2.4

899 114 2
                                    

Author's note : Chapter ini mengikuti POV dari Serin

"Hnngg..."

Aku terbangun setelah mendengar suara Lilya yang sedang meregangkan badannya.

"Jangan lupa kerja hari ini," ucapku tanpa membuka mata.

Lilya kemudian terdiam seperti batu. Anak ini sungguh pemalas. Tidak berubah sama-sekali semenjak pergi dari Rizilyra.

"Hah..." aku menghela nafas. Kenapa aku harus merawat anak ini? Semenjak dia datang yang dia lakukan hanya menangis, menangis, dan menangis. Ditambah dengan kebiasaannya untuk memaksakan diri. Ugh. Apa benar dia berumur 30 tahun? Kenapa dia sangat kekanakan seperti ini.

Ciit

Kudengar suara kasur yang sedang Lilya dan aku tempati sekarang berdecit, menandakan Lilya yang bangkit dari posisi tidurnya.

"Ugh... kenapa aku harus bekerja..." protes Lilya.

Aku lalu melihat dia berjalan menuju kamar mandi.

Aku menatap ke arah wajahnya dan melihat bekas air mata. Kemarin malam dia menangis dalam tidurnya lagi. Hah... memangnya apa yang membuatnya seperti itu?

Aku lalu bangkit dan meregangkan tubuh kucing ku. Mencengkeram ujung selimut milik Lilya, lalu merapikannya. Hm hm! Setidaknya aku bisa melakukan ini menggunakan tubuh ini! Sudah kuduga, wujud ini memang yang terbaik!

Aku lalu turun dari tempat tidur dan melihat Lilya yang berdiri di depan pintu. Huh? Dia sudah selesai? Berarti wujud ini bisa merapikan kasur tapi hal itu membutuhkan waktu yang lama... hm hm. Begitu, begitu...

"Uh? Siapa yang merapikan kasurku?" ucap Lilya, wajahnya terlihat kebingungan sekarang.

"Jangan berpikir soal hal yang aneh. Aku yang melakukannya," jawabku.

Lilya lalu menatapku dengan tatapan kagum, terkejut, dan tidak percaya. Dia lalu mengangkat tubuhku, lalu menggosok-gosokkan wajahnya ke wajahku, seperti yang biasa dia lakukan kepada adiknya.

Lilya kemudian berjalan menuju dapur, lalu meletakkan tubuhku di atas salah satu kursi di meja makan.

"Ah. Aku lupa. Serin, bisa tolong bangunkan Irin dan Daniel?" ucapnya sambil menggulung lengan bajunya.

"Oke," jawabku singkat.

Aku kemudian berjalan menaiki tangga. Rumah ini memang menakjubkan. Hm hm! Siapa dulu yang membuatnya! Dengan satu jentikan jari, aku bisa membangun rumah ini hm hm hm!

Aku kemudian terhenti. Huh, kita bertemu lagi, musuh bebuyutanku. Pintu.

"Hup!" aku melompat dan berhasil meraih gagangnya dalam satu lompatan.

Huh! Rasakan! Itulah akibatnya jika kau menantang diriku, Celene!

Aku kemudian berjalan dengan elok menuju salah satu kasur yang ada di kamar ini. Aku melompat menaiki kasur bocah #1.

Kulihat rambutnya yang berwarna kuning keemasan. Dan warna bola mata di balik kelopak mata itu... sungguh unik.

Pertama kali aku dan Lilya bertemu dengannya adalah ketika kami berdua kabur dari cengkeraman musuh dan sedang terpojok. Lilya sedang terluka saat itu. Kemudian anak ini tiba-tiba muncul dari balik pohon. Bahkan sihirku tidak bisa mendeteksi dia.

Dia bertanya, "A-apa Nona itu sedang sakit?" ucapnya.

Anak itu terlihat kurus dengan baju compang-campingnya. Ditambah saat itu sedang hujan deras. Tetapi anak itu berdiri di tengah-tengah hujan seolah-olah kehujanan sudah hal yang biasa baginya.

Dia kemudian tanpa takut melihat wujudku saat itu, mendekat. Dia kemudian mengulurkan tangannya ke arah Lilya yang sedang terbaring di atas lenganku, berlindung dari hujan di bawah sayapku. Aku menggeram kepadanya, curiga, waswas, takut. Lilya dan aku sepakat kalau kami akan kabur dari musuh, dari Rizilyra untuk sementara. Meninggalkan semuanya, termasuk keluarga. Tidak berniat untuk mempercayai siapa pun.

Anak itu kemudian terlonjak ketika mendengar geramanku. Takut melihatku.

"Tu-Tuan Naga. Tolong biarkan Irin menyembuhkan lu-luka yang ada di Nona ini," ucapnya terbata-bata, tubuhnya juga bergemetar hebat. Tapi dia menolak untuk mengabaikan Lilya yang sedang terbaring di tanganku.

Aku menyipitkan mataku, "Baiklah. Tapi jika kau berusaha untuk mencelakakannya sedikit saja, aku akan langsung membunuhmu di tempat, mengerti?" ucapku dengan suara menggelegar.

Anak kecil itu mengangguk histeris dengan air mata yang sudah keluar dari kedua bola matanya.

Dan saat itulah, aku merasakan sihirnya. Sangat mirip dengan aura sihir milik kami, para dewa. Tapi juga mirip dengan makhluk di dunia ini.

Aku kemudian tersadar. Ah, anak ini. Dia salah satu anak dewa di dunia ini.

Aku mengarahkan telapak tanganku ke arah pipi anak kecil yang sedang tertidur pulas di depanku.

"Bocah #1! Bangun!" ucapku sambil menekan tanganku ke pipinya. Ah. Rasanya nyaman.

Aku kemudian menekankan kedua telapak tanganku ke atas pipinya.

"Hngngn... Sewin..." ucapnya.

Akhirnya dia bangun. Tapi aku sedikit kecewa ketika rasa ini, rasa aneh ini hilang ketika dia bangkit dari kasurnya.

Aku turun dari kasurnya dan berjalan menuju kamar Daniel. Aku juga dengan sukses membuka pintunya.

Aku melakukan hal yang kulakukan kepada Irin tadi. Kali ini pipi milik Daniel sasarannya.

Hmmm! Rasa ini!

Aku kemudian memijat-mijat tanganku di atas pipinya. Bocah #2 tidak terbangun dan ini adalah hal yang bagus bagiku!

Hehe hehehehe!

Tiba-tiba, kurasakan sensasi dingin di leherku. Aku mengeong terkejut.

"Hei, kucing. Ini sakit," ucap bocah #2 sambil menunjuk ke arah pipinya dan tanganku.

Aku kemudian dengan kecewa turun dari kasurnya dan berjalan menuju dapur.

.

.

.

.

.

.

"Kalau begitu, aku pergi. Jaga anak-anak sampai aku kembali, Celene," ucap Lilya. Dia kemudian menghilang di balik pintu, sementara bocah #1 dan #2 berdiri di balik kakiku.

"Woahh! Jadi nama asli Serin itu Celene?" ucap bocah #1 dengan semangat.

Aku saat ini sedang berada dalam wujud elf ku. Kata Lilya, manusia tidak akan tenang dengan dua orang anak kecil yang sendirian di rumah dan hanya seekor kucing yang menjaganya. Maka dari itu dia menyuruhku untuk berubah ke wujud ini.

"Serin! Serin cantik sekali!" ucap bocah #1 lagi.

Hm hm. Tentu saja. Apa yang tidak bisa kulakukan? Aku, Celene yang perkasa, pemimpin dari para dewa! Hm hm!

.
.
.
.
.
.

Hai! ^^
Terima kasih telah membaca!
Silahkan vote dan komen jika ada kesalahan ya!

Note : mohon maaf chapter kali ini terbilang pendek.

[DISCONTINUED] Lilya is Teaching 5 DiscipleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang