[WY] 05. Pria Bermasker Hitam

405 41 20
                                    

Menikah, lalu punya anak, memang tidak selalu menjamin kebahagiaan. Kadang kala ada ujian yang datang untuk mengetes sejauh mana mereka dapat bertahan dengan pasangannya masing-masing.

Tidak ada yang tidak pernah merasakan, semuanya pasti pernah.

Sama halnya yang dialami oleh Rosa.

Hari ini, beberapa minggu yang lalu, bulan dan tahun sebelumnya, Rosa selalu diuji dengan memiliki pasangan yang begitu keras dan tidak adil dalam membagi kasih sayang terhadap kedua anaknya.

Edgar egois, kasar dan penuh kebohongan. Rosa mencintai pria itu, namun juga membencinya dalam waktu yang bersamaan. Entah sampai kapan rasa cinta itu akan bertahan, yang jelas ia ingin segera mengakhirinya.

Hari ini, Rosa dan Edgar sedang beradu mulut. Hal itu dimulai sejak Licia tidak berada di kamarnya ketika pagi hari tadi. Dia terus menaruh curiga pada sang suami, tidak berhenti pula menudingnya hingga saat ini.

Edgar yang sudah muak dan lelah meladeni Rosa, melampiaskan kemarahannya dengan membanting banyak barang yang mudah pecah. Serpihannya berserakan di mana-mana.

Untungnya Carla sudah Rosa suruh pergi jalan-jalan, jadi dua orang dewasa itu bisa dengan leluasa melampiaskan kemarahan masing-masing.

“Lebih baik kita bercerai!” Kalimat itu dengan lantang keluar dari mulut Rosa. Menciptakan suasana yang semakin tegang dan panas. Pasangan suami istri itu saling berdiri berhadapan.

“Cerai? Oh, rupanya kamu sudah berani, ya, mengatakan itu?”

“Iya! Kenapa?! Setelah aku pikir-pikir memperjuangkan Licia lebih baik, daripada memperjuangkan hubungan kita. Anakku hidup menderita gara-gara sikapmu!” hardik Rosa, menggebu-gebu. Sudah tidak tahan dengan sikap Edgar yang terlalu meng-anak tirikan Licia sedang ia terlalu bucin pada pria itu.

“Nggak! Sini kamu!” tolak Edgar mentah-mentah, selanjutnya dia menarik pergelangan tangan Rosa dan menyeret wanita itu ke arah gudang dengan mengabaikan berontakannya.

“Berani sekali kamu berbicara seperti itu, Rosa. Kamu menginginkan hubungan kita berakhir begitu saja hanya karena nggak senang melihat Licia seperti itu? Padahal, saya hanya mengajarkannya hidup mandiri.”

“Tapi, kamu mengusirnya, bodoh! Seharusnya nggak perlu seperti itu untuk mengajarkannya hidup mandiri, faktanya kamu hanya ingin Licia pergi dari rumah ini ‘kan?!”

“Sialan! Ternyata kamu juga sudah berani mengumpat saya, rasakan ini akibatnya.”

Sampai di gudang, Edgar langsung membawa istrinya masuk, dia tarik rambut Rosa dengan sebelah tangannya, sedang tangan yang lain dia gunakan untuk menahan kedua tangan istrinya itu ke belakang punggung.

Kemudian Edgar membenturkan kepala sang istri pada dinding, selama beberapa kali hingga kepala Rosa mengeluarkan cairan kental berwarna merah.

Setelah itu Edgar menarik kembali rambut Rosa dan dia banting wanita itu ke atas lantai. Rosa merintih kesakitan dengan air mata yang sudah tumpah, dia tatap suaminya dengan mata yang memerah. “Kamu melukaiku lagi.”

Bukan rasa iba yang tercetak di wajah Edgar ketika istrinya mengatakan hal demikian, namun justru wajah kepuasan dan mengejeklah yang terpancar di sana. “Ya, dan kamu seolah nggak pernah puas dengan rasa sakit itu, kamu menikmatinya, ‘kan?” katanya, lalu berjongkok di samping Rosa.

Bukanlah sekali dua kali Edgar melakukan hal seperti ini pada istrinya, setiap kali mereka sedang bercekcok Edgar selalu memberikan kekerasan pada Rosa. Dan bodohnya Rosa tetap bungkam tanpa memberitahu siapapun, bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Safety or DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang