10| Monyet

414 34 21
                                    


ANU - satu kata berjuta makna.

"Kamu kok bisa kesini? Tau alamat rumah aku dari mana ?" Tanya Arena pada Zidan yang saat ini sedang berdiri di hadapannya.

"Em.. anu.. gue tadi kebetulan lewat sini" Zidan menggaruk tengguknya yang tidak gatal.

"Kok kamu bisa tau alamat aku?" Introgasi Arena karena tidak mendapat jawaban memuaskan dari Zidan.

"Tadi itu.. anu..." Zidan bingung menjawab apa, rasanya terlalu gengsi untuk mengakui dia menanyakan alamat Arena dari Selly. Dan seharusnya dia tidak di sini menemui Arena.

"Hey boy..anu kamu kenapa? Kejepit ?" Itu suara Arnold yang ikut nimbrung, lalu Arnold memperhatikan Anu-nya Zidan. Menyadari arah tatapan Arnold, Zidan langsung menutupi juniornya dengan tangan. Zidan merasa seperti di telanjangi.

"Emm.. maksudnya bukan anu saya om" Zidan menggaruk keningnya. Benar benar malu.

"Kamu dari tadi garuk garuk terus, kamu gak mandi ya kesini?" Arnold mendekati Zidan lalu mengendus ngendus badan Zidan seperti anak anjing, mengangkat lengan Zidan dan mendekatkan wajahnya di area ketiak Zidan.

"Makanya harus mandi, biar anunya gak gatel." Zidan hanya tersenyum kikuk dan salah tingkah. Rasanya dia ingin pulang saja. Keputusannya datang menemui Arena adalah kesalahan besar.

Kenapa jadi ngomongi anu sih ? Batin Zidan

"Pa udah dong, jangan di isengin terus.." Arnold hanya cekekikan mendapat tatapan kesal dari Arena. Lalu beralih menatap Zidan.

"Ayo masuk dulu" ajak Arena.

****

Kedua anak manusia itu sedang duduk di sofa ruang tamu, Arena menunggu Zidan mengeluarkan suara sedangkan Zidan diam seribu bahasa seperti limbad.

"Ekhem.." Arena memecah keheningan di antara mereka.

"Kamu dalam rangka apa ke rumah aku?" Arena melirik Zidan, cowok itu sangat tampan  mengunakan kaus hitam dan celana panjang hitam serta jam tangan hitam merk Alexandre Christie yang berwarna gelap.

Damagenya gak ngotak.

"Kamu kenapa beranten ?" Tanya Zidan

Arena memperbaiki posisi duduknya menghadap Zidan "Biasalah.." jawab Arena singkat.

"Kamu di bully?" Tanya Zidan

"Iya"

"Kata Randu kamu di pukul?" Kepalanya menoleh menatap gadis itu.

"Iya, tapi aku balas kok. Aku kan wonder women" Arena mengangkat tangannya seolah olah memperlihatkan otot lengannya yang memang tidak ada. Arena tidak mau kelihatan lemah. Dia adalah perempuan kuat.

Zidan menggesar badannya dan berhadapan dengan Arena, menungkup wajah Arena dengan kedua tangannya, keduanya saling mengunci pandangan.

"Kamu gak papa?" Tanya Zidan lembut

"Apa aku harus kenapa kenapa dulu baru kamu peduli?" Terpancar raut kesedihan di wajah Arena. Zidan tau dari sorot matanya Arena kecewa terhadap Zidan. Tapi Zidan tidak menyukai Arena, Zidan tidak harus perduli apa yang terjadi pada perempuan itu.

Tapi logika dan gerakan tubuhnya berlawananan. Perlahan tangan Zidan mengusap sudut bibir Arena, tampak darah kering sedikit disana. Arena menikmati sentuhan Zidan, hatinya menghangat.

"Ale-ale nya kak... panas panas gini paling enak minum extra joss susunya kak... " Zidan langsung melepaskan tangannya pada wajah Arena karena Arnold lewat di belakang mereka.

AYO JADIAN !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang