Aku duduk bersandar di kursi. Begitu juga dengan bocah #1 dan bocah #2. Mereka berdua sedang menatapku.
"Hei kalian dua bocah," ucapku.
"?"
"Ya?" jawab Irin.
"Aku bosan," ucapku.
"Hei, Hei," ucap Daniel. Akhirnya dia berbicara. Aku sudah khawatir kalau dia bisu.
"Apa?" jawabku.
"Ayo pergi ke hutan," ucapnya lagi.
Aku menatap Daniel, terkejut. Hutan?! Apa-apaan?!
"Bukankah itu ide yang bagus?! Oke. Oke. Bersiap-siap bocah-bocah!" jawabku semangat..
.
.
.
.
.
Setelah mengunci pintu rumah, aku pun berjalan menyusuri jalan setapak yang mengarah ke dalam hutan sambil menggandeng Irin dan Daniel.
Mereka berjalan sambil meloncat, menghindari beberapa batu yang muncul di permukaan jalan.
"Serin, Serin," panggil Irin ketika kami sudah memasuki hutan.
Aku hanya membalas dengan menatap.
"Kapan Nona Lilya pulang?" ucapnya.
"Entahlah. Dia bisa terbang, mungkin malam ini?" jawabku dengan santai sembari sesekali melirik sekeliling.
"Woah! Nona Lilya bisa terbang?!" sahut Daniel dengan semangat.
"Tentu saja. Dia itu genius di bidang sihir!" ucapku.
Aku lalu sadar, "Hei. Jangan beritahu Lilya kalau aku baru saja memujinya."
Daniel dan Irin mengangguk.
Aku lalu berhenti berjalan, menyebabkan genggaman tanganku dengan kedua bocah putus.
Hngg, ada sesuatu di hutan ini.
Kenapa? Bukannya hutan ini cuma hutan biasa? Hngg...
"Serin? Ada apa?" tanya Irin, khawatir.
"Ada sesuatu. Hmm... apa kalian ingin ikut denganku? Aku harus memeriksa sesuatu," ucapku sambil melipat kedua tanganku di depan dada sambil mengerang.
Aura ini sungguh familier, tapi sedikit berbeda. Apa ya?
"Apa? Apakah ada monster? Ayo kita periksa!" ucap Daniel.
Dia kemudian berlari menuju kedalaman hutan.
"Daniel! Tunggu!" teriak Irin sambil mengejar Daniel.
Aku juga ikut mengejar bocah itu. Aduh. Ketika Lilya pulang nanti, aku akan memberitahunya soal ini. Dia butuh disiplin.
Aku sekali lagi terhenti. Merasakan aura itu lagi. Seolah-olah sesuatu itu ingin mengalihkan perhatianku. Dan tanpa sadar, aku kehilangan dua bocah tadi.
...
...
Gawat. Lupakan soal Daniel, bisa-bisa aku yang Lilya disiplinkan!
"Aaahhh! Ini semua salahmu! Aaahhh!" ucapku sambil menunjuk di mana Aura tadi berasal.
Aku lalu berlari mengejar Irin dengan panik.
Beberapa menit kemudian, aku tersadar bahwa aku berlari berputar-putar dengan panik seperti orang bodoh.
Aku kemudian berteriak, "Berani-beraninya kau memerangkapku di dalam zona sihirmu! Sialan kau Naga!" ucapku sambil melesat menuju aura tadi.
Aku meloncat ke udara, menyelimuti tubuhku dengan sihir sambil berucap, "Sialan kau!" dan berubah menjadi Naga putih dengan ekor yang berwarna emas.
GROAAAA!
Auman ku langsung membuat seluruh hutan bergetar, dan zona sihir yang tadi memerangkapku seketika hancur.
Aku lalu terbang melesat ke arah aura tadi dan melihat seekor Naga dewasa yang memiliki sisik berwarna biru langit sedang menatapku dengan tatapan membunuh.
"Sadarilah posisimu!" ucapku sambil mengaum.
Naga itu juga mengaum, membalasku.
GRRRRR!
GRRRRRAAHHH!
Kami berdua pun saling adu auman.
"Woah! Woah! Cukup kalian berdua!"
Aku lalu berhenti dan melihat seorang laki-laki mengenakan jubah putih yang menutupi wajahnya mendekat dari langit.
"Jika kalian bertengkar di sini, bayangkan apa yang akan terjadi!" ucapnya lagi.
Dia lalu melepaskan tudung jubahnya.
Aku terkesiap, "Daniel?" ucapku secara tidak sadar.
"Hm? Naga putih, kau tahu nama anakku?" ucap laki-laki tadi sambil mendarat di atas tanah, berdiri di antara aku dan Naga di depanku.
Aku menghela nafas, kenapa jadi seperti ini? Aku lalu menggelengkan kepalaku dan berubah lagi menjadi sosok elf.
Laki-laki itu kemudian terkesima menatapku yang berubah wujud dalam sekejap mata.
"Hah!" aku menghembuskan nafasku dengan kasar. Karena dunia ini diciptakan oleh Dewi Pencipta, tentu saja terdapat banyak Naga di dunia ini.
Aku hanya tidak menyangka akan ada seekor Naga di dalam hutan ini. Aku lalu memperhatikan tubuhnya, hah... tidak heran.
"Hei kau! Apa yang terjadi sehingga tubuhmu terluka seperti itu?" ucapku sambil menunjuk-nunjuk Naga tadi.
"Kau juga kenapa bisa memasuki wilayahku dan mematahkan zona sihirku?" ucapnya dengan suara yang menggelegar.
Kulirik laki-laki tadi, dia tidak bergeming sama sekali. Huh, manusia yang aneh.
"Hah, kau pikir aku siapa? Aku Celene! Dewi Takdir! Apa yang tidak bisa kulakukan?" ucapku sambil mendengus.
Naga dan Laki-laki tadi lalu terkekeh menertawakanku.
"Tidak percaya?" tanyaku. Aku kembali mendengus, cahaya putih kemudian menyelimuti tubuhku.
"Bagaimana dengan sekarang?" ucapku sambil memperlihatkan wujud asliku yang sudah kusesuaikan sehingga makhluk di dunia ini tidak pingsan setelah melihatku.
Laki-laki dan Naga tadi lalu berdiri dengan mulut terbuka. Aku mendengus lagi dan berubah menjadi elf.
"Kau! Karena kau aku kehilangan jejak dua bocah yang tadi mengikutiku! Aghh!" ucapku sambil mengacak-acak rambutku.
"Dan kau! Anakmu baru saja hilang dari penglihatanku gara-gara dia!" ucapku sambil menunjuk-nunjuk Laki-laki yang kuduga Ayahnya Daniel.
Dasar! Ada apa dengan hari ini?! Ughh, aku harus pergi sebentar setelah ini untuk memeriksa apakah ada yang berubah.
Aku menggeram dengan kesal sementara kedua orang, Naga dan Penyihir, di depan ku hanya terdiam melihat aksi menghentakkan kaki, mendengus dengan tangan terlipat dan bergumam tidak jelas ku.
"U-um... jadi di mana putra ku?" ucap si Penyihir.
"Bukankah sudah kubilang kalau dia hilang dari pengawasanku?!" teriak ku marah.
"Tenang, tenang. Aku akan membantumu mencarinya. Lagi pula, bukankah dia putra ku?" ucap si Penyihir lagi.
"Benarkah?!" ucapku dengan cepat menengok ke arahnya.
"Iya." Ucap si Penyihir sambil tersenyum..
.
.
.
.
.
Aku dan si Penyihir lalu menelusuri hutan, meninggalkan Naga yang terluka tadi sendirian. Hmph! Lagi pula dialah biang kerok dari semua ini!
....tapi untuk berjaga-jaga, ku rasa aku akan menyembuhkan lukanya.
"Hei, um... Dewi? Boleh aku bertanya sesuatu?" ucap si Penyihir tiba-tiba. Mungkin dia bosan.
"Apa?" jawabku ketus.
"Apa Daniel baik-baik saja? Dia tidak sakit kan?" ucapnya.
Aku lalu berbalik menatapnya. Hoh! Jadi setelah selama ini, setelah Daniel menyalahkan diri sendiri atas kematian ibunya, lalu terpaksa berbaur dengan anak lain di panti asuhan dan memendam sihirnya supaya tidak ada yang terluka, dia berani bertanya seperti itu? Pria tidak bertanggung jawab ini?
Aku kemudian memelototinya, "Ah, memangnya apa maumu? Setelah sekian lama kau baru saja terpikir soal putramu?" ucapku.
Dia terdiam setelah mendengar pertanyaanku.
Aku kemudian kembali menatap ke depan dan mengaktifkan sihir pendeteksiku. Karena aura sihir milik Irin unik, ku rasa ini tidak akan memakan waktu yang lama.
Aku lalu berjalan setelah merasakan aura milik Irin.
"Sebenarnya..." ucap si Penyihir tiba-tiba.
Aku terhenti, kemudian berbalik menghadapnya. Apa lagi yang dia inginkan?
"Sebenarnya, alasan kenapa aku menghilang selama ini adalah karena aku mencari mereka berdua," ucapnya dengan tatapan yang... sedih?
Hm? Bukankah mencari istrimu itu hal yang mudah? Toh dia memiliki Alergi Sihir.
"Karena banyaknya kasus peningkatan soal Alergi Sihir, maka mencari mereka berdua menjadi sulit," ucapnya, seolah membaca pikiranku.
Tunggu? Peningkatan?
Kenapa? Apa akibatnya? Ini tidak ada di dalam ramalan.
Dia kemudian tersenyum, seolah membaca pikiranku lagi.
"Aku terpaksa menghentikan pencarianku karena ini dan berniat untuk meminta bantuan dari Nona Lilya yang sering dibicarakan oleh orang-orang di Guild. Tapi aku tidak menyangka akan bertemu dengan putraku di sini," ucapnya lagi.
Ah, jadi dia tidak tahu. "Ya. Mungkin kau juga tidak akan menyangka kalau Lilya yang merawat Daniel sekarang."
Dia kemudian terdiam, memproses kalimatku, lalu membelalakkan matanya.
"... Istriku sudah meninggal?" ucapnya dengan lirih.
"Ya, baru-baru ini. Tunggu, bukankah kalian belum menikah?" timpal ku.
Dia hanya diam.
Huh, ku rasa aku juga harus diam..
.
.
.
.
.
"Kyaa!"
Kulihat dua orang anak kecil di depan, sedang menghadapi dua goblin dan satu babi hutan.
Ah, makan malam hari ini daging babi hutan. Hm hm.
Aku merentangkan tanganku, membidik ke arah dua monster dan babi hutan tadi. Lalu dengan mudah mengeluarkan rantai yang sama persis dengan milik Lilya.
"Ah! Serin!" teriak Irin yang bersembunyi di belakang Daniel setelah melihatku.
Dia lalu berlari menghampiriku. Sedangkan Daniel berjalan dengan santai, seolah-olah dia bisa menghadapi lawannya tadi.
Ah, bocah ini.
"... Daniel?" ucap Laki-laki di belakangku.
Hm. Terjadi juga..
.
.
.
.
.
Hai! Terima kasih telah membaca!
Silahkan Vote dan Komen jika ada kesalahan! ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
[DISCONTINUED] Lilya is Teaching 5 Disciple
Viễn tưởng[DISCONTINUED] Dikarenakan stress berlebihan, depresi, dan tekanan dari orang tua, Lauren memilih untuk mengakhiri nyawanya dan melompat dari gedung tempatnya bekerja. Tapi apa ini?! Lauren terbangun dan menyadari bahwa dia kembali menjadi bayi?! Da...