5. Astaga Satu Sembilan Delapan Tiga

455 181 72
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka








"Iya ini rumah gue!"

"Rumahku!"

"Aku datang!"

Eli langsung menyongsong ke depan pintu dan berusaha membukanya. Dia tidak segan menggedor-gedor walau barangkali di dalam ada penghuni bangunan. Pokoknya dia kudu berikhtiar untuk pulang, lari dari sekolah daring cuma omong kosong belaka. Gadis itu tetap merindukan tempat tinggal dia yang sesungguhnya, meskipun mental health mesti terkorbankan.

"Buka!"

"Buka cepetan!"

"Susah banget anjir."

"Dikunci?"

"Kalau gitu harus gue dobrak."

"Buka!"

Dia mendorong-dorong pintu itu dengan keras, berupaya agar bisa roboh. Di sini juga tidak jauh beda dengan 2021, risiko kurang menyenangkan rutin terjadi. Dia tidak mampu beradaptasi di jaman kuno ini akibat terus-menerus berjumpa dengan hal gila.

Ketika repot berdaya upaya mendobrak pintu, seseorang berkicau dan membuatnya sontak terkesiap. "Sedang apa kamu?"

Beberapa detik kemudian, ia melanjutkan kegiatannya dan tidak ada niatan untuk menggubris makhluk itu.

"Diem, gue lagi berusaha buka rumah gue." ucap Eli membuang muka dan sibuk merusak pintu orang bak maling di tengah hari.

"Huh?"

"Gue harus balik ke rumah. My home my hell! Terserah mau lockdown se-abad kek eh jangan. Pokoknya gue harus pulang!" tuturnya.

"Berhenti." perintah pria itu.

"Eh?"

Pria itu menahan lengan Eli sambil mendorong gadis tersebut perlahan-lahan menjauh dari pintu. Kemudian dia mengeluarkan sebuah rentetan kunci dari kantong celana dan memasukkan salah satu kunci itu ke dalam lubang pintu. Dan taraa~ palang pembuka jalan menuju google classroom terbuka.

"Woah makasih banyak. Bye bro, gue masuk duluan." kata Eli.

Tidak disangka-sangka jika akan semudah ini bantuan datang. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu dan lekas berjalan ke dalam yang ia pikir adalah rumahnya. Eli menengok ke sebelah kanan, sebelah kiri, ke atas, ke bawah, dan malahan memutar-mutar kedua bola mata kesana-kemari memandangi seisi ruangan.

Akan tetapi, bukannya tiba di rumah, parahnya lagi dia bahkan tidak dapat mendeteksi apapun yang berhubungan dengan rumahnya.

"Dimana tv-nya?" tanya Eli.

"Tv?" bingung pria tadi.

"Sofa tempat rebahan gue mana?"

"Sofa apa?"

"Kamar gue mana?" racaunya yang kelihatan tidak jelas di mata orang awam.

"Hey, dengar saya tidak?" Pria itu kali ini sedikit meninggikan suaranya karena kesal diabaikan berkali-kali.

"Kenapa semuanya gak ada?" abai gadis itu lagi.

Semua telah beralih menjadi suasana retro yang berarti pemiliknya bukan lagi dia, seratus persen berbeda. Tengah terlena dalam keputusasaan, hingga tidak mengecam jika seseorang sedang memperhatikan dia dari balik punggung. Akan tetapi karena merasa diamati sesuatu dari belakang dalam waktu cukup lama, dia lantas menoleh dan mendapati seorang pria berdiri menatapnya dengan perangai yang garang.

1983 [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang