Aku terbangun setelah merasakan sensasi benda kenyal yang bulat dan berbulu yang entah kenapa melekat ke wajahku. Kuangkat tanganku dan-
Hissssss!
Ah.
Benda bulat berbulu itu lalu bangkit dari wajahku.
Hissssss!
Syat!!
"Awwwww!!" teriakku kesakitan setelah benda bulat berbulu, dan ternyata Serin yang sedang tidur di wajahku, itu mencakar pipiku.
Aku pun duduk sambil mengeluarkan suara mendesis. "Kenapa aku yang dicakar? Padahal salahmu sendiri berbaring di wajahku," ucapku protes.
"Hisssss! Bukan salahku. Kau yang tiba-tiba bangun dan mencengkeram perutku yang lembut dan berbulu indah ini!" balas Serin.
Kuelus-elus pipiku sambil sesekali meringis kesakitan.
"Bocah, kau mimpi apa tadi?" tanya Serin sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Kutungkup seluruh wajahnya menggunakan telapak tanganku. Dan alhasil, kali ini tanganku yang dia cakar.
"Memangnya kenapa?"
"Tidak, hanya saja kau sedikit mengigau tadi. Kau berisik, makanya kutindih wajahmu."
Dasar kucing laknat satu ini....
"Lain kali cukup bangunkan aku! Jangan menindih wajahku seperti tadi!" ucapku.
"...Walaupun rasanya nyaman dan hangat..." sambungku.
Kriiiiiieet
Pintu kayu kamarku terbuka dengan mengeluarkan suara yang hampir seperti suara pintu di film horor.
"Ah! Anu... i-itu..." ucap gadis kecil yang membuka pintu kamarku.
Ah, dia pasti terbangun karena perkelahian kecilku dengan Serin. Ini masih pagi dan kami sudah bertengkar.
"Irin? Kenapa? Tidurlah lagi. Ini masih pukul enam," ucapku.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menunduk. Ah, imut.
Ahem!
Dia kemudian menatap Serin dengan lekat.
Aku menoleh, ikut menatap Serin.
"Serin... kau..."
"Apa?" ucapnya. Seolah menantangku untuk mengatakan apa yang ada di pikiranku.
"Bocah kecil. Kau terbangun karena aku meninggalkanmu?" ucapnya lagi.
Ah, jadi begitu. Ya ampun apa yang kupikirkan pagi-pagi begini.
Kulihat Irin mengangguk.
Ah, melihat mereka berdua aku teringat dulu Serin juga sering menemaniku tidur ketika aku masih kecil.
Mimpiku tadi membuatku mengingat masa lalu lagi. Dan juga... rasa bersalah ini.
"A-anu... Nona Lilya..."
Aku tersadar dari lamunanku dan menoleh menatap Irin. "Kenapa?" jawabku.
Kkrrrrrkkk
"Pffft--!"
"Apa itu? Suara apa itu?"
Irin Tersipu melihat reaksiku dan Serin yang entah serius atau bercanda.
"Tunggu sebentar. Aku akan membeli bahan makanan dulu dipasar. Serin, tolong jaga Iblis kecil kita yang lapar ini," ucapku sambil sesekali terkekeh.
"Eh? Itu tadi suara perutmu?" ujar Serin sambil mendongak menatap wajah Irin.
Irin hanya mengangkat tubuh Serin dan menenggelamkan wajahnya di tubuh Serin..
.
.
.
.
.
Aku mengenakan jubahku lalu menutupi rambut merahku yang pastinya akan menarik perhatian.
"Kalau begitu, aku berangkat. Jangan keluar apa pun situasinya dan tetaplah diam di dalam rumah," ucapku seperti biasa sebelum pergi ke luar rumah.
Karena aku membangun rumah ini di dekat hutan dan mengingat fakta bahwa rumah ini hanya satu-satunya rumah yang berada di daerah ini, tentu saja aku khawatir. Walaupun beberapa meter dari sini ada pemukiman warga.
Kadang-kadang warga desa akan datang dan memberi kami makanan, sayuran hasil kebun mereka, dan daging buruan mereka. Awalnya mereka khawatir ketika mengetahui 2 orang perempuan, satu dewasa dan satu masih bocah kecil, tinggal di dekat hutan. Tapi setelah aku menunjukkan sihirku, barulah mereka lega. Belum lagi ketika desa ini tiba-tiba diserang bandit ketika aku sedang pergi mengurus sesuatu. Serin yang saat itu sedang jalan-jalan dengan Irin langsung berubah bentuk dan mengalahkan para bandit dengan mudah. Dari situlah para warga desa mulai mempercayai kami.
Aku menarik tudung jubahku ketika sudah sampai di pasar kecil di desa ini. Walaupun aku menyebutnya sebagai 'desa.' wilayah ini sebenarnya sebuah kota kecil. Tapi para warga tidak ingin repot-repot berdebat dengan hal itu dan memutuskan untuk menyebut tempat ini sebagai 'desa.'
"Ah! Lilya! Kemarilah dan lihat sayuran segar kami!"
"Nona Lilya! Kami punya rempah-rempah yang bagus hari ini!"
Aku langsung disambut pada pedagang tepat ketika aku menginjakkan kakiku di depan pasar. Aku dengan senang hati mendekat menuju 'pedagang yang berucap sayuran segar' dan 'rempah-rempah bagus'.
"Harganya seperti biasa 'kan, Kek?" ucapku kepada Kakek yang menjual sayuran di depanku.
"Iya. Tujuh koin tembaga," jawabnya.
Aku dengan senang hati membayar sayuran segar yang baru saja kupilih. Aku kemudian berjalan menuju Bibi yang menjual rempah-rempah.
"Apa saja rempahnya hari ini?" tanyaku kepada Bibi yang selalu tertawa cerah di depanku.
"Lada, Cabai, Kunyit, Jahe dan yang lainnya. Lihatlah sendiri dan pastikan kualitasnya!" jawabnya dengan semangat.
"Ah! Kami juga punya garam. Kau mau?" ucapnya.
"Ah! Garam! Kalau begitu aku akan mengambil yang seperti biasa ditambah garam," ucapku dengan semangat.
"Oh? Apa ini untuk si Nona Kecil lagi?" tanya Bibi tadi yang sudah hafal dengan kebiasaanku.
"Iya. Dia sering mengeluh badannya sakit dan menggigil di tengah malam. Belum lagi sepertinya dia terkena flu," jawabku.
"Ohhh, kalau bahan untuk obat flu aku tahu resepnya! Kau mau?" ucap Bibi itu lagi.
Aku pun berbincang dengannya agak lama setelah itu. Tidak seperti dunia asalku, dunia ini memiliki sistem yang kuno tapi juga unik. Mungkin karena adanya keberadaan sihir di dunia ini. Orang-orang biasanya meramu obat atau membeli obat dari toko peramu. Dokter hanya ada di kota-kota besar dan di Ibukota. Makanya tingkat kematian lebih tinggi di kota kecil dan desa dari pada kota-kota besar lainnya.
"Anak terkutuk!"
"Dia seorang monster! Jauhi dia!"
"Kau 'kan, penyebab ibumu mati?!"
"Jauh-jauh dari dia! Atau kau akan terkena kutukannya dan ikut mati!"
Aku menoleh ke arah sumber suara dan melihat sekumpulan anak kecil sedang mengerubungi seorang anak kecil yang kemungkinan lebih muda dari Irin.
Kudengar para warga di sekitarku pun berbisik.
"Hei! Siapa saja hentikan anak-anak itu!"
"Anak siapa itu? Kasihan sekali dia."
Bibi penjual rempah-rempah tadi pun menghela nafas. "Hei! Bocah-bocah di sana! Berhenti atau kupanggil orang tua kalian!" teriaknya.
Aku kemudian berbalik lagi menatap Bibi tadi setelah gerombolan anak-anak tadi kabur, takut dipanggilkan orang tuanya.
"Kenapa dengan anak tadi?" dan juga, anak tadi memiliki energi sihir dan mana yang tinggi.
Bibi tadi menghela nafas lagi, "Ibunya baru-baru ini meninggal. Sepertinya gara-gara tidak sengaja terkena ledakan sihir anak itu," ucapnya.
Aku mengangguk. Kebangkitan sihir adalah hal yang paling menggembirakan jika ditangani dengan benar, tapi juga berbahaya jika tidak ditangani dengan benar. Sepertinya anak tadi adalah kasus yang terakhir.
"Hmmm. Terima kasih rempah-rempahnya," ucapku sambil menyerahkan 2 koin perak kepada Bibi tadi.
Rempah-rempah memang lebih mahal daripada barang lainnya.
Aku berjalan mendekati anak laki-laki yang sedang terduduk dengan kepala menunduk tak jauh dari tempatku berdiri.
Aku mengulurkan tanganku.
Dia mendongak terkejut setelah melihat tanganku yang tiba-tiba muncul di depan wajahnya. Setelah beberapa lama, dia menjulurkan tangannya. Aku dengan sigap langsung membantunya berdiri dan menyingkirkan kotoran dan debu yang menempel di bajunya.
Wajah anak ini tertutup oleh rambutnya yang panjang. Dan warna rambutnya berwarna emas, persis seperti rambut yang biasanya dipunyai para bangsawan.
"Siapa namamu?" ucapku
"Daniel," jawabnya dengan patuh.
Hmmm... sepertinya dia tahu siapa aku. Mengingat penampilanku yang mencolok.
"Di mana keluargamu?" ucapku lagi.
Kulihat ekspresi wajahnya yang langsung berubah menjadi kecut.
Ah. Jadi tidak ada. Sepertinya dia hanya tinggal dengan mendiang ibunya.
"Kau tinggal di mana sekarang?" ucapku.
"Panti asuhan...." jawabnya.
"Hmmm.... bisa antarkan aku ke sana?" ucapku lagi-lagi.
"Eh? Kenapa?" sahutnya bingung.
"Ada sesuatu yang harus kulakukan," jawabku sambil memperlihatkan senyumku..
.
.
.
.
.
Hai! ^^
Jika ada yang tidak paham dengan apa yang terjadi di chapter ini...
Ceritanya kembali ke masa depan ^^
Ehe.
Ehe gundulmu.
Makasih sudah baca ya ^^
Silahkan vote dan komen jika ada kesalahan ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
[DISCONTINUED] Lilya is Teaching 5 Disciple
Viễn tưởng[DISCONTINUED] Dikarenakan stress berlebihan, depresi, dan tekanan dari orang tua, Lauren memilih untuk mengakhiri nyawanya dan melompat dari gedung tempatnya bekerja. Tapi apa ini?! Lauren terbangun dan menyadari bahwa dia kembali menjadi bayi?! Da...