia, merangkul bahu gadis itu.

“Mereka pasti cepat pulang, nggak usah khawatir. Ayo masuk.” Licia mengangguk, kemudian mereka berdua melangkah masuk.

“Lici, aku mau bicara sama kamu.” Ganendra duduk di sofa ruang tengah, begitu pun Licia. Keduanya duduk berhadapan. “Siapa yang membawamu pulang ke sini?”

“Mama.”

“Terus?”

“Apanya?”

Ganendra berdecak. “Jelasin, Licia. Mama kamu tau dari mana dan siapa yang menjemputmu.”

Safety or DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang