4. EMBUN SENANDITA

369 28 0
                                    


Bacalah cerita ini ditempat yang sunyi, gelap dan tak ada penerangan sedikit pun. Percayalah, akan ada seseorang yang akan menemanimu. Yaitu teman tak kasat mata Trisya.

____________________________________
4. EMBUN SENANDITA

SMA Cendana Putih sudah riuh pagi hari. Karena kedatangan murid baru yang katanya sangat cantik sekali. Trisya dan Ruhi ikut memperbincangkan kedatangan murid baru itu.

Trisya terdiam, ketika matanya menangkap satu sosok gadis yang berjalan ke arahnya. Wajahnya tertutup sebelah oleh surai rambutnya yang panjang. Berjalan santai sambil menatap lurus ke depan.

Mata mereka saling bertubrukkan,  namun pada akhirnya Trisya memutuskan pandangannya. Ada yang aneh dari gadis itu menurut Trisya. Dan siapakah dirinya?

“Trisya?” panggil Ruhi, namun Trisya tak merespon ucapannya. “Trisya!” teriak Ruhi, membuat si empu terkejut bukan main.

“Ruhi?! Bisa enggak jangan teriak!” ucap Trisya, sambil berdecak. Kemudian kembali memandang gadis itu.

Ruhi memutar bola matanya malas. Sahabatnya ini sungguh membuatnya sebal. Kenapa coba, Trisya harus kepo terhadap orang lain?

Kring! Kring! Kring!

Bel telah berbunyi, pertanda kelas akan segera dimulai. Trisya dan Ruhi yang mendengar bel langsung segera pergi ke kelasnya.

***

Trisya dan Ruhi sudah duduk di bangku. Kemudian menunggu hadirnya guru mata pelajar pertama. Knop pintu bergerak, pertanda guru yang akan mengajar telah sampai.

Dugaan mereka salah, yang datang adalah Kepala Sekolah, bersama dengan gadis yang Trisya temui tadi. Ia sudah mengerti sekarang.

Ruhi masih menatap gadis itu. Kemudian kembali menatap kertas putih yang sedang ia goreskan oleh tinta.

“Pagi semuanya,” sapa Kepala Sekolah. “Hari ini kita kedatangan murid baru. Kamu silahkan memperkenalkan diri.”

Trisya masih menatap gadis itu. Entah kenapa, ia seakan aneh sejak kehadiran tadi. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi dari dalam dirinya.

“Hallo semuanya. Nama saya Embun Senandita, salam kenal. Semoga bisa berkawan baik,” ucap murid baru itu. Yang ternyata bernama Embun.

“Kamu silahkan duduk di kursi yang kosong,” titah Kepala Sekolah. Embun pun segera mencari kursi kosong. Kebetulan ada kursi yang jaraknya tak jauh dari tempat duduk Trisya dan Ruhi.

Embun berjalan santai. Matanya kembali bertubrukkan dengan mata Trisya. Ada kilatan putih yang dapat Trisya lihat dari matanya. Benar ucapan Trisya, ada yang aneh dalam dirinya.

Trisya mulai fokus, guru sudah datang dan siap untuk mengajar. Dari kaca jendela, sosok Lili terlihat jelas oleh dirinya.

Trisya! Trisya! Trisya! Ih enggak lihat-lihat. Trisya!

Hantu kecil itu terus memanggil Trisya. Sepertinya ada hal yang akan ia sampaikan. Namun Trisya mengacuhkannya.

Ada berita penting juga! Yaudahlah, kalau ada apa-apa bodo amat!

Trisya sungguh sebal sekali. Lili selalu saja membuatnya kesal. Apakah ia tak tahu dituasi? Jelas-jelas Trisya saat ini sedang berada di sekolah. Semua hantu menurut Trisya sangat menyebalkan.

“Ganggu, aja deh!” gumam Trisya. Namun masih bisa didengar oleh Ruhi.

“Aku enggak ganggu kamu,” kilah Ruhi. Ya, memang Trisya tak bicara dengannya. Ia salah sangka.

“Bukan sama kamu, Ruhi. Tadi ada Lili,” jelas Trisya. Mendengar nama Lili, Ruhi langsung menjadi takut.

Embun sejak tadi memperhatikan Trisya. Dan ia juga melihat Lili yang berada di jendela. Tunggu! Apakah Embun juga memiliki kelebihan seperti Trisya?

***

Bel istirahat telah berdering lima belas menit yang lalu. Seperti biasa Trisya akan mengasingkan dirinya sendirian. Ruhi tadi pergi ke kantin. Sempat mengajak Trisya, namun dirinya menolak ajakan Ruhi. Entahlah, Trisya memang suka kesunyian.

Sambil menatap ponselnya. Trisya tiba-tiba terdiam. Ketika Embun berjalan kepadanya. Ia sama sekali tak menghindar, dan membiarkan Embun duduk di sampingnya.

“Sendirian aja?” tanya Embun sambil tersenyum. Trisya menoleh kemudian tersenyum juga.

“Iya, udah biasa,” jawabnya. Kemudian Trisya menemukan keanehan lagi dalam diri Embun.

Trisya memejamkan matanya. Sedikit ada sedikit jawaban dari pertanyaannya. Kemudian Trisya membuka lagi matanya.

“Kamu bisa lihat hantu juga?” tanya Trisya. Lalu Embun membulatkan matanya sempurna. Bagaimana Trisya tahu? Pikirnya.

“Kamu tahu dari mana?” Embun malah balik tanya. Trisya hanya tersenyum. Dugaannya berarti benar.

Dari kejauhan, Arin dan Lisa sedang memperhatikan mereka berdua. Dua gadis Saranjana itu langsung berjalan menuju Trisya. Dari cara mereka menatap, seperti ada sesuatu yang akan disampaikan.

“Trisya!” panggil Arin dengan nada suara yang cukup tinggi. Trisya mengerutkan keningnya.

“Ada apa?” tanya Trisya bingung.

Arin dan Lisa terdiam. Lalu menatap satu sama lain. Apakah Trisya akan membantu mereka?

“Ada masalah, kamu bisa bantu kami?” jelas Lisa, lalu menarik tangan Trisya.

“Kamu juga ikut,” ucap Arin. Dan juga menarik tangan Embun.

Mereka berlari ke belakang sekolah. Tempat yang membuat Trisya lemah dan ketakutan.

Tak perlu banyak waktu untuk sampai. Arin dan Lisa segera menyuruh Trisya dan Embun untuk membantu mereka.

“Kamu Embun, kan?” tanya Arin. Embun mengangguk. “Tolong bantu kami. Terawang bagaimana kejadian yang akan datang,” pinta Arin. Trisya membulatkan matanya. Apa ia tidak salah dengar?

Embun terdiam. Bagaimana bisa Arin mengetahui kelebihannya? Perlu dipertanyakan.

Tanpa bertanya lagi, Embun mulai melakukan apa yang Arin suruh. Ia mulai masuk ke dalam masa depan.

Tiba-tiba tubuh Embun terpental. Lalu sadar dan duduk di lantai. Apa yang sudah Embun lihat?

“Kenapa Embun?” tanya Trisya takut. Embun menatapnya. Lalu memeluknya. Melihat perlakuan Embun yang aneh. Trisya hanya diam saja.

“Kamu, aku, Lisa, Arin, Ruhi, Jamal, Rana, Iyan, dan Hans,” ujar Embun. Mereka tak paham dengan apa yang diucapkan oleh Embun.

“Maksudnya?” tanya mereka bertiga berbarengan.

- Bersambung -
_____________________________________

Bogor, 16 Juli 2021

SARANJANA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang